2

588 88 9
                                    

Penjara atau neraka modifikasi, seakan terlihat seperti surga dunia. Mungkin ungkapan itu tepat menggambarkan kondisi Junghwan saat ini. Sudah lebih dari 3 tahun ia menempati rumah besar milik Jeongwoo. Kediaman yang dimodifikasi layaknya surga, sebab sang tuan rumah memberikan kebebasan untuk Junghwan menikmati segala fasilitas.

Rumah bagai istana yang memiliki 3 lantai dan tiap ruangan luas, seharusnya bisa ditempati oleh 10 hingga 20 penghuni, namun kenyatannya hanya ada 2 penghuni tetap. Para asisten rumah tangga dan penjaga hanya datang ketika Jeongwoo memerintahkan, selain itu mereka akan dibebaskan dari tugas. Padahal sebelumnya mereka tinggal bersama, namun kehadiran Junghwan merubah segalanya. Jeongwoo tiba-tiba saja mengubah aturan kerja para karyawan. Alasannya agar lebih memiliki ruang pribadi dengan Junghwan.

Junghwan sendiri tak dapat berbuat apa pun, ia adalah penumpang di sana. Selagi masih diberikan makan, tempat tinggal, dan segala yang dibutuhkan, sebenarnya Junghwan sudah cukup bersyukur. Mungkin jika orang tuanya berhutang pada orang lain, belum tentu Junghwan akan mendapatkan perlakuan baik seperti yang dilakukan Jeongwoo untuknya. Meski memang kebebasan dengan memilih hidup di luar seorang diri terdengar lebih baik.

Pagi hari pukul 8 tepat, Jeongwoo sudah tidak terlihat. Seperti biasa, lelaki itu akan berangkat menuju kantor pada pukul 7 pagi, tentu setelah menagih hadiah setiap pagi pada Junghwan. Tuannya itu juga tidak lupa meninggalkan sarapan untuk 'kucing' manisnya dan memastikan segala hal yang dibutuhkan Junghwan di rumah, agar tidak bosan menunggu kepulangan.

Junghwan jadi teringat, saat ia baru pertama kali menginjakkan kaki di sana, Jeongwoo memperlakukannya begitu baik. Ia yang baru berusia 17 tahun tentu merasa senang saat mendengar tawaran berupa tinggal di tempat mewah dengan tujuan melunasi hutang. Satu hingga dua tahun adalah waktu yang menyenangkan. Hingga pada tahun selanjutnya, ketika Junghwan menginjak usia 20, semua perlahan berubah. Jeongwoo yang sudah ia anggap sebagai saudara, malah menjerumuskannya ke dalam lubang neraka. Di malam hari, tanpa permisi, Jeongwoo mencuri ciuman pertama tepat pukul 12 malam. Perayaan dalam menyambut usia baru, tanpa sadar malah menjadi penyebab masalah baru.

Status Junghwan sudah tidak lagi sebagai penikmat, namun juga pemberi manfaat. Ia tanpa sadar telah menandatangani kontrak untuk mengorbankan raga dan jiwanya pada Jeongwoo.

Berakhir menjadi pemuas nafsu.

•••

Junghwan tidak menyukai suasana sunyi. Ketika sunyi datang, maka ia akan mengingat masa lalu buruk yang diciptakan oleh sang orang tua. Jadi, ketika Jeongwoo tidak ada di rumah, Junghwan akan selalu melakukan kesibukan agar pikirannya dapat teralih.

Seperti saat ini, ia sedang menyiram tanaman di pekarangan rumah. Terlalu luasnya tanah, membuat rumah ini banyak memanfaatkan lahan untuk area luar, seperti taman depan dan belakang.

Hari ini cuaca cukup mendukung, semalam hujan turun dengan derasnya, pagi hari berganti cahaya matahari yang menghangatkan bumi. Junghwan menapaki bebatuan menuju kolam kecil yang selalu terisi dengan air. Jeongwoo memang menyediakan keran dan selang untuk tanaman, namun Junghwan terbiasa mengisi kolam hingga penuh atau membiarkan air hujan memenuhi kolam, baru ia akan gunakan air itu untuk menyiram tanaman.

Junghwan mengambil air dengan wadah kecil, lalu memindahkannya ke dalam embrat, memang terlihat merepokan, walau begitu Junghwan tetap menyukai aktivitas seperti ini. Setelah terisi penuh, Junghwan melanjutkan langkahnya menuju deretan tanaman yang berbaris rapi memenuhi halaman. Mulai dari pepohonan, hingga bunga dengan ragam warna membuat pemandangan terlihat asri.

Perlahan Junghwan tuangkan setetes demi setetes air, menyiram tanaman bagai memandikan seorang anak, betapa ia menyayangi mereka. Junghwan juga sudah menganggap mereka sebagai teman, jika ia bosan, maka akan berceloteh panjang lebar dengan tanaman yang hanya akan bergoyang tanpa respon lain. Sungguh menyedihkan.

Saat sedang asyik menikmati waktu, tiba-tiba saja sebuah benda membentur kepalanya. Junghwan yang gagal menghindar hanya bisa meringis kesakitan. Ia mengusap kepala sambil mencari benda yang diduga sebagai pelaku sementata. Matanya berhasil menangkap sebuah bola basket yang terjatuh tepat di bawah pohon.

"Punya siapa?" Junghwan bertanya sendiri, karena tak merasa pernah memiliki bola basket. Bahkan tuannya pun tidak mungkin melemparkan bola itu secara tiba-tiba.

"Ekhem, HALO!"

Junghwan sangat terkejut saat mendengar suara seseorang. Ia hanya berdiam untuk memastikan bahwa pendengarannya tak salah.

"Permisi, maaf, bolehkah saya izin mengambil bola basket yang masuk ke pekarangan rumah, tuan?"

Suara itu kembali terdengar, disertai dengan bel yang ditekan. Tentu Tuan Jeongwoo tak akan melakukan itu, lalu siapa di luar sana? Apakah selama ini ia memiliki tetangga?

"Permisi, apakah ada orang di dalam?"

Semakin jelas. Benar, itu adalah suara orang asing, terdengar seperti seorang laki-laki, mungkin memang mereka memiliki tetangga di sekitar rumah yang Junghwan baru ketahui.

"B-biar saya ambilkan, tunggu sebentar!" Junghwan sedikit mengencangkan suara.

Junghwan berbohong. Ia tidak mengambilkan bola, karena bola sudah ada di tangannya. Perkataan itu dijadikan alasan agar dia bisa berpikir bagaimana caranya mengembalikan bola tanpa membuka pintu pagar.

Akhirnya Junghwan menemukan sebuah cara. Ia kumpulkan banyak bebatuan besar dan menyusunnya menjadi tingkatan tangga. Berhasil, ia bisa menaikinya dan mengembalikan bola kepada sang pemilik di luar sana.

Perlahan kaki-kaki Junghwan menapaki bebatuan, meski cukup licin, ia masih bisa mengimbangi diri. Hingga sampai ke puncak, kepalanya terlihat mengintip seseorang yang ternyata masih setia menunggu sambil bertolak pinggang.

"Tuan?"

Yang dipanggil menoleh, terlihat bingung.

Junghwan kembali memanggil, "Tuan, di atas sini!"

Pemilik bola hampir saja terjatuh ke belakang karena cukup terkejut melihat seseorang yang berada di atas pagar dengan posisi mengintip, hanya terlihat kepala dan mata. Ia kira baru saja melihat hantu di pagi hari.

"Kenapa kamu di sana?" tanya pemilik bola

Junghwan tak menjawab pertanyaan, malah mengucapkan seruan, "Tangkap ini!"

Untung saja pemilik bola mempunyai refleks yang bagus, sehingga ia bisa menangkap bola dengan mudah.

"Terima kasih. Perkenalkan nama saya, Yoon Jaehyuk." ucap pemilik bola seraya tersenyum.

Junghwan hanya mengangguk, lalu melambaikan tangan tanpa berniat memperkenalkan dirinya. Ia dengan segera kembali turun sebelum sang tuan pulang, karena kepulangan Jeongwoo terkadang sangat tidak terduga.

Menghilangnya Junghwan di balik pagar, membuat Jaehyuk menjadi penasaran. Rasa bertanya-tanya mulai muncul di pikiran. Ia penasaran dengan nama sang penghuni rumah dan mengapa memberikan bola kepada tetangga dengan cara yang sedikit aneh?

Entahlah mungkin Jaehyuk akan menyapanya lagi lain kali.

Stockholm SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang