III - 24h

25 2 2
                                    

Kafe 24 jam dekat stasiun menjadi tempat pertemuan mereka. Memesan kopi dan teh hangat untuk menghangatkan tubuh dari dinginnya malam. Tanpa percakapan yang pasti, keduanya hanya saling tatap dan tersenyum. Yang berada di luar menegak soda sembari menaruh atensi lebih pada Gisa, berdiri bersandarkan pohon dengan sesekali berdecak.

"Gi-sa, i-ni o-leh-o-leh da-ri wi-sa-ta ke-ma-rin," ujar Rangka dengan memberikan sebuah gelang dari resin yang di dalamnya ada miniatur candi borobudur.

Kedua mata Gisa sangat cantik ketika memancarkan binar cahayanya. Dia sangat senang mendapatkan sebuah hadiah, buah tangan dari Rangka saat perjalanan ke Yogyakarta. Rasanya seperti menemukan potongan perasaan yang hilang, diberikan secara sukarela dengan senyuman. Rangka memakaikannya pada tangan kecil Gisa, sedikit tertawa karena perbandingannya sangat besar. Rangka seperti ingin selalu menjaganya agar asta yang hanya selingkar ibu jari dan kelingking disatukan itu tidak hancur.

"Su-dah."

"Te-ri-ma ka-sih ya, Rang-ka."

Gisa sudah bersiap untuk menerabas garis permulaan. Hatinya berdebar sangat anomali saat ini. Berharap Rangka tidak mendengar detak jantung yang rasanya terlalu berisik. Melodi ini begitu sangat indah pastinya. Gisa berlari sangat kencang saat ini untuk sampai pada titik garis akhir. Gisa menyukai Rangka, dia sangat menyukainya. Pipinya terasa panas, malu bukan main berusaha menyembunyikannya dengan senyuman manis.

Rangka mengambil ponselnya. Berkutat dengan benda persegi itu. Jari-jarinya mengetik dengan cepat, kemudian menunjukkannya pada Gisa.

 Jari-jarinya mengetik dengan cepat, kemudian menunjukkannya pada Gisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gisa mengangguk, memberikan kedua jempolnya.

Kemudian keduanya bercakap-cakap melalui pesan. Banyak pasang mata memperhatikan keduanya, sudut pandang mereka sangat negatif melihatnya. Tidak tahu saja kalau sebenarnya mereka sedang mengobrol banyak hal. Menit kemudian, mereka saling tatap dan memperlihatkan deretan gigi.

Dari seberang jalan. Kepalan tangan pada kaleng soda menguat membuat air itu muncrat dan ringsek wadahnya. Melemparkannya tepat pada tempat sampah. Mereka terlalu bahagia untuk dipisahkan, sudah seperti anam cara kelihatannya. Namun, Jenaka tidak rela jika laki-laki itu hanya mempermainkan sahabatnya. Jenaka duduk dengan menghirup napas panjang dan menghembuskannya kasar. Lalu, mencoba untuk menetralisirkan perasaan yang tidak nyaman. Dia di sini untuk menjaga Gisa sampai pulang ke rumah.

Gisa sedang tidak ingin memutar balik arah, dia terus melangkah, berlari, melihat ke depan. Rangka memberikan bacaan lain berupa buku. Gisa kembali terpana, melihat wajah Rangka dengan kesenangan. "Ka-mu me-nyu-kai he-wan yang bi-sa ter-bang kan?"

Gisa memberikan tatapan curiga, penasaran dari mana Rangka tahu akan hal itu.

Gisa memberikan tatapan curiga, penasaran dari mana Rangka tahu akan hal itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Melodi, Rinai. [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang