Pagi, sejujurnya, adalah waktu terberat bagi seorang Kunikida Doppo. Bukan hanya dia harus mengantisipasi tingkah aneh dari rekan kerjanya, tapi setahun belakangan, dia juga harus---HARUS---berhadapan dengan seorang anomali yang mengaku bernama Dazai Osamu.
"Selamat pagii, Kunikida-kyuuuun~!"
Lebih dari sekali Kunikida berharap bahwa suatu hari, Dazai bodoh yang dia kenal ini tertukar dengan Dazai dari dunia lain yang barangkali lebih mudah diatur dan tidak hobi menyebabkan masalah.
Doaku tidak pernah terkabul, sesal Kunikida sambil memandang rekan ajaibnya itu dengan lelah.
Haruskah dia senang karena Dazai berangkat ke kantor tepat waktu? Tapi Kunikida punya semacam perasaan aneh bahwa, kalau tiba-tiba Dazai jadi rajin dan bisa diandalkan setiap hari, justru dia yang akan pingsan karena syok berat.
"Itu tidak bagus untuk jadwalku," kata Kunikida di dalam hati.
Dazai melambai riang sambil berputar-putar di kursinya. Dengan enggan, Kunikida duduk di meja kerjanya sendiri, tepat di depan meja Dazai, dan memulai rutinitas paginya yang sama sekali tidak boleh tertunda barang satu detik pun.
Beruntungnya, perhatian Dazai segera teralihkan.
"Oooh, Odasaku! Apa kau menerima pesanku tadi pagi?" Biang masalah itu melambai ceria begitu pintu depan terbuka dan menampilkan sosok jangkung Odasaku.
Oda mengangguk. "Dazai," katanya dengan nada menegur, "kau harus lebih banyak makan sayur juga."
"Eeeeeh? Tapi sayur tidak enak!" Lelaki dewasa itu merajuk seperti anak-anak.
Dazai masih berputar-putar di kursi, perhatiannya sudah sepenuhnya difokuskan kepada Oda. Dan Kunikida amat bersyukur Dazai hanya mengganggunya saat bosan menunggu Oda datang. Berkat itu, dia punya banyak waktu untuk hal-hal lain yang lebih bermanfaat ketimbang meladeni si pembuat masalah.
"Aku membelikanmu sandwich buah sebagai gantinya." Oda mengulurkan makanan yang Dazai pesan saat si rambut cokelat itu tahu bahwa Oda berniat pergi ke supermarket sebelum berangkat kerja.
Dazai berbinar-binar menatap sandwich-nya. "Kuharap isinya beri beracun!"
"Mereka tidak mungkin menjual makanan beracun di supermarket."
Oda duduk di kursinya, tepat di samping Dazai, kemudian membuka laptop untuk mengecek surel yang masuk sambil tetap meladeni pembicara absurd Dazai.
Kunikida sesekali melirik pada kedua rekan kerjanya. Tidak pernah tidak merasa kagum pada kemampuan Oda menangani anak-anak kecil. Dia sendiri tidak akan tahan untuk membanting Dazai ke lantai tiap kali mesin pemboros perban itu mulai mengatakan hal-hal aneh.
Oda benar-benar hebat.
Kemudian, lirikan Kunikida beralih pada Dazai, yang sedang makan roti isi strawberry dengan wajah bahagia---dan masih berputar-putar di kursinya.
Yang satu itu ... juga hebat, pikir Kunikida. Hebat dalam artian lain.
--o0o--
Setelah jam makan siang, Oda pergi menemani Ranpo yang tampak bersemangat sejak pagi tadi. Mereka harus menyelesaikan sebuah kasus di Kyoto dan mungkin tidak akan pulang sampai besok lusa.
Ranpo bahagia membayangkan makanan apa saja yang bisa dia buru di sana. Sementara Kunikida jadi lebih murung.
Bagi Kunikida, ketiadaan Oda berarti mimpi buruk. Sangat-amat-buruk untuk jadwalnya. Tidak ada Oda berarti seluruh perhatian Dazai akan terpusat kepadanya. Membayangkannya saja sudah membuat Kunikida lelah.
Tapi dia tidak mau mengalah. Jadwalnya harus tetap dipertahankan! Tidak ada yang boleh terlewat, atau terlambat satu detik pun. Pokoknya, bagi Kunikida, itu seperti perang melawan keisengan Dazai.
Dan Dazai Osamu dengan senang hati menjawab tantangan perang tersebut.
Dengan senyum lebar terukir dia mulai menyusun rencana sambil terus-terusan melirik Kunikida yang agak berkeringat dingin. Sesekali, dia cekikikan menyeramkan saat melirik Kunikida dengan cara yang membuat sang idealis jadi lebih merinding. Dan saat tawa Dazai sudah sangat mirip dengan tokoh penjahat dalam film kartun anak-anak, Kunikida bangkit dari kursi seperti kucing yang baru disiram air dingin.
"Kuu-niii-kiii-da-kuuuun~?"
"A-APA YANG MAU KAU LAKUKAN?"
Dazai mendekat, tersenyum iseng; merasa segar karena reaksi begini hanya pernah Kunikida tunjukkan di bulan-bulan awal mereka bekerja sebagai partner.
Kemudian, Dazai menyadari kesalahan itu.
"Menjauh dariku, dasar maniak gila!"
Kunikida membentak Dazai, membuat si "maniak gila" terpaku selama dua detik, tapi kemudian kembali melanjutkan aksinya seolah tidak ada kekacauan yang terjadi dalam pikirannya.
Aneh.
Dazai merangkul pundak Kunikida dengan sikap sok akrab. "Ayolah, Kunikida-kun~ aku cuma bercanda," katanya, lalu terkikik pelan. "Wajahmu sangat imut~"
"Kubilang menjauh!"
Kunikida menyingkirkan lengan Dazai dengan kasar, membentak Dazai lagi, menyerapahnya, kemudian menjaga jarak seaman mungkin dari si biang onar.
Aneh sekali.
"Eeeeh? Kenapa Kunikida-kun menghindariku?" Dazai pun berhenti, seperti sedang merajuk, kembali ke kursinya dan pura-pura berpikir keras. Menggumamkan "hmmmmm" panjang yang cukup keras untuk membuat Kunikida bertambah kesal.
Pada kenyataannya, dia memang sedang berpikir keras. Sekali lagi perasaan asing yang memuakkan itu menyeruak dalam dirinya. Mengambang lengket seperti kutukan yang membuatnya ingin menenggelamkan diri ke sungai terdekat.
Keanehan itu tertinggal di tenggorokannya seperti duri ikan. Menyangkut. Pahit. Sakit. Tidak bisa dikeluarkan.
Apa yang salah?
Rasanya seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir. Dan, bagian terburuknya: dia tidak tahu di bagian mana mimpi itu akan memamerkan bahwa dia benar-benar sebuah "mimpi buruk".
Semuanya damai di sini. Dan kedamaian yang aneh ini malah membuat Dazai gemetar.
Kunikida masih menyumpahi Dazai macam-macam, tapi si rambut cokelat mulai tidak mendengarkan. Dia cuma bilang, "Aku rindu Odasaku," dengan nada main-main, masih seperti bocah yang sedang merajuk, dan kembali berputar-putar di kursinya dengan sikap malas.
Di telinga Kunikida, ucapan itu sangat dilebih-lebihkan. Pikirnya, Dazai pasti sedang mencari alasan untuk tidak mengerjakan laporannya lagi---berduka karena Odasaku pergi meninggalkannya untuk tamasya! Jadi Kunikida memarahi Dazai seperti senpai yang baik. Dia cukup bangga setelah berhasil membuat si maniak bunuh diri akhirnya bekerja (dengan sangat terpaksa), tanpa tahu bahwa kalimat tadi, tentang kerinduan Dazai pada Odasaku, adalah satu-satunya kejujuran yang Dazai ucapkan sejak kemarin siang.
Odasaku sudah pergi.
Kunikida merasa kelelahan. Pekerjaannya seolah bertambah sepuluh kali lipat berkat Dazai. Dan saat itulah, Atsushi masuk sambil membawakan setumpuk berkas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delusional Reality [Bungou Stray Dogs!AU]
FanfictionDazai terbangun di atap gedung Agensi Detektif Bersenjata, dan Odasaku berdiri tepat di hadapannya; padahal dia yakin tidak punya indra keenam. Apakah ini yang disebut gila? . . . . . . . © Asagiri Kafka & Harukawa_35 Alur cerita sepenuhnya milik...