Della menghela napas panjang saat menerima pesan dari Dokter Jo di teleponnya. "Della, bisakah kamu lembur malam ini? Ada beberapa hal penting yang perlu kita selesaikan," pesan itu berbunyi. Della, yang selalu berusaha memberikan yang terbaik, setuju meskipun merasa sedikit lelah setelah seharian bekerja.
Ketika malam tiba dan klinik sudah sepi, Della masuk ke ruang kerja Dokter Jo. "Apa yang harus kita selesaikan, Dok?" tanya Della dengan senyum ramahnya. Dokter Jo mengangguk dan menunjukkan beberapa berkas di meja. "Ada beberapa laporan pasien yang perlu direvisi," jawabnya.
Waktu berlalu dengan cepat, dan mereka berdua tenggelam dalam pekerjaan. Della tak menyadari bahwa klinik kini benar-benar kosong, hanya tinggal mereka berdua. Ketika jam menunjukkan hampir tengah malam, Della merasakan kelelahan yang semakin berat. "Dok, saya rasa saya butuh istirahat sejenak," katanya sambil mengusap matanya yang mulai mengantuk.
Dokter Jo melihat kesempatan itu. "Tentu, Della. Sebenarnya, ada sesuatu yang ingin saya tunjukkan di ruang lab. Bisakah kamu ikut sebentar?" tanyanya. Della, yang tak curiga, mengangguk dan mengikuti Dokter Jo ke sebuah ruangan di ujung koridor yang jarang dia kunjungi.
Begitu mereka masuk, Dokter Jo menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Sebelum Della bisa bereaksi, Dokter Jo menyergapnya dari belakang dan membekap mulutnya dengan kain yang sudah direndam obat bius. Della mencoba meronta, tetapi efek obat bius itu cepat sekali bekerja, membuat tubuhnya lemas dan pandangannya mulai kabur. "Maafkan aku, Della," bisik Dokter Jo sebelum Della sepenuhnya pingsan.
Setelah memastikan Della tak sadarkan diri, Dokter Jo mengangkat tubuhnya dan membawanya ke lab rahasia yang tersembunyi di bawah klinik. Lab itu dipenuhi dengan peralatan canggih, komputer, dan berbagai instrumen medis. Di tengah ruangan terdapat sebuah kursi khusus dengan berbagai kabel dan alat yang menjulur ke segala arah.
Dokter Jo dengan hati-hati melucuti pakaian luar Della hingga menyisakan pakaian dalam saja. Hari itu Della sedang mengenakan bra berwarna hitam yang diikuti dengan celana dalam berwarna senada. Jo mengikat Della ke kursi tersebut, memastikan bahwa dia tidak bisa bergerak. Dia memasangkan berbagai sensor dan kabel di kepala Della, sementara infus berisi cairan misterius disiapkan di sebelahnya. Dia juga memasang monitor detak jantung di dada sebelah kiri Della. Tangan Jo mengusap buah dada Della yang masih terbungkus bra, "Kamu benar benar cantik dan sexy, maafkan aku tapi kamu akan menjadi eksperimen terbesar dalam hidupku," gumamnya dengan senyum penuh ambisi.
Gambar 2. Ilustrasi bra dan celana dalam yang dipakai oleh Della saat ini
Della mulai sadar perlahan, dan rasa panik segera menghampirinya saat menyadari posisinya yang terikat dan nyaris telanjang. "Dokter Jo, apa yang Anda lakukan?" teriaknya dengan suara gemetar. Dokter Jo hanya menatapnya dengan tatapan dingin. "Tenang, Della. Ini adalah bagian dari proyek yang sangat penting. Kamu akan membantuku membuat terbososan baru dalam dunia medis."
Della masih kebingungan dan pusing akibat pengaruh obat bius, dia mengamati sekitarnya dan menemukan bahwa dirinya sedang menjadi subjek eksperimen cuci otak, sesuatu yang dia baca dari catatan dokter Jo. "Iii ini, ini cuci otak yang ada di catatan dokter Jo!" Della berteriak. "Wah kamu memang koas yang pintar!" sahut Dokter Jo, "sebenarnya aku sudah tahu kalau kamu membaca diam diam catatanku, selain itu kamu adalah wanita yang selalu aku idamkan, cantik, ceria, pintar, dan penurut, benar benar sempurna untuk menjadi budak ku," lanjut Jo.
"Dok, saya mohon lepaskan saya, saya berjanji tidak akan bilang ke siapa siapa," Della terisak isak dan memohon agar dilepaskan. Dokter Jo mengusap air mata di pipi Della, "Jangan menangis Della, tenang saja aku akan melepaskanmu." Sesaat Della menatap wajah Dokter dihadapannya seolah penuh harap agar dia dilepaskan, "tapi setelah aku selesai mencuci otakmu!" lanjut Jo sembari tertawa penuh kepuasan. Della terus memohon dan menangis dengan keras agar dilepaskan. Permohonan itu tidak diindahkan oleh Dokter Jo. Dia kembali ke meja komputernya dan menyelesaikan persiapan akhir.
Mesin diaktifkan, dan layar di depannya mulai menampilkan berbagai grafik dan data yang rumit. "Proses pertama adalah Mind Wipe," kata Dokter Jo sambil menekan beberapa tombol. Kabel-kabel di kepala Della mulai mengeluarkan sinyal listrik yang kuat, mengirimkan rasa sakit yang luar biasa ke seluruh tubuhnya. "Arghhh!" Della berteriak kesakitan saat ingatannya mulai dihapus secara paksa.
Gambar 3. Ilustrasi Mesin Cuci Otak
Rasa sakit itu tak tertahankan. Della bisa merasakan setiap ingatan yang dia miliki, mulai dari masa kecil hingga saat ini, ditarik keluar dengan paksa. Dia berusaha melawan, mencoba mempertahankan kenangannya, tetapi mesinnya terlalu kuat. "Tolong, hentikan! Tolong!" teriak Della, air mata mengalir di pipinya. Namun, Dokter Jo tak menghiraukan permohonannya.
Ketika mesin mulai mengakses ingatannya tentang Amin, Della merasakan gelombang emosi yang sangat kuat. Cinta dan kenangan indah tentang Amin memberinya kekuatan untuk melawan. "Tidak, jangan! Amin...," Della berteriak, mencoba menahan laju mesin yang terus menarik ingatannya. Kenangan tentang saat-saat bersama Amin, mulai dari pertemuan pertama mereka hingga rencana pernikahan, berputar cepat di pikirannya.
Della menggertakkan giginya, berusaha keras untuk mempertahankan ingatan tentang Amin. Dia berfokus pada wajah Amin, senyumannya, dan cinta yang mereka bagi. "Aku tidak bisa melupakanmu, Amin...," bisiknya sambil menahan rasa sakit yang semakin kuat. Della meronta di kursinya, mencoba melepaskan diri dari kabel-kabel yang menancap di kepalanya.
Pada saat yang sama, ponsel Della yang tergeletak di meja sebelah berbunyi. Sebuah panggilan masuk dari Amin muncul di layar, tetapi Della tidak bisa menjawabnya. Dokter Jo melirik ke ponsel tersebut dan melihat nama Amin yang terpampang di layar. Dia dengan cepat mengambil ponsel Della dan membalas pesan dari Amin, berpura-pura menjadi Della. "Maaf, sayang. Aku lembur dan sangat lelah. Aku mau istirahat sekarang," tulisnya.
Della tidak tahu tentang pesan tersebut. Dia masih berusaha melawan mesin yang terus-menerus menarik ingatannya. Rasa sakit itu semakin menjadi-jadi, dan tubuhnya mulai gemetar hebat. "Amin, aku butuh kamu...," teriaknya dengan suara yang semakin lemah. Dokter Jo, yang melihat perlawanan Della, memutuskan untuk meningkatkan voltase mesin. "Maafkan aku, Della, tapi ini harus dilakukan," katanya sambil memutar kenop voltase.
Dengan voltase yang meningkat, rasa sakit yang Della rasakan meningkat drastis. Tubuhnya bergetar hebat, dan rasa sakit itu hampir membuatnya pingsan. Dia masih mencoba bertahan, menggigit bibirnya hingga berdarah, tetapi mesin itu terlalu kuat. "Amin...," bisiknya sekali lagi, namun kali ini suaranya hampir tak terdengar.
Setiap ingatan tentang Amin perlahan-lahan mulai menghilang. Senyuman Amin, sentuhannya, dan semua kenangan indah mereka bersama hilang satu per satu. Della merasa kepalanya akan meledak, dan dia tidak bisa lagi menahan rasa sakit yang luar biasa itu. "Tidak...," desahnya lemah, tetapi perlawanan terakhirnya sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Della: A Tragic NTR Brainwashing Story
Fiksi IlmiahDella dan Amin adalah pasangan kekasih yang saling mencintai namun atasan Della di tempat kerjanya punya rencana jahat untuk Della. Apakah Della akan jatuh ke pelukan atasannya? Bisakah cinta Della dan Amin bertahan?