Eja diliputi perasaan bimbang, apakah ia akan membuka kamar kakaknya atau tidak. Saat dilihat kembali pun sebenarnya Atma masih ada di rumah. Motornya ada, sepatu ataupun sandalnya juga ada di rumah. Apakah mungkin Atma tertidur? Tapi masa iya tertidur sampai malam? Ia bahkan tidak menjemput Eja berakhir ia pulang dengan ojek online setelah menunggu selama satu jam lebih. Masih ada satu kemungkinan lainnya sebenarnya, mungkin Atma pergi ke luar bersama temannya dan tidak memberitahu siapa-siapa. Eja jadi semakin bingung, apa harusnya ia bertanya pada Mbak Tun saja? Mengingat wanita itu yang selalu Atma kabari pertama kali saat terjadi sesuatu.
Benar. Harusnya Eja menanyakan keberadaan Atma pada Mbak Tun sejak awal. Meskipun sebenarnya agak tidak enak karena wanita itu pasti akan panik jika mengetahui kalau Eja telah menunggu Atma selama satu jam di sekolah. Tapi Eja tidak punya pilihan lain selain menghubungi mbak Tun. Hanya wanita itu satu-satunya orang yang kemungkinan tahu di mana Atma berada sekarang. Eja sendiri bingung, kenapa ia tiba-tiba bertanya-tanya ke mana Atma pergi, padahal seharusnya Eja cuek saja, tidak peduli ke mana pun laki-laki itu pergi, mau seberapa lama pun. Namun mengingat kemungkinan Atma keluar sejak pagi tadi hingga saat ini belum kembali, padahal tidak ada hal-hal yang terjadi seperti pertengkaran mereka kemarin membuat Eja sedikit penasaran.
Apa yang laki-laki itu lakukan di luaran sana sampai-sampai lupa menjemput Eja?
Eja duduk di meja makan, dengan ponsel di tangan. Dua menit yang lalu, ia telah menghubungi Mbak Tun dan belum ada balasan. Semoga saja memang benar, Atma sedang keluar rumah bersama temannya. Kalau jawaban mbak Tun nanti tidak alias wanita itu tidak mengetahui di mana keberadaan Atma, barulah Eja akan membuka kamarnya. Kemungkinannya jadi lebih besar kalau ternyata laki-laki itu tertidur di kamar. Kalau benar begitu, itu bukan tidur namanya. Atma tidur selama itu, seperti simulasi mati saja. Beberapa menit kemudian, Mbak Tun membalas.
Mbak Tun
Loh, Mbak nggak tahu Mas Atma pergi ke mana. Nggak ada bilang apa-apa ke Mbak. Coba kamu cek di kamarnya, mungkin ketiduran.Ketiduran apa yang sampai malam-malam begini? Eja memang sengaja tidak memberitahu mbak Tun kalau tadi Atma tidak menjemputnya di sekolah. Supaya tidak membuat curiga wanita itu, Eja mengiyakan. Sekarang pertanyaannya adalah, haruskah Eja membuka pintu kamar Atma? Bagaimana jika dikunci? Semua kunci cadangan yang ada di rumah ini dipegang mendiang sang ayah. Eja tidak tahu disimpan di mana kunci cadangannya. Tapi untuk kamar Atma, kuncinya memang selalu digantung di gagang pintu.
Akhirnya keputusan Eja bulat. Ia memutuskan untuk membuka kamar Atma. Semoga saja tidak dikunci. Dengan langkah yang masih terseok-seok, Eja mendekati kamar Atma. Padahal kamar mereka bersebrangan tapi Eja tidak pernah mau bersinggungan langsung dengan kamar Atma. Pokoknya Eja membencinya dan sampai kapanpun tidak akan pernah mau menyentuh apa pun yang terkait dengan Atma. Namun untuk sekarang, kasusnya berbeda. Eja hanya memastikan saja, kalau memang Atma tidur ya sudah, ia tidak akan berani membangunkannya. Tapi kalau sedang keluar bersama teman-temannya berarti baguslah apa yang Eja takutkan tidak terjadi sungguhan. Apa yang Eja takutkan sebenarnya? Ia takut saja tiba-tiba Atma mati dalam diam, kan, tidak lucu, ya.
Eja menghela napas dulu sebelum memegang gagang pintu kamar kakaknya. Dan ketika Eja putar, syukurlah ternyata kamarnya tidak terkunci. Lalu Eja membuka pintunya. Hal yang pertama kali ia lihat adalah, gelap. Namun cahaya yang ada di ruang tamu serta ruang keluarga masuk melalui celah-celah pintu yang ia buka. Awalnya tidak terlihat ada seorang pun di sana, lalu dengan langkah terseok-seok, Eja membuka pintu lebih lebar dan menyentuh tombol sakelar lampunya, Eja terkejut. Ternyata Atma memang ada di sana, tubuhnya terbalutkan selimut dengan badan memunggungi pintu. Eja tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya.
Sepertinya Atma memang sedang tidur. Tapi lama-kelamaan ada yang aneh. Kalau memang Atma tidur kenapa selama itu? Laki-laki di depannya ini tergolong orang yang mudah bangun, seperti tidak mungkin kalau Atma bermalas-malasan seharian dengan tidur seperti ini. Apa jangan-jangan Atma sakit? Mungkin karena ia sakit, jadinya tertidur seharian. Ah, kalau begini Eja jadi tidak tenang. Haruskah Eja beringsut ke depan? Lalu melihat bagaimana kondisi Atma sebenarnya? Sejujurnya Eja takut. Namun ia memutuskan untuk memberanikan diri. Daripada menumpuk rasa penasaran yang tidak kunjung menemukan jawaban jadi lebih baik Eja mengeceknya langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
There's No Place Called Home (END)
Teen FictionBatsaya Mahija yang biasa dipanggil Eja tiba-tiba kehilangan orang tuanya di saat yang bersamaan akibat kecelakaan maut. Eja yang terbiasa bersama kedua orang tuanya, seketika menjadi sebatang kara. Namun ternyata Eja salah, orang yang paling ia ben...