Bab 15 :: Satu Rahasia Terbongkar

248 15 0
                                        

Keesokan harinya, Eja memilih untuk tidak pergi ke sekolah. Awalnya ia pikir mungkin akan berada di rumah saja selama Mbak Tun masih berada di rumah sakit. Namun subuh pagi tadi, Mbak Tun mengabari kalau Atma masih belum siuman dan wanita itu tidak bisa menemani lebih lama karena harus kembali mengurus rumah. Salahnya, mbak Tun mengatakan kalau Atma ditinggal sendiri tidak masalah, karena ada dokter yang menanganinya. Lagi pula Eja masih belum pulih seratus persen, jadi tidak masalah untuknya tidak datang ke rumah sakit. Mungkin malam nanti baru mbak Tun akan kembali ke rumah sakit. Eja jelas merasa tidak enak pada Mbak Tun. Meskipun mereka bersaudara, rasanya tidak nyaman selalu merepotkan wanita itu.

Jadi Eja putuskan untuk datang ke rumah sakit saja setelah beberapa saat Mbak Tun kembali ke rumah. Atma memang masih belum siuman, tapi jelas laki-laki itu butuh seseorang yang bisa mendampinginya, setidaknya sampai ia benar-benar terbangun dari pingsannya. Lagian Eja juga heran, kenapa sampai saat ini laki-laki itu belum juga bangun? Separah apa sakitnya sampai ditaruh di ICU dan tidak bangun-bangun sampai sekarang? Nah, untuk memberikan jawaban yang tepat, makanya Eja datang ke rumah sakit. Siapa tahu Eja akan mendapatkan jawaban setelah ia tiba di sana.

Setelah tiba di rumah sakit Eja memang tidak mendapatkan apa-apa. Namun informasi yang ia peroleh dari perawat, Atma mungkin akan sadar setelah beberapa jam lagi dan bisa dirawat di kamar inap jika telah siuman. Syukurlah, itu berarti kondisi Atma tidak parah-parah amat. Eja yang sebenarnya tidak ada kerjaan memilih untuk berkeliling rumah sakit dengan kondisi yang masih belum pulih, kakinya masih belum bisa berjalan normal, tetap ia paksakan untuk berjalan. Daripada melamun saja di depan ICU lebih baik Eja berkeliling saja sebentar lalu kembali setelah merasa lelah berjalan.

Tidak banyak yang bisa Eja lihat, seperti rumah sakit pada umumnya, suasananya ramai. Ada beberapa yang nasibnya seperti Eja, sedang menunggu pasien. Beberapa lainnya mungkin tengah menjenguk sanak saudara. Wajah-wajah lelah terlihat jelas di wajah mereka. Eja paham pasti menunggui orang sakit jauh lebih melelahkan. Kalau begini ia jadi teringat beberapa waktu yang lalu, saat Eja dirawat di rumah sakit ini, Atma selalu berada di sisinya dan bahkan tidak beranjak dari sisinya. Meskipun keliatan sibuk karena selalu membawa laptop sampai tengah malam, Atma masih berada di sisinya. Menjaga Eja sepenuh hatinya. Kalau seperti ini kadang Eja bingung sendiri, dengan perasaannya dan dengan semua yang telah mereka lalui bersama selama beberapa bulan belakangan.

Apakah Eja masih membenci Atma?

Pertanyaan seperti itu juga ia layangkan pada dirinya sendiri semalam. Dan sampai saat ini, kalimat pertanyaan itu tidak kunjung hilang dari kepalanya. Apakah benar Eja masih membenci Atma? Apa yang sebenarnya ia lakukan sekarang, kalau ia membenci Atma? Untuk apa repot-repot ke sini dengan kondisi badan yang tidak bisa dibilang baik hanya untuk menjaga orang yang dibencinya? Jawabannya adalah Eja tidak tahu. Ia tidak tahu perasaan apa yang sebenarnya hinggap dalam hatinya sekarang. Di satu sisi ia sangat membenci Atma karena perbuatannya di masa lalu, di sisi lain ia merasa kasihan dan sedikit khawatir.

Bagaimana kalau ternyata penyakit Atma juga sedang parah dan ia akan meninggal dalam waktu dekat? Apakah Eja sanggup ditinggal sendirian di muka bumi ini? Meskipun mulutnya berkata kalau ia membenci Atma, setelah Eja pikir-pikir jawabannya adalah tidak. Eja membenci Atma karena rasa kesal dan amarah yang ia pendam sejak bertahun-tahun yang lalu dan akhirnya meledak saat kematian orang tuanya beberapa bulan yang lalu. Eja marah, karena selain orang tua mereka tiada dan Atma tidak ada di sana, Eja juga merasa sendirian. Lalu setelahnya, ia akan bersandar pada siapa? Siapa orang yang bisa ia jadikan sebagai tempat pulang? Lalu bagaimana rumah mereka jika hanya Eja tinggali sendirian?

Ada banyak sekali ketakutan saat itu dan sialnya Eja mengalaminya sendiri. Makanya kenapa ia bilang kalau Eja sangat membenci Atma. Karena ketidakhadiran laki-laki itu dalam setiap jatuh bangun hidupnya. Lalu sekarang, melihat keadaan Atma yang seperti itu kemarin  membuat Eja jadi berpikir lebih dalam. Kalau Atma ikutan mati, Eja akan bersama siapa? Bagaimana keadaannya setelah satu-satunya orang yang merupakan saudaranya juga tiba-tiba menghilang? Apa tidak gila kalian jika jadi Eja sekarang? Tapi untunglah Atma masih diberikan kehidupan dan mungkin masih bisa sembuh dalam beberapa hari ke depan. Walaupun Eja tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada saudaranya itu, yang jelas dan yang paling utama, semoga Atma cepat sembuh.

There's No Place Called Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang