Seperti yang sudah direncanakan Wirawan, Baskara harus melanjutkan pendidikannya di Indonesia. Memang sejak awal kepergian Baskara untuk melanjutkan sekolah menengah atasnya di Korea tidak atas restu ayahnya, maka ketika hal ini terjadi pula yang menjadi alasan besar ayahnya untuk kembali mengajak Baskara tinggal di Jakarta, meskipun laki-laki itu akan tetap saja sibuk.
Baskara turun dari mobil yang dikendarai oleh Pak Ilham. Ditatapnya sekolah yang cukup megah itu di hadapannya, matanya mengitari sekelilingnya. Lingkungan baru yang mulai saat ini akan selalu berdampingan dengan dirinya, juga menjadi alasan untuk ia bisa mencari poin-poin penting tentang Mawar, ibu Baskara.
"BASKARA!!!"
Lantas ia sontak menolehkan kepalanya, tepat sesuai dugaannya. Laki-laki yang sudah berhasil merangkulnya itu Kevin.
"Ada kemajuan ya lo Vin..." kata Baskara sembari tertawa.
Sementara Kevin mengernyit heran, "hah gimana?"
"Yang gue tau lo itu selama sekolah pasti selalu dateng setelah satu jam pelajaran habis, bahkan ya... bahkan lo on the way dari rumah ketika bel sekolah bunyi! Lah ini lo udah sampe aja jam segini, makanya gue heran dikit," kata Baskara sembari melepas rangkulan temannya itu.
Kevin mengangkat bibirnya jengkel, sialnya laki-laki itu masih saja ingat kebiasaan dirinya. Terkesan sebuah ciri khas dan melekat. Ia kepikiran gawat juga kalau satu persatu rahasia yang diketahui temannya itu bisa bocor, bisa gawat reputasi dia di sekolah ini. Reputasi yang sudah dia bangun satu tahun belakangan ini masa harus hancur sia-sia. Semakin dia membayangkan semakin rasanya dia ingin menjambak rambut sahabatnya itu.
Kevin menyodorkan almamater yang ia letakkan dilengan, sementara Baskara melirik tanpa rasa tertarik sama sekali.
"Untung lo murid pindahan Bas, kalo murid baru enak sekalian gue ospek lo dilapangan," ia mendekatkan bibirnya dengan telinga Baskara, "gue tatar lo sampe mampus!"
Baskara menatap satu temannya itu dengan tatapan iba, bukan takut atau murka sedikitpun. Sementara Kevin mengakhiri kalimatnya dengan gelak tawa menindas.
"Yang ada lo yang gue tatar, gak inget lo kisah terakhir kita di gelanggang?" kata Baskara membalas cuitan Kevin tadi, sebelah alisnya menaik berusaha meledek Kevin.
Ya, kalau diingat-ingat memang terakhir kali mereka tanding bersama sebagai rival Kevin kalah ditangan Baskara. Laki-laki itu kehabisan tenaga diakhir-akhir poin penentuan. Saat itu juga terakhir mereka tanding sebagai lawan sebelum Baskara terbang ke negeri Sakura.
"Yaelah hoki aja lo itu mah... udah ya gue duluan. Mesti buru-buru buat briefingin panitia ospek, lo duluan aja cari kelas. Oiya, kabarin ya kelas lo dimana," Kevin kembali merangkul bahu Baskara yang membuat jarak keduanya menjadi satu senti, "gue masih pengen kangen-kangen sama lo, oke Babas?" kemudian laki-laki itu mengangguk-anggukkan kepala yang membuat kalimatnya terkesan seperti sebuah permohonan sembari memberi flying kiss.
Baskara masih tersentak menatapi temannya yang telah pergi tertelan dinding diujung lorong, "bisa gila!" umpatnya sembari mengacak-acak rambutnya lalu ia kembali mengambil langkahnya.
---
Baskara menyisiri lorong kelas, setelah menghabisi sesi perkenalan siswa baru di depan kelas dan melewati dua jam pelajaran akhirnya ia bisa berkeliling. Perlu tahu banyak hal baru agar ia bisa mengetahui lebih jauh tentang sekolah ini. Laki-laki itu berjalan sendiri, melintasi beberapa siswa Tingkat pertama yang memakai atribut-atribut pelengkap masa orientasi mereka. Tatapannya bergantian melihat Baskara dengan saksama. Terkesan kagum dan terpana dengan pesona yang dimiliki Baskara. Tapi, laki-laki itu tidak sedikitpun menghiraukan mereka, langkahnya tetap fokus mengamati apa yang dijejaki matanya.
"Bas!!!"
Laki-laki itu menghentikkan kakinya.
"Kenapa gak minta bantuan gue aja kalo mau keliling sekolah?"
Baskara dan Kevin kembali melangkahkan kakinya, "santai aja, lo juga sibuk banget gue liat."
"Justru gue lagi senggang, anak-anak lagi pada ngumpulin tanda tangan osis. Gue kabur aja biar mereka nyari," Kevin tertawa geli.
"Sok cakep lo!"
Kevin berdecak jengkel, temannya itu selalu gengsi. Langkah keduanya berhenti hingga menduduki taman belakang sekolah. Kevin menduduki kursi yang terpampang rapi di sana.
"Sejauh apa lo tau tentang sekolah ini Vin?"
Baskara masih mengitari taman itu, tatapannya sesekali mendarat ke arah Kevin.
"Biasa aja sih. Eh maksud lo gimana? Gak ngerti gue."
"Ya... lo kan osis mungkin lo tau banyak tentang sesuatu hal...penting di sekolah ini?"
Kevin menghampiri Baskara, "iya gue emang ketua osis disini. Tapi itu juga baru berjalan, sedikit banyak gue tau. Yang lo maksud sesuatu hal penting itu apa, gak ngerti gue."
Baskara menggeleng, mengakhiri pertanyaan itu sampai dikepalanya saja.
"Kak Kevin?"
Kevin menoleh menuju sumber suara, "ketauan juga gue!"
Baskara tertawa tipis, sementara Kevin menyauti gadis yang memanggil namanya, "sini kalo mau minta tanda tangan."
Gadis itu manggut, langkahnya mengarah mendekati Kevin dan Baskara ditengah taman.
"udah tau keywordnya?"
Baskara masih menatap hal lain disekelilingnya, hanya telinganya saja yang bekerja mendengar percakapan mereka.
Gadis itu masih menggenggam buku dikedua tangannya, matanya melirik berusaha berpikir tentang apa yang dimaksud oleh Kevin.
"belum tau? Berarti gak nyimak pembacaan rulesnya ya?"
Gadis itu sedikit membuka mulutnya, ia ingin mengeluarkan yang ada dikepalanya tetapi hatinya begitu ragu, "Kak Kevin Virgie Atmojo izin meminta tanda tangannya."
Kevin menggeleng. Gadis itu menggigit bibir dan mengulum bibirnya berkali-kali. Semakin gugup, semakin gemas Kevin melihatnya.
"Kak Kevin Virgie Atmojo ketua osis SMA Pelita Bangsa izin meminta tangannya."
Kevin kembali menggeleng, "kalimatnya salah dan buat apa kamu minta tangan saya? Mau nyebrang?" katanya diakhiri tawa kecil.
Mata gadis itu terbelalak, bahkan sangking gugupnya ia sampai tidak sadar apa yang dikatakan, kalau boleh pergi, ia lebih memilih pergi daripada berhubungan dengan ketua osis seperti Kevin.
"Kak Kevin Virgie Atmojo ketua osis SMA Pelita Bangsa yang tampan adil dan bijaksana, saya izin meminta tanda tangannya?" ucapnya lagi dengan nada sedikit ditekankan.
Mendengar ucapan permintaan yang terkini, Kevin membelalakkan matanya kaget. Sementara Baskara mengernyit heran, hal aneh apa yang sedari tadi terjadi didekatnya. Hal aneh jijik dan membuatnya sangat mual.
Lantas Kevin mengembalikan buku kepada gadis itu, "siapa namanya, boleh saya baca papan namanya?"
Gadis itu menegakkan tubuhnya, menampilkan papan nama yang tergantung dilehernya.
"Iswara Malini Lituhayu Sundara..." ucap Kevin mengeja nama gadis itu, sontak Baskara membalikkan tubuhnya, "terima kasih, nama yang cantik."
Gadis itu meninggalkan Baskara dan Kevin di taman. Baskara masih menatap gadis itu meski sudah hilang dikejauhan, nama yang bahkan tidak pernah terdengar asing di kepalanya sejak 12 tahun lalu. Yang di kepalanya hanya apakah nama itu benar seperti apa yang ada dikepalanya.
"Cantik Bas?"
Baskara melepaskan pandangannya, menatap temannya dengan kesal, "gak liat."
Baskara melangkahkan kakinya meninggalkan Kevin dibelakang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dakshina
Teen FictionKepergian ibunya yang terbilang mendadak membuat bongkahan pertanyaan dikepalanya. Kalau saja dahulu ia tidak menuruti egonya, mungkin saja hatinya masih terhitung utuh. Katanya, setiap yang kita anggap penyakit cepat atau lambat akan menemukan pena...