5

95 19 1
                                    

Setelah kedua orang tuanya pergi, Akara juga berangkat ke sekolah. Kali ini dia memilih untuk menggunakan mobil karena kebetulan dia berangkat pagi dan lalu lintas tidak terlalu padat.

Sebelum berangkat, Akara diminta untuk menjemput Anjani. Meskipun awalnya Akara menolak, kedua orang tuanya tetap bersikeras.

"Anjani calon tunanganmu, masa dibiarkan berangkat sendiri?" Begitu kira-kira ucapan mereka sebelumnya.

Mobil Akara sudah berada di area perumahan Anjani. Dia segera mengemudikan mobilnya menuju salah satu rumah mewah berlantai tiga.

Sesampainya di depan rumah Anjani, dia melihat seorang pria yang sedang berdebat dengan Anjani. Jelas bahwa laki-laki itu adalah Jefry Natapraja.

"Itu bukannya Jefry?" tanyanya pelan.

Setelah mesin mobilnya mati, Akara keluar dari mobil dan berjalan mendekati Anjani serta Jefry yang tampak terkejut dengan kedatangannya.

"Akara? lo di sini untuk apa?." tanya Anjani.

"Mama yang minta Akara datang untuk menjemputmu." kata seseorang yang muncul dari rumah bersama seorang pria paruh baya di sampingnya.

Akara menyapa kedua orang tua Anjani dengan berjabat tangan. "Selamat pagi, om, tante," ucapnya.

"Selamat pagi juga, Akara," jawab Mama Ivana.

"Selamat pagi," kata Papa Samuel.

Papa Samuel memandang Jefry dari atas ke bawah. "Kamu ini Jefry, kan?" tanyanya dengan nada yang agak menekan.

Jefry mengangguk canggung. "Benar, om," jawabnya.

"Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Papa Samuel.

"Saya datang untuk memperbaiki hubungan saya dengan Anjani dan juga mengantarnya ke sekolah," kata Jefry.

"Saya menghargai usaha kamu untuk mendapatkan kembali hati anak saya, tapi sebaiknya kamu berhenti. Selain dia sudah punya calon, saya tidak mau anak saya mengalami luka lagi." jelas Papa Samuel panjang lebar.

"Kalau boleh tahu, siapa calonnya, om, tante?." tanya Jefry.

Papa Samuel menunjuk Akara yang berdiri diam. "Dia." jawab Papa Samuel.

"Akara?" tanya Jefry dengan terkejut.

Papa Samuel mengangguk. "Ya, jadi saya harap kamu tidak mengganggu anak saya lagi." tegasnya.

Jefry dan Akara saling bertukar tatapan yang sulit diartikan. Kemudian, Jefry memandang Anjani untuk mencari kepastian apakah pernyataan papanya benar. Namun, dia tidak menemukan kebohongan di matanya.

"Saya tahu, mungkin kamu masih mencintai anak kami dan kami tidak tahu apa yang sudah kamu lakukan padanya. Tapi jelas, kami tidak ingin anak kami terluka lagi. Silakan pergi dari sini dan jangan kembali." kata Mama Ivana.

Jefry memandang Anjani yang tetap diam, lalu menghela napas dan mengangguk. "Maaf telah mengganggu waktunya, om, tante." kata Jefry. Papa Samuel dan Mama Ivana mengangguk, dan Jefry pergi dengan mobilnya.

"Pa, Ma. Kami berangkat dulu ya," kata Anjani.

Papa Samuel mengangguk dan berkata, "Iya, hati-hati. Akara, bawa mobilnya pelan-pelan."

Akara mengangguk dan menjawab, "Siap, Om." Mereka kemudian berpamitan dengan orang tua Anjani.

Setibanya di belokan, Anjani meminta Akara untuk berhenti.

"Kenapa berhenti di sini, Jan?" tanya Akara, heran.

"Tidak apa-apa. Aku hanya tidak ingin ada keributan di sekolah karena melihat kita berangkat bersama," jawab Anjani.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang