Brengsek

361 40 5
                                    

17. 24 WIB

Samar-samar terdengar suara gemercik air, yang akhirnya mampu membuat pemuda diatas kasur itu menggeliat tak nyaman, dengan netra yang perlahan terbuka. Ia mengaduh kala merasakan tubuh-Nya yang terasa sakit sekaligus pegal, atensi-Nya ia alihkan untuk menatap ruangan sekitar.

Ia membelakkan mata-Nya kala melihat seisi ruangan yang tampak asing, seketika bayangan-bayangan menyeramkan muncul dalam benak-Nya. Tangan-Nya perlahan beralih mengelus dada-Nya yang telah penuh dengan bercak merah keunguan, ruam yang awal-Nya merah juga kini berubah menjadi ungu dengan sedikit membengkak.

"Breng-sek..", umpat-Nya, ia meremat kasar rambut-Nya sebagai bentuk frustasi-Nya saat ini. Kini atensi-Nya ia alihkan pada kasur yang ia tempati, dapat ia lihat terdapat banyak noda dengan sedikit darah yang mengering.

Buts berdecak kala menatap bekas-Nya, segera ia bangkit dari duduk-Nya. Sedikit mendesis kala merasakan sakit pada area bawah-Nya yang telanjang tanpa satupun kain yang menutupi-Nya. Jujur ia takut, takut untuk menatap segala bekas yang ditinggalkan oleh pemuda itu, terlebih tak pernah terbayangkan sebelumnya jika ia akan disetubuhi oleh laki-laki.

Kaki jenjang-Nya melangkah perlahan, mendekat kearah keranjang baju kotor yang terdapat seragam sekolah milik-Nya, tangan-Nya terulur untuk memungut baju-Nya yang telah lecek itu. "Breng-sek.. jahat.. jahat..", keluh-Nya, air mata-Nya mendadak luruh diiringi dengan isak tangis. Buts bingung, tubuh polos-Nya kini gemetaran.

Netra-Nya membola kala tak terdengar suara gemercik air, namun tergantikan dengan suara pintu yang terbuka. Buts terdiam kaku, kala merasakan kehadiran seseorang dibelakang-Nya, pundak-Nya bergetar kala merasakan adanya sentuhan tangan kasar sekaligus dingin.

"ugh.. sakit..", Buts meleguh kala merasakan adanya sensasi terbakar dari area pundak-Nya. Sedangkan pemuda dibelakang-Nya justru terkekeh, tampak puas dengan hasil karya-Nya, "hm.. gua ga expect kalo modelan brandal, preman sekolah kaya lo ini.. bakalan jadi lonte didepan gua.", ledek Lutpi, Netra-Nya menatap Buts remeh.

"Se-brandalannya gua.. gabakal jadi sebrengsek lu sialan, bajingan nafsuan!", umpat Buts, tangan-Nya mengepal erat. "Santai sayang.. lagian lu sendiri juga keenakan? mirip lacur yang haus akan penis!", tekan Lutpi membuat buku-buku jari Buts memutih, satu tonjokan ia layangkan pada pipi pemuda dihadapan-Nya.

Lutpi sedikit terhuyung, tak siap akan tinju yang dilayangkan oleh Buts. Hingga hidung-Nya sedikit mengeluarkan darah, membuat Buts menatap-Nya was-was, "sialan.. gua lapor polisi lu bang-saatt!", ancam Buts yang lagi-lagi dibalas tawaan oleh lawan bicara-Nya.

Langkah-Nya perlahan menjauh, satu tangan-Nya sibuk mengancing seragam dengan tangan satu-Nya yang mengepal erat sebagai bentuk pertahanan diri. Sedangkan Lutpi hanya menatap-Nya tanpa berkutik, dengan raut wajah yang datar tampak menantang, membuat Buts semakin frustasi.

Beruntungnya, pemuda itu membiarkan-Nya kabur.. walaupun dengan keadaan-Nya yang sangat mengenaskan, seragam-Nya lecek, terutama area leher-Nya yang mengekspos banyak tanda sekaligus ruam. "Baji-ngan.. Sans anjing! goblok banget sialan..", umpat Buts, kaki-Nya tanpa sadar menendang beberapa batu kerikil, diri-Nya merasa kotor, badan-Nya benar-benar terasa lengket, bahkan masih tersisa cairan ejakulasi yang menempel pada tubuh-Nya.

Langkah-Nya terhenti, tubuh-Nya kini bersandar pada bangku taman, ah mulut-Nya terasa pahit, ia merindukan nikotin milik-Nya. Buts menunduk, menatap kosong trotoar, hingga atensi-Nya tak sengaja tertuju pada kaki-Nya yang penuh akan bercak merah.

Netra-Nya membola kala merasakan ada-Nya sentuhan lembut pada kaki-Nya, Buts segera mendongak menatap pemuda yang sedang berjongkok sembari mengelus kaki-Nya yang terluka. "Pai?", panggil Buts memastikan, sedangkan sang empu-Nya mengalihkan atensi-Nya penuh pada pemuda dihadapan-Nya ini.

Empat mata kini bertemu, saling menatap lembut satu sama lain. "Gua disini.. lu kenapa bisa gini?", tanya Pai, netra-Nya memancarkan kekhawatiran. Sedangkan sang empu-Nya hanya menggeleng luruh dengan netra berkaca-kaca, tak berani menjawab, membuat Pai menghela napas-Nya.

Jujur saja, dulu-Nya hubungan antara Buts dengan-Nya tak sedekat yang orang lain pikirkan. Ia sering sekali membuat onar, berujung aksi perkelahian antar kedua-Nya, dengan Buts yang tak mau kalah walaupun akhir-Nya kalah telak dari-Nya. Namun entah mengapa, dari situlah muncul rasa cinta.. rasa ingin memiliki.. bahkan ingin melindungi . Sayang-Nya semua-Nya harus terhalang kala orang tua-Nya memutuskan untuk pindah.

Namun kini diri-Nya telah bebas kemanapun, menemui sang pujaan hati-Nya semasa kecil. Walau sayang, ia kalah cepat..

Cahaya matahari kian redup, tergantikan dengan sinar rembulan, angin malam mulai bertiup menerpa kulit, membuat Pai segera melepas Hoodie milik-Nya,  memakaikan-Nya pada Buts. "umh.. makasih", Buts berucap membuat Pai sedikit menampakkan senyuman-Nya.

"Gapapa lu gamau cerita sekarang, gua tungguin.. asal lu ikut sama gua, udah malem, takut lu kenapa-kenapa lagi." pinta Pai tegas, membuat Buts mengangguk setuju. Segera-Nya Pai kembali berjongkok, memberikan punggung-Nya untuk Buts, sedangkan Buts kini meraih punggung pemuda itu, lalu memeluk-Nya erat mencari kehangatan.

"Gua takut..", gumam Buts yang masih terdengar jelas oleh Pai membuat-Nya menghela napas-Nya untuk kesekian kali-Nya.

.

.

20. 22 WIB

Atensi-Nya menatap lekat kearah pemuda yang sedang terlelap dikasur milik-Nya, terkadang terdengar lenguhan juga dengkuran halus yang keluar dari bibir-Nya. Membuat Pai tak fokus dengan tumpukan berkas-berkas yang sedang dikerjakan-Nya.

Sungguh pemuda itu benar-benar dihabisi, setiap sudut tubuh-Nya penuh akan bercak, membuat-Nya benar-benar geram. "Sialan..", Pai meleguh berusaha menepis semua pikiran-pikiran jorok yang dihasilkan dari otak-Nya.

"Bajingan.. pria brengsek mana yang berani sama kamu?" lirih Pai, tangan-Nya kini terulur mengelus pipi Buts yang terasa panas, membuat Pai mengerutkan kening-Nya, ia bahkan baru menyadari jika pemuda itu kini terlihat pucat.

Menyadari adanya hal buruk, Pai segera bangkit dari duduk-Nya, segera menyiapkan beberapa barang dalam tas kecil, berjaga-jaga jika nanti-Nya Buts akan rawat inap.

Ia segera menutup berkas-berkas-Nya, tak lupa juga mengambil kunci mobil, diri-Nya kalang kabut saat ini. Tangan-Nya beralih mengelus lembut tangan Buts, lalu menarik-Nya perlahan dalam gendongan-Nya.

"Chill sayang.. gua balesin."

.

.

.

maaf ya lama up.. banya pikiran, mana mood swing ahaha.

Bantu vote aja sayang<3

Bantu vote aja sayang<3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

kaisky- Dirimu Seindah RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang