Chapter 4 : PPR

33 3 0
                                    

"Cih! IAI bajingan."

Suara itu dikeluarkan oleh seorang perempuan berambut merah sepundaknya, mata yang merah bagaikan delima dan mulut yang merah bagaikan darah yang sepertinya baru tiba di sebuah desa, desa ini? Ya tidak salah lagi ini adalah desa di mana Bakir tinggal.

Perempuan tersebut memakai baju berwarna hitam legam dan celana hitam juga, di pinggang kanan perempuan tersebut terdapat sebuah pedang lumayan panjang.

"Sepertinya kita terlambat."

Kali ini suara itu dikeluarkan oleh seseorang berambut panjang warna hitam sangat cantik, mata biru, dan bibir yang sangat basah, sekilas dia nampak seperti perempuan tapi dia seorang lelaki. Hanya wajah dan rambutnya saja yang menunjukkan sesuatu yang sangat anggun, sedangkan tubuhnya sangat berotot dan dibalut dengan baju hitam legam yang nampak sangat sempit di tubuhnya. Di dada laki-laki tersebut terdapat beberapa granat tangan, sedangkan di kedua pinggangnya terdapat dua buah pistol berbeda warna, yang satu di sebelah kanan berwarna putih sedangkan yang sebelah kiri berwarna kuning emas.

"Sera!"

Perempuan yang mengutuk IAI kemudian memanggil perempuan bernama Sera, Sera adalah perempuan yang sangat mirip model karena ia tinggi, ramping, dan dengan rambut biru panjang sepinggang, mata berwarna hitam pekat dan tajam, serta bibir berwarna merah jambu. Bagi setiap lelaki yang melihatnya pasti mereka akan jatuh cinta. Sera memakai baju berwarna hitam legam ditemani senjata berwarna hitam dicampur kuning tua, senjata ini sangat terkenal, ya AK47. Sedangkan dipinggang kanannya terdapat pistol p228 yang berwarna silver.

"Ya tuan putri."

Setelah Sera mendekat ke arah perempuan yang mengutuk IAI tersebut, ia memanggilnya dengan sebutan tersebut.

"Cari penjaganya dan cari di mana dia."

Sambil berkata begitu perempuan yang dipanggil tuan putri tersebut menyerahkan sebuah foto anak-anak yang mungkin berumur 3 tahun sedang mencoba berjalan menuju arah orang yang memfoto kejadian tersebut kepada Sera.

"Dimengerti."

Tanpa mengeluh siapa namanya dan siapa penjaga yang dimaksud oleh tuan putri tersebut, Sera mengambil foto tersebut lalu berjalan ke depan.

"Bagaimana denganku tuan putri?"

Kali ini laki-laki yang wajahnya seperti perempuan mendekat tuan putri.

"Bajingan sepertimu tidak berguna, diam dan tunggu saja."

"Ahhh! Duduk lagi?!"

Karena tidak mendapatkan jawaban yang seperti dia harapkan, lelaki tersebut mengeluh dengan suara yang cukup keras.

"Berisik."

Tuan putri tidak perduli dengan keluhannya dan duduk di depan sebuah rumah yang nampak setengah hangus karena terbakar.

"Uuu..."

Karena tau tidak diperdulikan oleh tuan putri, lelaki tersebut kemudian duduk juga di rumah yang sama dengan tuan putri.

Walaupun lelaki tadi dipanggil dengan "bajingan" dan "tidak berguna", lelaki tersebut tidak tersinggung karena dia telah terbiasa mendengar ejekan dari tuan putri.

"Tapi tuan putri, di sini sangat bau dengan mayat yang sudah busuk."

"Kalau kau tidak kuat, silahkan pulang. Dasar cengeng."

"Bu-Bukan itu maksudku tuan putri."

"Kalau begitu diam saja sampai Sera kembali. Karena bau mulutmu lebih busuk dari mayat di sini."

BLADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang