Chapter 2 : Luka, Sekali Lagi

42 4 6
                                    

*Duar*

Ledakan itu kembali terdengar dari arah luar, hari ini kurasa sudah genap 2 hari 2 malam sejak pertamakali penyerangan ke desa kami ini oleh organisasi IAI.

Aku, mama, dan papa sedang duduk di ruang bawah tanah rumah kami. Kami tidak pernah meninggalkan tempat ini selama 2 hari 2 malam.

Untuk makannya dan minumannya sendiri, ternyata drum-drum yang ada di sekitar sini adalah tempat penyimpanan makanan dan minuman. Makanan di dalamnya adalah sebuah makanan yang mama bilang sebagai 'roti' dan minumannya adalah air putih dalam botol.

Makanan bernama roti ini memiliki tekstur yang unik karena seperti daging ayam tapi sangat lembut. Ini pertamakalinya aku memakan roti, walaupun rasanya bisa dibilang sangat enak tapi aku tidak terlalu nafsu makan, mungkin karena aku masih teringat apa yang terjadi dengan Sirna dan teman-temanku yang lain.

"Huuuuuaaah!! Menang!!"

Teriakan itu tiba-tiba terdengar sangat keras dari luar.

"Cih!"

Aku mendengar suara papaku di arah kiriku, papa sedang duduk di pojok sebelah kiriku dengan bersandar di dinding dan wajahnya nampak sangat kesal.

"..."

Sedangkan sekitar 3 kaki di samping kananku di situ mamaku terduduk dengan bersender di dinding kayu ini dan wajah mama nampak sangat khawatir.

Sementara aku ada di tengah-tengah papa dan mama sedang duduk dengan bersender di dinding dengan memegang sebuah plastik yang berisi makanan bernama roti ini.

"Sayang, sekarang kita harus bagaimana?"

Mamaku menanyakan itu sambil melihat ke arah papaku. Wajah papa masih terlihat sangat kesal sementara kedua tangan papa menggegam sangat kuat.

"Kita tunggu sampai mereka pergi."

"...baiklah."

Benar juga, ada sebuah hal yang kulupakan, papa dari masuk ke desa kami tidak membawa senjata yang waktu itu aku dan papa pakai untuk berburu. Apa papa lupa?

"Papa, apa papa lupa membawa senjata papa?"

"Ah! Papa lupa dengan senjata itu. Yah... Kurasa senjata itu tidak terlalu berguna untuk situasi seperti ini."

Tubuh papa sedikit tersentak seperti menyadari sesuatu sambil mengatakan itu.

*Brak*

""!""

Suara itu terdengar dari rumah kami, dan sukses membuat mama dan papa langsung berdiri kaget.

"Hah... Ada apa dengan desa ini? Kenapa TNI mengirim bantuan tanpa henti untuk mengamankan desa ini?"

"Ya, aku juga merasa aneh. Terlebih kenapa pemimpin pusat kita menyuruh kita menyerang desa ini dan menyuruh memastikan tidak ada warga desa yang selamat?"

"Apa pemimpin pusat sudah gila?"

"Hush! Kalau kalian sampai kedengaran oleh pemimpin grup, kalian pasti akan mati karena bicara begitu."

Pembicaraan dari dalam rumah kami itu terdengar olehku dan mungkin juga papa dan mama walaupun suaranya agak samar, dari suaranya yang berbeda-beda kurasa mereka ada 4 orang. Suaranya agak berat, aku kira mereka semua laki-laki.

"Yah, kita bisa menang karena bawahan si Red membantu dalam penyerangan ini."

"Ah, maksudmu wanita cantik itu?"

BLADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang