02: Penasaran

42 12 9
                                    

catatan:
Jadi begini, aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk buat chapter ini menjadi singkat, padat, dan menarik. Tapi entah kenapa hasilnya agak lain /nangis/

•••

Setelah kejadian yang Jaka enggan untuk membahas, pemuda itu belum pernah lagi berbicara pada Harmoni. Pembicaraan dan momen mereka ialah angka yang saling menjumlahkan satu sama lain, Jaka merasa kembali di angka nol setelah itu. Kembali menjadi seperti awal yang biasa di antara keduanya. Hanya rekan sekelas.

Bila Jaka menyebutkan apa saja di dalam diri Harmoni, dia dengan santai akan bilang bahwa gadis itu merupakan sosok aktif yang dapat mengimbangi antara belajar dengan pertemanan. Sesuatu yang sebetulnya Jaka sedikit iri. Dia tak pernah benar-benar mempunyai teman.

Lantas, apakah Jaka merasa kesepian? Tidak juga. Terkadang dia terganggu bila didekati orang asing. Cukup keluarganya saja yang memiliki porsi spesial dalam kehidupannya. Lagi pula, watak alaminya seolah mendorongnya untuk tak berteman dengan siapapun. Apatis.

"Mandangin terus. Naksir, Bro?"

Bahu Jaka terhenyak dan segera menatap tajam pada rekan sebangkunya. Jordan Prakoso. Bertampang sawo matang dengan sifat tengilnya. Jaka menormalkan tingkah lakunya. Ini gue ngapain tadi, anjir?!

"Sok tau," balas Jaka sehemat-hematnya.

"Maca ci?" Nada menggoda dari Jordan membuat Jaka jijik sendiri.

Jaka malas untuk membalas. Tak ada percakapan lagi untuk beberapa saat dikarenakan Jordan sibuk menyantap kwetiau yang dicampur dengan nasi yang dibawa dari rumah. Prinsip yang dipegang Jordan kuat sekali menurut Jaka. Gak nasi gak makan.

Lebih baik Jaka mempersiapkan buku untuk pelajaran berikutnya. Maka dari itu, Jaka mengeluarkan buku paket dan tulis dari tas. Jordan yang menyaksikan geleng-geleng kepala. Dasar anak rajin.

Jaka mengeluarkan napasnya lebih kencang seolah tahu ditatap begitu.

Dan bel masuk berdering menggaung di penjuru sekolah. Di saat yang sama, Pak Mandra, guru Geografi memasuki kelas. Yah, nasib kelas langsung di samping ruang guru. Sangat jarang guru-guru tak mengajar di sini. Kegiatan belajar mengajar kembali dimulai.

•••

"Ini kerkom mau di mana dan kapan?" Jaka membuka pembicaraan pada tiga orang di hadapannya setelah Pak Mandra memberi tugas kelompok dengan batas waktu minggu depan. Membuat flip book tentang materi berbagai jenis tanah dan tingkat kesuburannya.

"Gue bisa semua hari kecuali Minggu. Soalnya ada acara keluarga besar ke luar kota. Kalo masalah rumah siapa, gue sih bebas. Kalo di rumah gue mah ayo tapi masalahnya jauh." Donna angkat suara.

"Gue kapan aja juga siap. Asal jangan di rumah gue," sahut Harmoni selagi punggungnya dia sandarkan pada bangku.

Donna terheran dengan alasan Harmoni. "Lah, kenapa?"

"Eh, ni orang," kata Harmoni gemas yang mengabaikan pertanyaan Donna dan mengambil ponsel milik Jordan tiba-tiba.

"Kenapa sih anjir?" kesal Jordan.

"Lo yang kenapa! Semuanya lagi diskusiin kerkom, lo malah asik push rank!" omel Harmoni dengan tatapan sebalnya.

"Oh, gak gue backing nanti pas main," ancam Jordan bersama seringainya. Harmoni mendengkus tak suka.

"Gue lagi bosen main game online."

"Benarkah, Dik?"

"Terserah."

"Kok meragukan, yah?"

"Justru lo yang meragukan di sini buat diajak kerkom. Rata-rata lo kalo diajakin kerkom, cuma numpang patungan doang!"

My Hero(ine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang