Prolog

350 27 0
                                    

Hidup dengan bergelimang harta tidak serta merta membuat seorang Akara Galaksi sombong atau pun berfoya-foya. Dia tidak pernah menggunakan uang sang ayah untuk hal yang tidak perlu.

Lahir dari keluarga terpandang memang impian semua orang. Tapi ada rasa tak nyaman disana. Memang, sang ayah tidak pernah memaksakan kehendak mereka. Tapi tetep saja ada rasa tak suka dan tertekan dalam diri Akara.

"Hari ini adalah hari pertama kamu masuk di sekolah baru. Perlu ayah antar?." Tanya Ayah Aksa.

Akara mendongak dan menggeleng "tidak perlu, yah."

"Yasudah jika begitu. Tapi Ayah cuma mau bilang sekolah ini adalah sekolah milik kakung mu. Baik-baik disana, kalo ada apa-apa hubungin ayah atau tidak sepupu kamu, Ethan." Ucap Ayah lagi .

"Siap ayah."

Setelah menghabiskan sarapan Akara pamit kepada orang tuanya, dan bergegas pergi ke sekolah dengan mobil kesayangan nya. Sepeda motor, berwarna hitam.

Begitu sampai di sekolah, Akara memarkirkan motornya di sebelah sepeda motor yang sangat dia kenali. Membuka helm full face nya dan turun dari motornya dengan kacamata hitam yang masih bertengger manis di bawah matanya.

Akara menatap sekolah itu dengan lekat senyumnya mengembang ketika melihat arsitektur setiap sudut sekolah, memang gaya mendiang sang kakek tidak bisa diragukan lagi.

"Pantes aja sekolah ini di gemari oleh semua orang. Gaya arsitekturnya aja gokil banget, indah sekali." Gumamnya pelan.

Semua siswa yang berada disana menatap kagum pada sosok seorang Akara Galaksi. Bagaimana tidak, anak tunggal dari keluarga Bumantara begitu cantik dan tampan secara bersamaan.

"Gila itu anak tunggal Bumantara. Lebih keren di real life ya ternyata."

"Mana doi pakek kacamata+jaket makin berdamage lah."

"Dia jomblo gak ya? Kalo jomblo mau gue pacarin."

Dengan langkah pelan Akara berjalan kearah ruang kepala sekolah. Sama seperti di parkiran, jalan menuju ke ruang kepsek itu

Akara di tatap oleh siswa disana, Begitu sampai di ruangan itu, Akara membuka kacamata. Lalu ia mengetuk pintu dan masuk ke dalam.

Kepala sekolah yang bername tag Zaflan Emmerson itu menoleh pada Akara yang berdiri dengan memasukkan kedua tangannya ke saku jaket nya.

"Eh tuan muda." Zaflan bangun dari duduk dan berjalan menghampiri Akara.

Akara tersenyum "tidak usah begitu, om. Panggil Aka saja."

"Tidak bisa begitu tuan muda, tuan muda kan......."

"Kita sedang di sekolah. Panggil nama saja."

"Baiklah kalo begitu. Oh ya untuk kelas, anda akan diantar oleh Bu Indah." Ucap Pak Zaflan.

Akara mengangguk, setelahnya pak Zaflan menghubungi Bu Indah untuk segera ke ruangannya. Tak lama Bu indah datang.

"Permisi pak." Salam Bu Indah, Akaramenyalami guru nya itu.

"Bu Indah akan mengajar di kelas IPS 1 kan?." Tanya pak Zaflan.

Bu indah mengangguk "bener pak."

"Sesuai dengan perkataan saya kemarin, ini Akara. Murid baru yang akan menjadi murid di kelas itu. Ibu sebagai wali kelas nya tolong di bimbing." Ucap Pak Zaflan.

Bu indah mengangguk "baik pak. Ayo, Aka."

Akara mengangguk "iya Bu." Pandangan Akara beralih pada pak Zaflan.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang