4. Chameleon?

18 2 4
                                    

Relin sempat dibuat takjub dengan apartemen yang Marvel berikan, selain mewah fasilitas di sana juga sangat lengkap. Sedetik kemudian gadis berkulit putih pucat itu berdecak saat mengetahui hanya ada satu kamar di sana. Sepertinya ayah mertuanya sengaja.

Mau tak mau ia akan tidur sekamar dengan Lyon. Relin membawa langkahnya menyusul Lyon yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar.

Ceklek

Saat pintu terbuka hal pertama yang ia lihat adalah desain kamar yang tampak elegan dengan ranjang king size yang terlihat begitu nyaman dan dua buah koper di samping ranjang.

Pandangannya mengedar keseluruhan penjuru ruangan, namun orang yang ia cari tidak terlihat keberadaannya. Padahal Lyon masuk lebih dulu darinya. Tapi tak lama setelahnya dapat ia dengar suara gemercik air yang berasal dari arah kamar mandi.

Ah, sedang mandi.

Matanya kembali menatap ranjang king size itu penuh minat dan tanpa ba-bi-bu, ia langsung saja menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur empuk itu. Melemaskan sendi-sendi pada tubuhnya yang terasa sangat kaku dan pegal.

Bayangkan saja ketika ia baru sampai di Indonesia sudah mendapat masalah yang membuat dirinya tidak sempat beristirahat dengan tenang. Dan di pagi hari sekali ia sudah harus bangun bersiap untuk menikah dengan Lyon. Oh sungguh sangat melelahkan.

Relin mulai memejamkan mata sayu miliknya, ia berniat mengistirahatkan tubuhnya sejenak dan nanti setelah terbangun ia bisa langsung mandi dan makan malam. Jujur saja perutnya sudah sangat keroncongan, tapi disisi lain ia juga sangat mengantuk.

Baru saja ia akan memasuki alam mimpi, tapi suara pintu terbuka membuatnya reflek membuka kelopak mata. Ia tolehkan kepalanya ke asal suara dan matanya dapat menangkap sosok Lyon yang berdiri di depan sana dalam keadaan shirtless.

"ARRGH!"

Lyon menatap Relin horor, ia reflek membalikkan tubuhnya dengan kedua tangan yang menyilang di depan dada.

Aneh. Itulah yang ada di benak Relin saat Lyon berteriak histeris ketika melihatnya. Apa wajahnya terlihat menyeramkan? Ataukah karena pemuda itu yang tidak mengenakan baju di tubuhnya?

Sebenarnya Relin biasa saja melihat Lyon bertelanjang dada, sebab di negara tempatnya tinggal hal seperti itu sudah wajar dan tidak mengagetkan lagi.

Lyon menatap dirinya sendiri yang   saat ini tidak memakai apapun di tubuh atletisnya. Hanya terdapat handuk kecil yang melilit area pinggang hingga lututnya. Sehingga ia dapat dengan jelas melihat tubuh atasnya yang shirtless membuat perut sixpack-nya terpampang dengan nyata.

Pipinya seketika memerah, Lyon merasa sangat malu seumur-umur baru kali ini seorang gadis melihat tubuhnya yang shirtless bahkan pacarnya saja tidak pernah.

Lyon merutuki Relin dalam hati, ingin rasanya ia membanting tubuh ringkih itu hingga hancur lebur tak tersisa.

"L-Lo ngapain di sini?" tanya Lyon sewot.

Merasa pertanyaan itu dilayangkan untuknya, Relin pun menjawab dengan santai. "Tidur. Kamarnya cuman ada satu."

"Ya terus kalo kamarnya cuma ada satu, Lo bisa tidur di sini gitu? Gak ya. Gue gak sudi tidur sekamar sama Lo," ucap Lyon ngegas.

Tawa merdu Relin seketika menguar, gadis itu merasa gemas dengan Lyon yang sepertinya tengah salah tingkah. First impressions-nya tentang Lyon saat awal bertemu, yaitu sosok yang agresif, tempramental, galak, kasar, gegabah, cerewet, dan otoriter.

LYINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang