06 • Potongan Memori
Wajib membaca dengan play video di atas. Biar kerasa feelnyaa🙏🏻
Jangan lupa vote dan comment banyak banyak, yaaa
Gais kalo enggak ada videonya maaf yaa, aku sudah berusaha untuk menambahkan berkali-kali, tapi enggak bisa😭
Kakinya melangkah dengan cepat. Menginjak apapun dengan telapak kakinya yang tak diberi alas. Kedua tangannya menjauhkan ranting-ranting dengan dedaunan kecil yang menjuntai. Membuat banyak goresan di sepanjang lengannya.
Jalanan tanpa orang berlalu lalang terasa makin panjang kala langkahnya makin cepat. Ia terengah-engah. Tetapi, seakan mendapatkan dorongan dari ketakutan ditangkap oleh mereka, ia tetap berjalan tanpa jeda. Menerabas apapun yang menjadi penghalang. Membuat kain tipis berlengan pendek yang ia gunakan dipenuhi oleh bercak-bercak kecokelatan.
Sebuah kilatan cahaya muncul di langit sebagai penerang. Terasa seperti jepretan kamera yang dilakukan berulang-ulang. Semilir angin berhembus kencang, membuat tubuhnya yang lemah nyaris terbawa.
Juna menghentikan langkahnya kala matanya menangkap siluet sebuah bangunan besar. Badannya membungkuk. Mulutnya terbuka seiring dengan bunyi napas yang dia keluarkan.
"Sshh." Sebuah ringisan lolos dari bibirnya. Junarta berjalan tertatih sembari sesekali menengok ke belakang. Tangannya terulur menyentuh bagian dada kirinya yang berdenyut sakit. Organ penting di dalamnya seolah dicengkeram dengan sangat kuat.
Bola matanya bergerak perlahan, menelusuri setiap bangunan tua yang masih kokoh dan pepohonan lebat yang terasa sangat asing. Tempatnya seperti hutan. Memori otak Juna menolak bahwa pernah menyimpan sebuah kenangan dari tempat gelap dan menyeramkan. Ia juga tidak tahu bagaimana dirinya bisa terjebak di sini. Seorang diri tanpa siapapun yang bisa ia mintai pertolongan.
Sekelebat bayangan yang memberi perintah untuk tubuhnya berlari hanyalah orang-orang berbaju hitam yang menodongnya dengan senapan dan beberapa orang berpakaian putih yang membuat seberkas cahaya menusuk retinanya kuat. Matanya tertutup rapat dengan seketika. Juna hanya menghalau mereka untuk menyentuh tubuhnya. Lalu, tiba-tiba dia sudah terjebak untuk berlari dengan sekuat tenaga.
"Oh, shit. I can't breathe." Bawah bibirnya digigit dengan kuat. Juna mencoba berpegangan pada pohon saat tubuhnya akan limbung karena rasa sakit di dada kirinya menyebar. Seolah ditekan dengan benda yang sangat berat, Juna merasakan dadanya terhimpit, menciptakan ruang sempit untuk oksigen melewati tubuhnya.
Juna menggelengkan kepalanya. Menghalau pusing yang membuat kepalanya terasa berputar-putar. Dahinya mengernyit dalam. Sebelah tangannya meremat kain tipis yang dia kenakan, mencoba menarik apapun yang membuat napasnya semakin berat.
"Argh!" Juna mengerang. Kakinya tidak mampu menopang tubuhnya kembali. Rasa sakit di dadanya seolah menarik jiwanya keluar. Juna berlutut dan berusaha menjaga agar tubuhnya tidak limbung. Otaknya memberikan sinyal bahwa ia harus tetap terjaga. Bahaya apapun bisa datang tanpa ia kira.
Juna merasakan sakit yang lain mulai menyerang tubuhnya. Tangannya yang berada di atas dada terulur dengan perlahan menuju kakinya yang berdenyut. Sebuah paku menusuk telapak kakinya dengan dalam. Membuat darah segar melingkupi bagai alas kaki. Goresan-goresan panjang juga dia rasakan.
Sebuah dorongan kuat dari tenggorokannya membuat Juna menutup mulut. Suara batuk yang memekakkan telinga mengambil alih seluruh harapan Juna untuk bebas. Cairan kental berwarna merah terang memenuhi hampir seluruh telapak tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Kaca | New Version
Novela JuvenilTidak ada satupun memori yang tersimpan dalam otak Juna mengenai hidupnya semasa kecil. Tetapi, berkali-kali memimpikan kegelapan, membuat Juna sadar bahwa kehidupan di masa kecilnya adalah sebuah dongeng yang hanya meninggalkan rasa takut juga trau...