Penyihir Perak

159 23 16
                                    

Di Hari Lucius Keluar dari Azkaban

Kata-kata Draco terus terngiang di kepala Lucius: "This family made me a freak!" Pantulan dirinya di cermin tidak bisa berbohong mengenai sesuatu yang mengganggunya. Ia mengarahkan sisir milik Narcissa ke rambutnya, membuat rambut panjang itu kembali rapi seperti saat sebelum ia dijebloskan ke Azkaban. Ah, jika saja mereka masih memiliki tongkat, pasti akan lebih mudah mengurus rambut panjang itu.

"Apa yang membuatmu berpikir?" tanya Narcissa yang masuk dengan handuk kecil di tangannya.

"Apa yang dia katakan?" matanya masih tertuju pada cermin di depannya.

Narcissa berhenti dan menatap pantulan Lucius di cermin. "Tak ada. Dia hanya bingung, sama sepertimu."

Lucius kembali menelisik cermin di depannya. "Bagaimana kalau aku membebaskannya dari semua ini?"

Narcissa mengangkat kedua bahunya, tidak tahu apa yang ada di pikiran Lucius.

Beberapa Hari Kemudian di Perpustakaan Manor

Lucius duduk di perpustakaan manor yang megah, cahaya lilin menerangi ruangan, menciptakan bayangan yang menari di dinding berpanel kayu. Pikirannya melayang jauh. "This family made me a freak! You are the monster!" Kata-kata Draco membuatnya kembali membuka mata. Ia berusaha mengatur napasnya kembali dan mencoba menutup mata, menelusuri ingatannya di masa lalu.

Spinner's End (1 bulan sebelum Perang Besar Hogwarts)

"Severus," bisik Lucius, "kau sudah berjanji akan melindungi Draco. Tapi dia benci dengan apa yang ia dapatkan. Lalu, apakah ada cara untuk menghapus tanda kegelapan di tangannya?"

Snape memandangnya dengan tatapan dingin. "Apa yang kau pikirkan? Ingin mundur?"

"Tidak. Draco hanya membencinya, jadi kupikir ada cara setidaknya untuk menyamarkannya," jawab Lucius, menguatkan giginya.

"Tanda kegelapan bukanlah sesuatu yang bisa dihapus begitu saja. Itu terikat dengan sihir yang sangat kuat," jawab Snape, menatapnya lebih dalam. "Tanda kegelapan tak akan lemah seperti sihir biasa. Ia memiliki cengkeraman yang kuat. Untuk menghapusnya, kau harus memiliki kekuatan yang setara atau lebih besar dari sihir yang menanamnya. Dan meskipun begitu, kau butuh wadah untuk menampung sihirnya agar si pembuatnya tidak merasakan kehilangan jiwa sihir mereka."

Lucius terdiam sejenak, merenungkan kata-kata itu. "Wadah? Maksudmu objek yang bisa menampungnya?"

"Yang bisa menampung kekuatan itu tanpa melepaskannya kembali. Kau tahu itu hal yang mustahil," Snape mendengus pelan. "Pangeran kegelapan menggunakan sihir hitam paling murni."

"Jadi tak ada harapan?" tanya Lucius, suaranya hampir putus asa.

"Aku tak bilang begitu," jawab Snape, tatapannya tak berubah. "Jika pembuat kutukan lebih lemah dari Pangeran Kegelapan, itu akan membuat kemungkinan tanda itu lebih lemah dari tanda yang kita punya sekarang. Tapi satu hal yang perlu kau ingat, mencari tahu tentang hal itu bisa membuatmu mati."

Lucius membuka mata, "Itu dia! Lucius berdiri mengambil tongkat yang baru saja Draco berikan petang tadi.

"Accio Cermin Clairvoyant!" sebuah cermin besar dengan ukiran ems di setiap sisinya melayang ke arah perpustakaan.

"Dia tak punya hocrux, dia hanya bocah tengik." Lucius Malfoy berdiri. Kepulan asap hijau perlahan menghilang tetapi tanda itu tetap ada, menyala samar di kulitnya.

Tiba-tiba, pintu perpustakaan terbuka dan Narcissa masuk, wajahnya penuh kekhawatiran. "Lucius, apa yang kau lakukan?"

Lucius menurunkan tongkatnya, cahaya itu menghilang. Dia menatap Narcissa dengan mata penuh kelelahan. "Aku tidak bisa membiarkan kita terus hidup dalam ketakutan."

MINE : DRAMIONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang