4. Menghadapi Tantangan Hidup

251 52 5
                                    

Sudah beberapa bulan sejak Gangtae dan Jungse pindah kembali ke desa. Meskipun Gangtae telah menemukan beberapa pekerjaan sementara di sekitar desa, tantangan keuangan dan sosial masih ada di depan mereka. Meskipun demikian, kehidupan mereka mulai menemukan kedamaian dan kestabilan yang mereka cari di desa kecil ini.

Suatu pagi yang cerah, Gangtae sedang membantu Pak Kim memperbaiki pagar di halaman belakang rumahnya. Jungse, duduk di bawah pohon dengan senyum lembut di wajahnya, sibuk memainkan mainan kesayangannya. Gangtae, sambil mengayunkan palu dengan hati-hati, terus berpikir tentang masa depan mereka.

“Moon Gangtae-ssi!” terdengar suara dari seberang jalan. Gangtae menoleh dan melihat tetangga mereka, Pak Lee, menghampirinya dengan senyuman ramah.

“Halo, Pak Lee,” sapa Gangtae sopan.

“Bagaimana keadaannya hari ini? Dia tampak bahagia sekali,” ujar Pak Lee sambil mengangguk ke arah Jungse.

Gangtae tersenyum bangga. “Kami baik-baik saja, Pak. Dia senang bisa menghabiskan waktu di desa ini.”

Pak Lee mengangguk mengerti. “Kamu tahu, warga desa sangat menghargai ketekunanmu merawat Jungse di sini. Kami tahu betapa sulitnya situasi di ibukota, dan kami bersyukur bisa membantumu sebisa kami.”

Gangtae mengangguk tulus. “Terima kasih, Pak Lee. Kami sangat berterima kasih atas bantuan dan dukungan dari semua orang di sini.”

Pak Lee menepuk bahunya dengan ramah. “Kamu dan Jungse selalu dipandang sebagai bagian dari keluarga di sini. Kami semua berharap yang terbaik untuk kalian berdua.”

Setelah Pak Lee pergi, Gangtae duduk di samping Jungse dan memandang sekeliling desa dengan perasaan syukur. Meskipun tantangan masih ada, Gangtae merasa lega bahwa mereka telah menemukan tempat di mana mereka diterima dan dihargai.

Di rumah keluarganya di desa, Mijeong masih menjalani hari-harinya seperti biasa. Namun, kehadiran Gangtae dan Jungse di desa sering kali menghantuinya dalam pikirannya. Ia sering merenungkan perjalanan hidup mereka berdua, serta bagaimana mereka bisa bertahan dan bahkan menemukan kedamaian di tengah keadaan sulit.

Suatu sore, setelah hari yang panjang di kantor, Mijeong duduk sendiri di ruang tamu rumahnya. Ia memandang keluar jendela besar yang menghadap ke ladang hijau di belakang rumah, merenungkan banyak hal.

Dalam keheningan rumah yang tenang, ibunya datang menghampiri dengan secangkir teh hangat. “Mijeong-ah, bagaimana hari ini di kantor?”

Mijeong tersenyum tipis saat menerima teh dari ibunya. “Hari ini lumayan sibuk, Eomma. Tapi aku bersyukur bisa pulang ke sini dan melihat pemandangan indah ini setiap hari.”

Ibunya duduk di samping Mijeong. “Bagaimana dengan tetangga baru kita? Apa pendapatmu tentang mereka?”

Mijeong memandang ibunya dengan ekspresi ragu. “Mereka terlihat baik-baik saja. Tapi ada sesuatu yang aneh...”

Ibunya mengangguk mengerti. “Apa yang kamu maksud?”

Mijeong memikirkan kata-kata yang tepat. “Aku tidak tahu, eomma. Mereka terlihat... kuat. Terutama Gangtae-ssi. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup di ibukota seperti itu dan kemudian memutuskan untuk pindah ke sini. Ketika dia tersenyum pada orang lain, matanya tidak memancarkan itu.”

Ibunya meletakkan tangannya di tangan Mijeong dengan lembut. “Setiap orang punya cerita hidup mereka sendiri, Mijeong-ah. Mungkin mereka memang sedang mencari kedamaian dan kebahagiaan yang tidak mereka temukan di tempat lain.”

Mijeong mengangguk, merenungkan kata-kata ibunya. “Aku rasa begitu juga. Aku hanya ingin tahu lebih banyak tentang mereka, lebih dari sekadar tetangga baru.”

✅Notes Of Diary | Kim Soohyun Kim Jiwon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang