Usia kandungannya kini sudah mencapai 4 bulan, morning sickness yang biasa dirasakannya juga mulai berangsur hilang. Hanya mood swinglah yang kadang menderanya, tanpa alasan yang jelas.
Dan hari ini Jiwon terlihat sedang bersantai di kamarnya, ia menyender pada kepala ranjang sembari membaca novel. Kagiatan yang selalu dilakukannya semenjak hamil. Bisa dibilang itu adalah suatu keharusan.
Sesekali mengusap perutnya yang mulai membuncit juga dilakukannya, mengusap dengan penuh sayang kedua calon buah hatinya seraya mengembangkan senyuman.
Tapi tak berapa lama kegiatannya harus terhenti karena deringan ponsel, langsung saja ia meraih ponselnya dan menyentuh tanda hijau untuk mengangkat telepon.
"Yeoboseyo, Soomin-ah, ada apa?" Sahutnya ketika seseorang di seberang sana menyapanya.
"Hmm.. aku baik-baik saja, 'mereka' juga sehat, kata dokter perkembangannya sangat baik," jawabnya dengan rona bahagia ketika Soomin-seseorang yang meneleponnya bertanya mengenai kabar kandungannya.
"Ya.. aku do'akan semuanya berjalan lancar, dan tepati juga janjimu yang akan segera mengunjungiku saat liburan dimulai," katanya lagi yang menanggapi Soomin.
"Iya-iya, kamu cerewet sekali. Aku selalu rutin meminum vitamin.. hmm bye," tutupnya yang mengakhiri pembicaraan ditelepon, lalu kembali menyimpan ponsel di atas nakas dan melanjutkan aktivitas membacanya yang sempat tertunda.
###
Pagi ini Jiwon terlihat tengah jalan-jalan di taman komplek rumahnya, sesekali ia tersenyum melihat anak-anak kecil yang tengah bermain di sana seraya mengelus perutnya yang mulai membuncit itu.
Rasanya sangat senang ketika melihat anak-anak itu bermain sembari tertawa. Dan apakah nanti kedua anaknya akan seperti mereka?
Sungguh.. hanya dengan memikirkannya saja membuat Jiwon kembali tersenyum. Semoga saja apa yang diharapkannya akan terjadi.
Ya.. walaupun mereka tumbuh tanpa adanya sosok seorang Ayah dikehidupan mereka nantinya.
Dan jujur.. kadang Jiwon berpikir untuk memberi tahu pria itu tentang kehamilannya, karena bagaimanapun ia tengah mengandung anaknya juga. Pikiran itu selalu terlintas di saat-saat tertentu, apalagi ketika ia harus memeriksakan kondisi kandungannya. Melihat ibu hamil lain yang ditemani oleh suami mereka, dan dirinya hanya bisa tersenyum kecut melihatnya. Betapa beruntungnya mereka.
Tapi sekali lagi ia terus mengingatkan, jika sosok pria itu bukanlah untuknya. Dia milik sahabat nya.
###
~3 bulan kemudian~
"Soomin-ah?!" Jiwon berseru ketika membuka pintu utama kediamannya. Dan di sana sudah berdiri sosok Soomin yang tersenyum ke arahnya. "Aku sangat merindukanmu," lanjutnya seraya memeluk tubuh sang
sahabat."Aku juga merindukanmu,"
"Ayo masuk!" Ajaknya kemudian.
"Tunggu dulu, Eunwoo masih berada di mobil,"
"K-kamu bersama Eunwoo?" Soomin mengangguk mantap. "A-apa yang lainnya juga ikut?" Tanyanya dengan was-was. Tapi begitu yang ditanya menggeleng, ia bernapas lega. Setidaknya hanya akan bertambah satu orang yang mengetahui kehamilannya. "Syukurlah,"
"Maaf karena aku mengajak dia," ucap Soomin yang mulai paham dengan kekhawatiran sahabatnya.
"Tidak apa, asalkan kalian tetap merahasiakannya," ujarnya dengan
tersenyum.###
Soomin masih menenangkan Eunwoo yang terlihat marah setelah mengetahui kehamilan Jiwon, pemuda itu sangat tak terima karena merasa dibohongi oleh wanita itu. Bagaimanapun mereka adalah sahabat, dan seharusnya tak ada rahasia diantara mereka.