05: Berkilau

27 8 4
                                    

catatan:
2,5 kata. Kayaknya emang lagi demen ngetik panjang-panjang, haha! Terus, hati-hati dengan dialog sedikit tak senonoh di bab ini. Enjoy!

•••

Meski para hero dan heroine seringkali terselip di antara obrolan akrabnya dengan Jordan, nyatanya dunia di balik kacamata Jaka tak bisa goyah teralih oleh keberadaan Harmoni. Malah, makin tak beres. Jaka mengenal dirinya sebagai pribadi yang bodo amat, justru menjadi ingin mengetahui amat. Pengamatan dan mulutnya, sama-sama mengunci rapat.

Untuk Harmoni Permata.

Oh, permata. Berkilau, mahal, dan disukai banyak orang. Lebih dalam Jaka merenungi arti nama lengkap si gadis yang pertama kali mengetahui watak aslinya selain keluarga, lebih dalam lagi rasa iri menggali menuju bagian paling terpencil di dalam dirinya. Lubuk hati.

Jaka tak bisa seperti itu.

Nama depan yang dimiliki si gadis berponi tak efektif untuk memberhentikan kecemburuan yang makin terperosok. Harmoni, berarti menciptakan keindahan dalam keselarasan. Bagaimana yang punya nama bisa menyesuaikan keadaan sekitarnya, menjadi indah dan bahkan memperindah. Tutur dan tawanya yang menjadi perantara adanya estetika euforia yang memengaruhi orang-orang.

Dan baru-baru ini, Jaka tertegun sekaligus tak heran ketika Jordan bilang kalau Harmoni adalah teman semasa kecilnya yang baru berpapasan duduk di barisan kursi SMA. Laki-laki berkulit sawo matang itu yang menceritakan sendiri dengan alasan dia memperhatikan gerak-gerik si paling jenius di kelas 11 IPS 1.

"Soalnya lo udah biasa cuek orangnya. Jadi, sekalinya kepo, ketebak banget. Bahkan semisalnya anak SD pun, bisa baca tindakan lo yang celingak-celinguk cariin Harmoni."

Memang benar kata Akang, jangan asik sendiri kalau tengah berhadapan dengan lawan bicara. Jaka yang pada dasarnya agak bebal, malah tersedak minum dari botol biru merek kaum mayoritas.

"Pelan-pelan, Jak." Telat, Jordan. Orangnya saja sudah batuk-batuk, baru diperingatkan.

Kedekatan mereka, Jaka sekarang bisa mengartikan sebagai yang Jordan tuturkan. Sohib kanak-kanaknya. Sekaligus musuh terakrab. Khawatir membanjiri perasaan Jaka. Ini gila! Karena Harmoni, dirinya mulai mempertanyakan teori-teori sembarang. Tidak hitung-hitungan, hanya ada prasangka asal. Mengenai gadis mungil itu.

"Lo suka, ya?" tebak Jordan yang menyeringai menggoda.

Melotot, lalu menyanggah dengan suara yang tenang. "Ngawur, mana ada." Biar dirinya tidak makin basah akibat siraman-siraman yang penuh duga dari Jordan.

"Jak," panggil teman sebangkunya bersuara pelan sekali. "Kayak yang gue bilang, Harmoni itu teman gue waktu kecil. Ini kedengeran bego, sih, tapi bahkan kita udah kenal satu sama lain dari orok. Kami tumbuh bareng sebagai tetangga dan musuh abadi. Cuma, ya, sampai kelas 3 SD. She moved on to somewhere with her family. That's all."

Musuh abadi, itu sungguhan. Baik Harmoni maupun Jaka, label itu diterapkan sampai sekarang, sekiranya berjumpa lagi. Sebab-akibat dari kepindahan Harmoni tak Jordan paparkan. Walau ingin menguaknya, rasanya Jaka hanya akan memasuki ranah privasi orang lain.

Dilansir dari klub sastra yang dimasuki, ada Maxim Gorky yang dibahas. Sosok yang menciptakan aliran realisme sosial. Seorang sastrawan Rusia yang menciptakan karya-karyanya yang mutakhir karena berpihak pada golongan petani dan pekerja. 'Maatj' atau dalam bahasa Indonesianya adalah Ibunda, judul roman yang paling digemari. Singkatnya, mentor klub menceritakan perjalanan hidup Gorky.

Yang paling menempel di dinding ingatan Jaka adalah judul dari salah satu artikel yang dibuat oleh Gorky. 'The People Must Know Their History!' 'Rakyat Harus Tahu sejarahnya!' Diterangkannya memang begitu, tetapi untuk situasi ini Jaka menangkap artinya secara telanjang. Bukan rakyat, tetapi orang-orang.

My Hero(ine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang