Pra seleksi yang cukup menyenangkan harus berakhir hari ini tepat pada pukul 2 siang, mengharuskan mereka untuk segera pulang agar bisa mempersiapkan seleksi yang sesungguhnya di hari senin.
Koridor yang mengarah ke parkiran mulai ramai diisi oleh calon anggota OSIS dan MPK, tak terkecuali Selatan yang sudah bersama Raka berjalan kearah parkiran motor. Mengingat motornya tadi pagi mogok dan dibawa ke bengkel oleh teman (?) Kak Marissa, ia segera membujuk Raka agar mau memberikan tumpangan untuknya.
"Selatan! Nih." Lidya tiba-tiba mendekat kearah Selatan sambil memberikan handphonenya.
Tak disangka-sangka, layar handphone tersebut menampilkan panggilan telfon dari Kak Marissa.
"Kok gue? Maksudnya?" Selatan yang kebingungan mengembalikan handphone tersebut ke pemiliknya.
"Ya itu, gue juga mau tau sebenernya kenapa. Lo ngomong dulu sama Kak Maris habis itu gue interogasi lo." Bisik Lidya sambil menatap tajam ke arah Selatan.
Tanpa basa-basi Selatan yang sudah panik, gugup, dan bingung akhirnya setelah menengok kanan kiri menghindari seseorang menguping dan menyebarkan gosip yang tidak-tidak, Selatan menekan tombol speaker pada handphone Lidya, "Halo Kak? Ini Selatan."
"Selatan? Ini gue Marissa, sorry gue ga punya nomor lo jadi gue telfon lewat Lidya, gue tau lo sama Lidya sama-sama ikut seleksi kan?" Sahut Marissa dari arah sana.
"Iya Kak."
"Motor lo udah kelar, lokasi bengkelnya gue share lewat Lidya ya. Forward ke handphone lo aja atau kalau mau pergi sama Lidya juga gapapa, gue tunggu."
Masih dalam kondisi handphone yang di speaker, Lidya dan Raka yang mendengar itu terkejut dan saling bertukar pandangan lalu menatap Selatan dengan tatapan meminta sebuah penjelasan.
"Oke Kak, saya otw ya Kak."
"Oke, hati-hati Selatan." Panggilan telfon tersebut pun diakhiri oleh Marissa.
Selatan hanya menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal untuk menghindari tatapan interogasi dari kedua temannya.
"Lo jelasin ga?"
"Ck! Kalau gue jelasin disini yang ada besok gue jadi bahan gosip, udah buruan forward shareloc nya."
"Ga! Gue mau ikut."
"Terserah lo."
Mengakhiri perdebatan yang tidak ada habisnya itu, Selatan, Raka, dan Lidya segera bergegas meninggalkan sekolah dan menuju ke tempat yang sudah diarahkan oleh Marissa.
Menempuh perjalanan yang menghabiskan waktu sekitar 15 sampai 20 menit, mereka bertiga dikejutkan dengan tempat yang sepertinya tidak cocok untuk dipanggil bengkel.
"Lo baca maps nya yang bener napa, masa ini sih?"
"Sumpah beneran ini, nih lo liat." Raka dan Selatan memperhatikan maps yang ternyata benar menunjukkan bahwa ini tempat untuk tujuan mereka.
Bangunan 3 lantai itu lebih cocok dipanggil dengan perusahaan mobil daripada bengkel motor. Masih dengan keterkejutan mereka, tanpa sadar seseorang berlari dari arah dalam menuju keluar dan menyambut mereka.
"Halo. Kok ga ngabarin kalau udah sampai?"
"Kak Maris? Ini beneran bengkel?" Tanya Lidya yang sedikit tergagap.
"Ya iya bengkelnya ada lantai dua, lantai satu nya showroom mobil, lantai tiga nya cafetaria. Ayo masuk." Marissa mengajak ketiganya untuk masuk kedalam ruangan yang ternyata lebih megah dari dugaan mereka. Ini bukan showroom mobil lagi, ini namanya museum mobil.
"Kalian sudah makan? Lunch dulu yuk." Marissa membuka percakapan saat sudah sampai didalam lift.
"Kak.." Lidya menatap lirih kearah Marissa.
"Iya?"
"Ternyata gosip kalau keluarga Kakak milyarder beneran ya?" Kata-kata tersebut membuat Marissa tertawa kencang, belum lagi dengan ekspresi dari mereka yang menurut Marissa sangat lucu.
"Ngawur Lid." Marissa meredakan tawanya ketika mereka sudah menginjak lantai dua. Dan benar saja, setengah dari ruangan tersebut adalah bengkel motor.
Seseorang dengan postur tinggi menjulang dengan kemeja hitam yang lengannya tergulung berantakan menghampiri mereka. "Maam, ini kuncinya dan motornya disebelah sana." Ia menyodorkan sebuah kunci yang sudah pasti milik Selatan.
"Thanks Rama, istirahat sana diatas."
"After you Maam."
Marissa mengambil kunci motor tersebut dan memberikannya kepada Selatan, "Itu motor lo, turunnya lewat sisi sebelah kiri dari pintu darurat. Mau lunch dulu atau gimana?"
"Ngerepotin Kakak. Ini biaya motor saya berapa Kak?"
"Santai aja, ga usah bayar. Di benerin dikit doang."
"Jangan Kak, saya ga enak. Banyak ngerepotin Kakak hari ini."
"Gue senang banget direpotin." Marissa tersenyum menatap Selatan. Seakan menyerap sesuatu, melihat senyuman tersebut Selatan merasakan sesuatu yang hampa dibalik itu.
"Kakak kok bisa bawa motornya Selatan?" Oh astaga Lidya dengan segala keinginantahuannya.
Marissa menanggapi dengan jahil, menaikkan kedua alisnya sambil mengajak mereka untuk lunch bersama di cafetaria.
Sesampainya mereka di cafetaria, mereka berempat mulai memesan paket lunch sambil Marissa menceritakan kejadian tadi pagi. Semuanya mengalir dengan lancar, sesekali mereka tertawa menanggapi kesialan Selatan tadi pagi atau mendengarkan cerita kegiatan pra seleksi tadi.
"Kak Maris, Kakak part time disini?" Celetuk Raka disela-sela makannya.
"Enggak, gue bantu-bantu doang sih. Ini usaha teman gue yang doyan otomotif."
"Oh gitu.. Lidya kira usaha keluarga Kakak."
"Enggak kok, gue ga sekaya itu. Btw Selatan, Kak Lia ada ngomong apa pas lo ngasih tote bag nya?"
"Oh itu dari Kak Maris?" Lidya terkejut mendengar pertanyaan Marissa.
"Iya, cardigan Kak Lia yang ketinggalan pas lagi nginap dirumah."
"Maaf Kak, tadi saya ga berani kasih langsung jadi saya tulis di kertas kalau itu dari Kak Maris, terus saya taruh di samping tumpukan tas." Jawaban Selatan menimbulkan kerutan bingung dari wajah Marissa.
"Kenapa ga berani?"
"Iya, lo kenapa ga berani Tan? Kak Lia tadi sampai nanya loh, ada yang liat Kak Maris ga tadi." Raka menyambung pertanyaan Marissa.
"Saya bingung Kak jelasinnya gimana kalau Kak Lia tanya kenapa tote bag dari Kakak saya yang kasih."
"Tinggal jawab kalau tadi lo gue yang antar kan?" Tepat setelah kalimat itu, seketika mereka semua terdiam, tidak berniat merespon sama sekali. "Takut ditanyain panjang lebar ya?" Sambung Marissa.
"Paham sih Kak, jelas takut ditanyain Kak si Selatan. Belum lagi kalau teman-teman seleksi tadi tau, besok pasti sekolah penuh gosip." Cicit Lidya pelan.
"Oh gitu. Oke deh, ga masalah yang penting tote bag nya sampai di Kak Lia. Nanti biar gue buat fake scenario kalau gue kesekolah dan buru-buru pulang jadinya ga sempat ketemu. Sorry ya Selatan kalau gue buat lo susah tadi. Gue pastiin besok ga ada gosip apapun."
"Gapapa Kak, hitung-hitung balasan buat tumpangan Kakak tadi pagi, sama motor saya."
Setelah menyelesaikan makan siang tersebut, akhirnya mereka berempat kembali kelantai dua untuk mengambil motor Selatan, dan ketiganya pun pamit pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into You; Marissa Fajarasha
Teen FictionGue ga tau kenapa gue bisa suka sama Kak Marissa, gue bahkan juga ga tau yang gue rasain sekarang itu perasaan suka, sayang, atau cinta ke Kak Marissa. 2 permen dan senyum itu punya Kak Marissa. Sifat gue yang kurang menguntungkan untuk tau segala...