02 • Perkara Bangunan Kosong

806 123 13
                                    

Part ini panjang banget. Jadi Pelan-pelan  bacanya ya, darling.
Jangan lupa untuk vote dan kasih komentar banyak banyak, yaa

SELAMAT MEMBACA, LOVE U <3

÷÷÷























03 • Perkara Bangunan Kosong

Ditemani Lijen dan Ken yang duduk di lantai beralaskan karpet dekat meja belajarnya, Juna terlihat fokus menuangkan coretan dari sepotong memori di sebuah kertas A3 polos berwarna putih dengan hanya menggunakan sebuah pensil yang telah diraut oleh Jamie.

Sesekali dahinya mengerut kala mencoba mengingat apa saja yang ditangkap matanya di sekolah pagi tadi.

"Mas."

Panggilan Juna mengalihkan fokus Lijen yang sedang memantau pergerakan Juna dan Ken yang sedang memantau area sekitar kamar Juna dengan ponselnya.

"Hm. Kenapa?" Ken berdeham singkat sebelum bertanya bersamaan dengan Lijen yang langsung berdiri mendekat ke anak itu.

"Ada apa Jun?"

Melihat adanya bayangan yang menutup bangunan di kertas putihnya, Juna spontan menunjuk seorang pria yang baru saja dia gambar.

"Ini siapa, ya, mas? Bawahan baru Papah, kah? Aku enggak pernah lihat dia di rumah."

Mata Lijen menyipit. Wajah seorang pria yang berdiri di dalam gedung yang menjulang tinggi dihadapan mereka tadi pagi, tampak sangat asing di matanya. Lijen tidak mengingat melihat pria ini. "Mas enggak tahu, Jun. Mungkin salah satu guru di sana."

Kali ini, giliran mata Juna yang menyipit. "Lho, bukannya semua guru itu bawahan Papah?"

Lijen menggeleng. "Enggak semua, Jun. Cuma guru yang ngajar di kelas kita aja yang bawahan Om Dusten."

"Oh, ya?" Juna baru tahu fakta ini.

"Kalau semua diganti bawahan Pak Dusten, para murid dan orang tua bakal bingung karena semua gurunya beda, Juna. Mereka bisa aja curiga dan malah menyebarkan hal yang enggak-enggak. Makanya kelas kalian dibuat spesial sebagai alibi penambahan guru baru."

Penjelasan Jamie yang berdiri di dekat jendela, mengalihkan perhatian Juna. Ditatapnya pengawal bayangan yang memiliki badan sebesar hulk itu dengan penasaran. "Itu juga yang jadi alasan kenapa banyak orang-orang pakai baju hitam yang nyebar di sekolah, bang? Aku lihat tadi ada yang bawa long range rifle di gedung paling pojok."

Jamie tersenyum tipis. Tidak menyangka bahwa Juna menyadari keberadaan pasukan khusus yang dibuat Dusten. Pergerakan mereka yang invisible dan berada jauh dari jangkauan tentu tidak akan bisa dilihat begitu saja oleh mata manusia. Butuh setidaknya alat atau keahlian khusus.

"Juna lihat semua?" Jamie melangkah mendekat kala seseorang menggantikan posisinya mengawasi dari jendela.

Juna mengangguk. Rambut depannya seketika ikut bergoyang. "Enggak sengaja tadi."

"Banyak yang Pak Dusten siapkan, Juna. Bahkan, untuk hal-hal kecil yang enggak pernah kita pikirkan." Jamie berdiri di samping Juna, membuat Lijen mundur dan berpindah posisi di belakang anak itu. Masalahnya, sebelah yang lain diisi oleh Ken yang hanya diam melihat gambaran Juna. Tidak tahu apa yang dia pikirkan. Terkadang Lijen cukup pening menghadapi kelakuan kembaran tidak sedarahnya itu.

Gambaran Juna, Jamie perhatikan. Tangannya terulur untuk menyentuh beberapa objek yang membuat dahinya, sesaat mengerut samar. "Ini pukul enam lebih empat puluh tujuh menit, 'kan?"

Pangeran Kaca | New Version Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang