IV - Pat-Pat

28 2 0
                                    

Gisa termenung sambil menggenggam handphone

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gisa termenung sambil menggenggam handphone. Debaran yang menjalar campur aduk, rasanya tidak nyaman, bukan seperti semalam yang terasa sangat menggelitik dengan kupu-kupu berterbangan di perut. Ini semacam perasaan khawatir dan takut. Beberapa hari ini sudah terbiasa saling berkomunikasi, aneh saat salah satunya tidak ada kabar. Kalau ditanya siapanya pun hanya bisa menjawab teman. Namun, berbeda kalau itu Jenaka perasaan yang biasa saja. Mereka ada perbedaan yang celahnya sangat kentara di hati Gisa.

Tepukan pada pundak yang membuat tersadar. Laki-laki di depan melihatnya sangat penasaran, "a-da a-pa?"

"Ka-mu ma-u ro-ti? A-ku bu-at ta-di un-tuk sa-ra-pan."

Jenaka mengangguk. Kemudian duduk di sebelah Gisa. Membuka kotak yang diberikan oleh Gisa, aroma kopi menguar menusuk lubang hidung. Roti isi mentega, cappuccino yang selalu enak kalau itu buatan perempun yang saat ini kedua matanya berkaca-kaca. Jenaka menangkap sesuatu, kegelisahan yang dihadapi teman kecilnya ini. Tangannya menepuk-nepuk pundak kiri Gisa sedikit merangkulnya. "A-da a-pa? A-ku gak se-ben-tar ke-nal ka-mu, Gi-sa."

"Rang-ka..."

"Ahh, co-wok i-tu!"

"Ish!" Kesal Gisa yang refleks membuang tangan Jenaka.

"E-mang gak a-da ka-bar da-ri se-ma-lam?" Pertanyaan Jenaka membuat Gisa menaruh atensi lebih kepadanya. Alisnya naik satu.

"Ka-mu..."

"Ka-mu gak ta-hu, o-ke se-ma-lam Rang-ka ham-pir ping-san, a-ku mem-ba-wa-nya ke ru-mah sa-kit."

"Ru-mah sa-kit ma-na?" Tanya Gisa yang langsung berdiri ketika mengetahui alasan tidak dibalasnya pesan-pesan itu.

"Te-nang du-lu!" Kata Jenaka sembari mendudukkan Gisa kembali.

"Te-nang a-kan a-ku an-tar ta-pi i-zin-kan a-ku meng-ha-bis-kan ro-ti yang a-da di tang-an-ku ya?"

Gisa mengangguk, melihat Jenaka yang menambah kecepatan makanannya. Gisa menahan, memberitahu agar lebih tenang sesuai perkataannya.

Jenaka menggandeng tangan Gisa untuk segera melenggang pergi. Baru pertama kalinya dia melihat perempuan yang menurutnya sangat cantik ini merasa begitu gelisah, terlihat jelas bahwa dirinya sedang tidak bisa berpikir jernih karena khawatir. Tidak sampai hati kalau saja Jenaka tetap diam seperti awal niatnya. Jujur saja perasaannya tidak rela kalau Gisa dekat-dekat dengan laki-laki lain selain dirinya dan Apak. Entah sejak kapan percikan ini muncul sampai berkobar.

Bangunan besar yang indah, dan memiliki taman yang sangat asri, tetapi sangat dihindari agar tidak sampai masuk ke dalamnya apalagi menginap. Mencegah agar tidak harus menginjakkan kaki di sini. Tempat yang serba putih, berdiri kokoh dengan lantunan gesekan sepatu yang beradu dengan jalanan paving dan lantai rumah sakit. Dua pasang sneakers itu tidak berlari hanya berjalan dengan menambah kecepatannya supaya sampai pada ruangan Melati 08.

Melodi, Rinai. [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang