Nenek Grace

123 15 0
                                    

tanpa menunggu lama Akasia segera bergegas beranjak menuju pintu depan. sedikit terkejut menatap perempuan didepannya.

"Langit? ada apa?"

ia menggerutkan alisnya menatap Langit yang seperti orang kesetanan.
ada apa lagi ini?

"kemana nenek Grace? dia dikamar?"
Langit berbicara dalam satu tarikan nafas. dahinya basah oleh keringatnya sendiri.

"tidak, dia pergi."

"kemana? minggir aku mau masuk." Langit mendorong Akasia pelan dan masuk begitu saja kedalam. "dia semalam mengatakan akan pergi ke pernikahan cucu temannya."

Langit mengangguk kecil dan terus berjalan kedalam, Akasia mengikutinya hendak bertanya untuk apa alasan dia datang kemari.

Akasia hanya menatap Langit yang sedang berdiri di depan pintu kamar neneknya. dirinya dibuat binggung dengan tingkah Langit.

"kamu punya kunci cadangan Kas?"
ia memakai sarung tangan karet dan mencoba membuka pintu tersebut tapi sepertinya terkunci. "untuk apa?"

Langit mengabaikan pertanyaan itu dan membuka jepit rambut di kepalanya, menekuk beberapa bagian jepit rambut tersebut dan memasukannya kedalam lubang kunci.

"kenapa tiba tiba begini? dan masih belum menjelaskan apapun?" Akasia kembali bertanya. dia menyilangkan kedua tangannya masih memperhatikan Langit yang sedang berlutut di depan pintu.

"diamlah, dan perhatikan saja kau akan tau sendiri setelahnya."

beberapa menit sudah berlalu, Langit masih mencoba fokus dengan lubang kunci didepannya.

ceklek!

"hahh..." Langit menghela nafas dan kembali fokus untuk membuka satu kuncian yang tersisa.

Akasia dibuat ikut berkeringat. ia sesekali menenggok kearah pintu depan, berjaga jaga bila neneknya pulang.

ceklek!

gadis itu berdiri menyimpan jepit tadi kedalam saku celananya dan mengeluarkan kantong plastik dari celananya. "pakai ini!"

Langit terus memperhatikan Akasia yang berusaha memasukan kakinya kedalam kantong kresek dan mengikatnya.

"ayo."

pintu dibuka baru beberapa langkah masuk namun ada aroma lain tercium, tidak terlalu menyengat, hanya samar samar.

Langit melepaskan tautan tangan di gagang pintu, mencoba untuk menghidupkan lampu serta menutup pintu kamar.

"kau mengerti kan?"

Akasia hanya mengangguk kecil dan masih memperhatikan sekeliling kamar tidur neneknya. tidak ada yang aneh sebenarnya bila tempat ini hanya dilihat sekilas, tapi ada beberapa titik posisi penempatan barang yang janggal jika diperhatikan lebih jelas.

ventilasi udara tertutup oleh lemari, letak barang barang lebih dominan di sisi sebelah kanan sedangkan sisi kiri hanya di isi satu meja serta posisi ranjang dan lemari yang terlalu berdekatan

"jangan meninggalkan jejak."

"tidak bawa sarung tangan lain?"

"hanya tersisa ini saja."

setelah mengatakan itu dia menatap Akasia beberapa saat, barangkali ada pertanyaan lain yang akan dilontarkan sepupunya itu. suasana lenggang selama beberapa detik. Langit akhirnya mengalihkan atensinya kearah lain.

"semalam aku meminta jacob untuk mengirimkan senjata. apa sudah ada konfirmasi?"

Langit hanya menggeleng.
"belum, ada baiknya kita segera mendesak mereka untuk segera me-ngirimkannya."

"kenapa?"

dia terdiam beberapa saat. "belakangan ini banyak hal buruk yang sulit diprediksi."

Akasia bungkam dia lebih memilih untuk mengikuti Langit yang mulai berjalan menuju sisi kanan dinding kamar. mengetuk dinding tersebut perlahan, memastikan ada rongga atau tidak dibaliknya.

"mungkin lantai?" Akasia menghentakan kakinya di lantai beberapa kali.

suara hentakan sepatu terdengar di ruangan itu, indera pendengarannya masih mampu menangkap suara yang sedikit bergema dibawahnya.

"ada rongga."

Langit menatap sekelilingnya mencari celah, dimana letak pintu yang menghubungkan kamar dengan ruangan di bawahnya?

Akasia berpikir mungkin itu ada dibawah ranjang. ia melangkahkan kakinya menuju kasur dan memeriksa dibawahnya. sementar  di sebelahnya, Langit membuka pintu lemari dan menyentuh dasar lemari.

mata Langit terbelalak melihat helaian rambut yang cukup banyak. dirinya jelas tau itu bukan rambut neneknya. Langit dengan cepat memasukan beberapa helai rambut yang masih memiliki akar di pangkalnya kedalam plastik yang sudah ia siapkan. tangannya sedikit bergetar.

"Akasia ayo kembali." Langit berdiri dan menutup kembali pintu lemari.

"menemukan sesuatu? bagaimana dengan ruangan bawah tanahnya?"

Langit mengganguk. "aku mendapatkan beberapa helai rambut, dan untuk ruangan bawah tanah kita bisa coba untuk memeriksanya lain kali."

"rambut?" Akasia menoleh sebentar.

"dari bentuk dan warna itu sudah pasti bukan rambutnya." Langit melirik gadis di sebelahnya yang tampak biasa saja.

"sekarang ayo keluar, aku masih harus menguncinya lagi."




kami sudah diluar, sekarang tinggal menunggu Langit mengunci pintunya kembali dan semuanya beres.

"apa sesulit itu?" Langit menoleh sebentar kemudian kembali berkutat dengan jepit kawat ditangannya.

"biar aku saja." dia berdiri setelah aku mengulurkan tangan kepadanya kemudian menyerahkan jepit tersebut. aku berlutut dilantai, menyatarakan kepala dengan lubang kunci.

ceklek!

ceklek!

"kau akan mengirimnya hari ini juga?" aku bertanya setelah berdiri dan menyerahkan jepit itu kembali.

"lebih cepat lebih baik." Langit memasukan jepit itu kedalam saku kanan celananya. "berikan plastiknya aku akan membakarnya."

aku berjalan menuju sofa, duduk dan membuka plastik yang terikat di kaki ku, Langit melakukan hal yang sama di sofa seberang. apakah gadis bodoh itu memakainya dari rumah?

"by the way, tadi malam jacob mengatakan kantor pusat akan menurunkan regu Aran untuk membantu kita di kasus ini."

"regu Aran? regu 9D?" Langit berdiri setelah selesai melepaskan plastik tadi. aku ikut bangkit dan menyerahkan plastik ku padanya. "iyaa, perkiraan mereka tiba sore nanti."

"aku mau mengirimkan barang bukti, kamu jadi ikut?"





BALONEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang