Bab 17

593 49 5
                                    

Jati masih muncul di kafe, kemunculannya siang ini saat Keyna sedang mengisi ulang pengharum ruangan. Seperti biasa Jati membawa ransel hitam yang berisi laptopnya, berkemeja lengan pendek warna biru denim, rambutnya disisir rapi.

Awalnya cewek itu tidak mau peduli dengan pura-pura tidak melihat dan akan berlalu begitu saja. Perasaannya bergejolak untuk meluapkan kekesalan akibat malam itu. Dia tidak mau lebih lama lagi bermain api dengan Jati yang mungkin sama saja seperti lelaki lain, hanya ingin mempermainkannya. Dia akan ditinggalkan lagi begitu saja.

Keyna menahan perasaan kesal dalam dadanya supaya tidak meledak marah-marah, dia hanya bisa menyemprot Jati dengan ucapan judesnya.

“Kalo kamu ganggu dan muncul di kafe lagi, aku bakal laporin ke Nava. Aku bakal bilang kamu tu ganjen dan tukang koleksi cewek!” Itu dilakukan Keyna sebelum Jati pergi ke kasir untuk memesan makanan.

Jati menoleh, sempat membulatkan matanya, tidak lama. Kemudian memandangi Keyna balik dengan sorot santai seolah tanpa ada beban masalah yang akan menimpanya. “Bilang aja. Aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia.”

Keyna memberikan kode pada Jati, mengajak lelaki itu untuk ngobrol di tempat yang lebih jauh dari orang-orang. Agar tidak terlihat oleh karyawan kafe atau pengunjung yang bakal heran ada dua orang ribut. Jati mengekorinya di belakang, mereka pergi menuju parkiran motor, bawah pohon besar di halaman samping kafe.

“Kenapa kamu nggak bilang ke Nava dari awal kalo aku suka datang ke sini? Berarti kamu kemarin biarin aku masuk sini. Untuk kenal kamu. Artinya kamu wellcome sama aku juga? Kenapa?” Jati bertanya saat mereka sudah sampai di bawah pohon.

Keyna menoleh dan menahan tawa bengisnya. “Aku butuh duit masuk. Jangan geer!”

“OKE. Kalo gitu, kamu mau aku ajak ke pasar malam. Itu artinya apa?”

Keyna diam sejenak, mungkin karena dia cuma butuh teman?

“Mungkin aku lagi nggak sadarkan diri. Itu pertama dan terakhir kalinya. Jangan muncul di kafe lagi!” seru Keyna penuh penekanan dan memaksa.

“Astaga, sifatmu jelek-jelek banget. Manipulatif. Tukang manfaatin orang. Bahkan melakukan pelanggaran HAM,” tutur Jati membicarakan hal aneh.

Apa tadi katanya?

“Emang aku ngapain kamu sampe bawa-bawa HAM begini?”

“Ngelarang aku dateng ke sini? Itu HAM. Kamu nggak boleh melarang hal yang ingin aku lakuin.”

Cowok ini lucu dalam arti yang lain. Cara bicaranya unik. Jago berkelit. Sulit diajak berdebat pastinya. Tapi, Keyna tidak boleh kalah.

“Melarang kamu ke sini juga HAM yang aku punya.” Keyna emosi sungguhan kali ini, karena Jati seolah tidak mendengarkan permintaannya.

Jati malah nyengir kecil. Sepertinya memang senang diajak berdebat.

Keyna mendesahkan napas beratnya. “Aku serius. Jangan sampe pada akhirnya kamu dipaksa melanggar HAM-mu itu. Kamu nggak bisa ke sini lagi.” Nada suaranya yang rendah dan ucapannya yang lambat justru kali ini lebih menyeramkan dibanding memekik marah tadi.

Karena pacarmu yang tukang risak itu akan melakukan hal-hal agar nggak ada yang mengganggu hidupnya. Aku ini yang bakal dianggap sebagai penganggu kalian. Dasar kalian busuk semua.

Jati kesal memalingkan wajahnya. Ekspresi sombongnya menyebalkan sekali. “Siapa yang bisa maksa-maksa aku?” tanyanya pada dunia.

Keyna merasa tidak diajak bicara dengan pertanyaan itu, dia menggelengkan kepala sudah lelah dengan Jati. “Gila kamu ya!” cacinya.

Secret RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang