Keramaian hari ini menemani langkah sunyi perempuan berambut pendek yang sangat cantik. Menikmati udara pagi yang nikmat sembari memegang erat totebag di pundak kanannya. Berhenti pada halte bus yang cukup sepi di jam tujuh daripada biasanya. Wajar saja sebenarnya, karena hari ini akhir pekan. Mereka yang lelah memilih meringkuk di bawah selimut, memakan waktu lebih banyak untuk tidur daripada kemarin malam. Ditemani sepatu warna cokelat dia melangkah naik memasuki kendaraan umum, dan duduk di sebelah jendela.
Jalanan samping jendela sangat indah dihiasi langit cerah memberi semangat para pedagang kaki lima. Senyuman merekah tersemat setiap melihat orang-orang menata dagangannya, mereka amat sangat gigih mencari rezeki. Pada pemberhentian berikutnya, penumpang yang masuk cukup banyak memenuhi ruang berjalan. Netranya melihat-lihat seperti para pelancong penampilannya. Dirinya memilih untuk berkutat pada jendela di samping.
"Excuse me!"
Bangkunya terasa bergerak setelah salah satu penumpang menempati kursi di sebelahnya. Dilihat dari ekor mata dia laki-laki yang terlihat bukan seperti orang sini, dia turis. "Halo, kamu bisa menunjukkanku pemberhentian ini berapa lama lagi jaraknya?"
"Gawat! Dia berbicara denganku, aku tidak begitu paham Bahasa Inggris."
"Halo, permisi mbak?"
"Do you need help?" Ucap orang yang baru saja masuk dari pintu belakang menghampiri.
"Yes, please I wanna ask something. Saya bisa berbicara Bahasa Indonesia, terima kasih banyak."
Mereka berbincang, kemudian turis itu turun di halte depan. Irisnya hanya memperhatikan mereka yang terlihat akrab sekali. Setelah itu, laki-laki yang tidak sengaja menolongnya itu duduk di sampingnya. Memberikan senyuman, dan mengucapkan terima kasih kepadanya dengan Bahasa Isyarat yang semoga dia mengerti. Kemudian perempuan itu menguncir rambutnya hingga terlihat hearing aids yang membuat laki-laki itu sedikit terkejut. Perempuan itu mengambil ponselnya agar laki-laki itu memahami apa yang dia bicarakan.
"Aaa, se-ben-tar ka-mu bi-sa mem-baca ge-rak bi-bir-ku? A-ku a-kan ber-bi-ca-ra per-la-han. Tu-ris ta-di bi-sa ber-bi-ca-ra Ba-ha-sa In-do-ne-si-a, dan me-na-nya-kan pem-ber-hen-ti-an hal-te sa-ja."
Dia mengangguk, mengerti sangat kagum terhadap laki-laki yang memiliki paras rupawan dengan kamera menggantung pada lehernya. Dirinya sangat memahami teman dengar dengan baik, dia juga seperti tidak asing. Seperti pernah melihatnya pada suatu hari. Dia berpamitan untuk turun terlebih dahulu, tempat pemberhentiannya masih di depan sana, setelah ini. Perempuan ini hanya mengangguk, tersenyum, dan melambaikan tangan.
🫶🏻🫵🏻
"Gisa?" Panggil perempuan paruh baya itu sangat lembut.
Mereka sarapan bersama-sama di atas meja makan. Gisa memperhatikan perempuan di depannya yang sedang memberikannya wejangan dengan sangat sayang. Gisa mengangguk, mengerti, memberikan jempolnya, kemudian kelingkingnya ke depan dan belakang untuk memastikan semua kata-kata amaknya pasti dilaksanakan. Amak memberikan pelukan singkat, lalu Gisa berpamitan untuk pergi ke kampus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melodi, Rinai. [NEW VERSION]
Ficção AdolescenteRangka Darma yang menjalani hidupnya seperti air mengalir menemukan keindahan membentur batu sungai saat mengapung mengikuti arus. Gisa Wijaya membuat hidupnya lebih bahagia dalam menjalani hari-harinya, kekuatan untuk melanjutkan hidup yang panjang...