2

115 23 0
                                    

Bel pulang sudah berbunyi, dan semua siswa berhamburan keluar, termasuk Akara dan teman-temannya.

"Ka, ada acara setelah pulang sekolah?." tanya Aiden.

Akara terdiam sejenak sebelum menjawab, "Tidak ada, kenapa?."

"Gue sama Ethan rencananya mau main ke tempat bang Aldo. Biasanya cuma nongkrong saja." jawab Aiden.

"Benar itu, ayo ikut. Lagipula masih jam 3." sahut Ethan.

Akara berpikir sebentar lalu mengangguk, "Boleh, tapi gue malas nyetir motor, bisa nebeng?."

"Ehm, motor lo mau dibiarkan begitu saja?." tanya Ethan.

Akara menggeleng "nanti gue suruh sopir yang ambil" jawab Akara santai.

"Oh ya sudah." kata Ethan. Akara kemudian naik ke motor Ethan, sementara Aiden juga naik ke motornya.

Motor yang mereka naiki melaju beriringan menuju kafe milik Aldo, kakak kelas mereka yang sekarang sudah duduk di bangku kuliah.

Kafe D' Lavinch dimiliki oleh kakak kelas mereka. Banyak anak muda yang sering menjadikannya tempat nongkrong atau menyelesaikan tugas.

"Tempatnya lumayan besar juga," kata Akara.

"Dan cukup nyaman," tambah Akara.

"Memang, pengelolanya masih muda. Ayo masuk, gue lapar nih," ujar Aiden.

Ethan dan Akara mengangguk, lalu mengikuti Aiden yang terlebih dahulu menuju kasir untuk memesan makanan dan minuman.

"Kalian mau pesan apa?" tanya Aiden sambil membuka buku menu.

Akara juga membuka buku menu dan berkata, "Burger California dan roti lapis steak. Minumnya cola."

"Masakan bule ya," ejek Ethan.

Akara terkekeh pelan, "Sering makan begini disana, jadi mumpung di sini ada, ya pesan saja."

"Makanan cepat saji tidak baik, loh," kata Aiden.

"Tau, tapi tidak sering kok. Kalau lagi pengen aja. Ayo pesan," jawab Akara.

"Eh, lo pesan apa?" tanya Aiden pada Ethan.

"Gue pesan yang biasa, Den. Selada gulung lobster dan pasta. Minumnya lemon tea," jawab Ethan.

"Masakan bule juga," kata Aiden.

"Enak, rasanya gurih," sahut Ethan.

"Baiklah," kata Aiden sambil menulis pesanan di buku catatan. Setelah membayar, mereka menuju lantai dua yang menawarkan pemandangan yang indah dan suasana yang lebih privat.

Mereka berbincang santai hingga makanan dan minuman mereka tiba. Saat menikmati hidangan, ponsel Akara berbunyi, dan dia segera menjawabnya.

"Halo, Ibun?" sapa Akara.

"Kamu lagi di mana?" tanya wanita paruh baya di ujung telepon.

"Di kafe, sedang nongkrong dengan teman-teman."

"Oh, begitu. Ngomong-ngomong, ayah sudah menghubungi kamu, kan?" tanya Ibun, yang merupakan ibu Akara.

"Belum, Ibun. Kenapa memangnya?"

"Pertemuan dengan calon pasanganmu dimajukan ke malam ini. Kamu tidak keberatan kan, nak?."

Akara meminta izin kepada Ethan dan Aiden untuk menjauh sejenak dari meja mereka.

"Ibun, apakah perjodohan ini harus dilakukan?" tanya Akara dengan nada ragu.

"Ibun juga merasa keberatan dengan perjodohan ini, mengingat usiamu, tapi perkataan kakek ada benarnya. Kita tidak tahu kapan musuh keluarga akan menyerang. Keluarga Bumantara memiliki banyak musuh, dan kakek serta ayah khawatir kalau-kalau kamu menghadapi bahaya, mengingat kamu adalah pewaris tunggal perusahaan dan kekayaan keluarga kita."

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang