7. Orang Sirik

204 43 0
                                    

Dengan ladang Pak Lee sekarang di bawah tanggung jawabnya, Gangtae mulai belajar lebih banyak tentang pertanian. Warga desa dengan sukarela membantu dan memberikan nasihat. Setiap hari adalah pelajaran baru, dan Gangtae bertekad untuk menjaga ladang itu sebaik mungkin.

Saat mereka duduk bersama menikmati makan siang, tiba-tiba terdengar suara gemerisik dari semak-semak. Gangtae melihat seorang pria asing yang tampak tidak ramah mendekati mereka.

"Halo, aku dengar kau yang sekarang mengelola ladang ini," kata pria itu dengan nada sinis.

Gangtae berdiri, menatap pria itu dengan tegas. "Iya, benar. Ada yang bisa saya bantu?"

Pria itu tersenyum dingin. "Hati-hati dengan ladang ini. Banyak yang mengincarnya. Kau tidak tahu masalah apa yang mungkin datang."

Mijeong merasakan ketegangan meningkat. "Siapa kau? Dan apa maksudmu?"

Pria itu tertawa kecil. "Hanya peringatan, nona. Jangan terlalu nyaman di sini."

Setelah pria itu pergi, Gangtae dan Mijeong saling berpandangan, merasa cemas dengan ancaman yang tidak terduga itu. Gangtae mengepalkan tangannya, bertekad untuk melindungi ladang dan orang-orang yang ia sayangi.

Malam tiba, dan Gangtae kembali ke rumah setelah bekerja seharian di ladang. Pikiran tentang ancaman dari pria asing yang mereka temui siang tadi terus menghantui benaknya. Namun, ia bertekad untuk tetap waspada dan menjaga ladang dengan baik.

Keesokan paginya, ketika Gangtae kembali ke ladang, ia menemukan tanda-tanda aneh. Tanaman yang sebelumnya subur kini terlihat layu dan rusak. Gangtae segera menyadari ada yang tidak beres. Ia mengamati lebih dekat dan menemukan hama di daun-daun tanaman.

Sontak, kekhawatirannya berubah menjadi kemarahan. Ia teringat pada pria asing yang mengancamnya sehari sebelumnya. Gangtae segera mencari bantuan dari warga desa.

Pak Kim, salah satu tetangga yang berpengalaman dalam pertanian, segera datang untuk melihat kondisi ladang. "Gangtae-ssi, ini bukan hal biasa. Seseorang dengan sengaja menyebarkan hama di ladangmu."

Gangtae mengepalkan tangannya, berusaha menahan amarahnya. "Aku tahu siapa yang melakukannya. Dia datang kemarin dan mengancamku."

Mijeong, yang datang untuk membantu, menatap Gangtae dengan cemas. "Kita harus melakukan sesuatu. Tidak mungkin kita diam saja."

Pak Kim mengangguk. "Kami akan membantu sebisa mungkin. Tapi pertama-tama, kita harus membersihkan hama ini sebelum merusak seluruh ladang."

Mijeong memegang tangan Gangtae, mencoba menenangkan dirinya. "Kita akan melewati ini bersama. Jangan khawatir, Gangtae-ssi."

Gangtae menghela napas, merasa sedikit lega dengan dukungan dari Mijeong dan warga desa. "Terima kasih, Mijeong-ssi. Terima kasih, semuanya."

Beberapa hari berikutnya, warga desa bekerja bahu-membahu bersama Gangtae untuk membersihkan ladang dari hama. Mereka menggunakan segala cara yang mereka tahu untuk mengatasi masalah tersebut. Meskipun berat, perlahan-lahan mereka berhasil mengendalikan situasi.

Namun, masalah belum selesai. Pria yang iri terhadap Gangtae terus mengintai, berusaha mencari celah untuk menghancurkan usaha Gangtae.

Suatu malam, setelah seharian bekerja keras, Gangtae dan Mijeong duduk di bawah pohon besar di tepi ladang, menikmati angin malam yang sejuk. Mijeong menatap bintang-bintang di langit, merasa tenang meskipun banyak masalah yang mereka hadapi.

"Yeom Mijeong, terima kasih sudah selalu ada untukku. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan tanpa dukunganmu," kata Gangtae dengan suara lembut.

Mijeong tersenyum, menatap Gangtae. "Kita semua punya bagian dalam perjalanan ini, Gangtae-ssi. Aku senang bisa bersamamu."

Gangtae menatap mata Mijeong, merasakan kehangatan yang selama ini ia cari. "Aku juga, Mijeong-ssi. Aku sangat berterima kasih atas kehadiranmu dalam hidupku."

Mijeong tersipu, tapi hatinya berdebar kencang. "Gangtae-ssi, aku... aku juga punya perasaan yang sama. Kau membuatku merasa dihargai dan diinginkan. Aku merasa kita bisa melalui semua ini bersama."

Gangtae tersenyum lebar, merasakan beban di pundaknya sedikit terangkat. "Aku berjanji akan menjaga dan melindungimu, Mijeong-ssi. Apapun yang terjadi, aku akan selalu ada untukmu."

Mijeong mengangguk, merasakan cinta dan kepercayaan yang tulus dari Gangtae. Mereka berdua saling berpelukan, menemukan kekuatan dalam kebersamaan dan cinta yang tumbuh di antara mereka.

Dengan dukungan Mijeong dan warga desa, Gangtae yakin bahwa mereka bisa mengatasi semua rintangan. Mereka akan terus berjuang bersama, menjaga warisan Pak Lee dan membangun masa depan yang lebih baik.

Keesokan paginya, Gangtae dan Mijeong kembali ke ladang untuk melanjutkan pekerjaan mereka. Di tengah suasana yang tenang, tiba-tiba terdengar suara gaduh dari arah jalan desa. Warga desa berlari ke arah ladang dengan wajah-wajah cemas dan marah.

Pak Kim, yang memimpin rombongan warga, berteriak, "Gangtae-ssi, Mijeong-ssi, kami menemukan sesuatu!"

Gangtae dan Mijeong segera mendekat, mengikuti Pak Kim ke arah kerumunan warga. Di tengah kerumunan, seorang pria terlihat tertangkap basah dengan kantong berisi hama. Pria itu adalah orang yang sebelumnya mengancam Gangtae.

"Ini dia pelakunya! Kami menangkapnya saat dia mencoba menyebarkan hama lagi di ladangmu!" seru Pak Kim dengan marah.

Warga desa beramai-ramai mengecam pria itu, mengungkapkan kekecewaan dan kemarahan mereka. Pria itu hanya tertunduk, tidak berani menatap wajah-wajah yang marah di sekelilingnya.

Gangtae maju, menatap pria itu dengan tegas. "Kenapa kau melakukan ini? Apa yang kau dapatkan dari merusak ladang kami?"

Pria itu gemetar, suaranya terdengar patah-patah. "Aku... aku hanya iri. Kenapa kau yang mendapatkan ladang ini secara cuma-cuma sementara aku harus berjuang keras?"

Gangtae menghela napas, merasa campuran antara marah dan iba. "Iri hati tidak akan membawa kebaikan. Ladang ini adalah warisan dari Pak Lee, dan aku berusaha menjaga dan merawatnya dengan baik."

Pak Kim mengangguk. "Kita harus membawa dia ke polisi. Ini adalah tindakan kriminal yang tidak bisa dibiarkan."

Warga desa setuju, dan mereka bersama-sama membawa pria itu ke kantor polisi desa. Polisi segera menangani kasus ini dan berjanji untuk mengambil tindakan hukum yang sesuai.

Setelah pria itu dibawa pergi, warga desa kembali ke ladang Gangtae. Mereka memastikan bahwa tidak ada lagi hama yang tersisa dan berjanji untuk membantu Gangtae menjaga ladang dengan lebih ketat.

Mijeong meremas tangan Gangtae dengan lembut, memberikan dukungan yang ia butuhkan. "Kita telah melalui banyak hal, Gangtae-ssi. Tapi kita bisa mengatasi ini. Warga desa ada di belakangmu."

Gangtae tersenyum dengan rasa syukur. "Terima kasih, Mijeong-ssi. Aku merasa lebih kuat dengan dukunganmu dan warga desa."

Pak Kim mendekat dan menepuk bahu Gangtae. "Kami semua di sini untuk mendukungmu. Kau adalah bagian dari keluarga desa ini sekarang."

Gangtae merasa hatinya hangat. Ia tahu bahwa dengan dukungan dari Mijeong dan warga desa, ia bisa mengatasi semua rintangan. Mereka bersama-sama menjaga ladang Pak Lee dan memastikan bahwa warisan itu tetap terjaga dengan baik.

Dengan semangat baru, Gangtae kembali bekerja di ladang, merasa lebih kuat dari sebelumnya. Mijeong selalu berada di sisinya, memberikan dukungan dan cinta yang ia butuhkan. Mereka tahu bahwa bersama-sama, mereka bisa mengatasi apapun yang menghadang mereka.

"Tapi ngomong-ngomong kepala desa, aku kira kau dan Yeom Mijeong berkencan."

Lantas kedua orang itu bertatapan, bingung mau menjawab apa.

✅Notes Of Diary | Kim Soohyun Kim Jiwon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang