menengah ke bawah

239 36 2
                                    

Feat Duri Solar

.

.

.

Taufan meringis. Tertawa lirih. Beberapa temannya mengajaknya untuk bermain ke sebuah event yang, yah, Taufan pun menggemari itu. Tapi masalah utama kembali hadir.

"Sorry banget. Gue lagi bokek abis wkwkwk. Kapan-kapan, deh, duh," kata Taufan dengan sedikit perasaan tak enak di hati. Teman-temannya ikut tertawa dengannya. Menepuk pundak Taufan seakan memahami keadaan.

"Yodah, deh, bro. Kapan-kapan. Tapi usahain lah. Mumpung masih muda, ya gak sih?" Kata temannya itu santai. Taufan tertawa renyah, "iya, njir. Kalau gue ada duwit deh."

Dan begitulah sekiranya percakapan mereka berjalan. Taufan pulang dengan motor matic miliknya setelah hanya satu mata kuliah yang dia datangi saat itu. Tidak ada kegiatan lain yang bisa dia lakukan. Mengikuti organisasi atau UKM lainnya pun dia ragu karena kendala keuangan. Masalahnya, organisasi semacam itu biasanya membuat sebuah baju khusus yang menandakan mereka, dan Taufan tidak memiliki cukup uang untuk itu.

Taufan berbelok ke arah yang cukup jauh dari arah rumahnya. Menjemput adiknya. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang, anak SD yang ini aneh sekali, jam dua belum pulang. Taufan dulu saja sudah di rumah saat jam sebelas.

Dia sampai di depan gerbang SD. Sudah cukup sepi, tapi masih ada beberapa anak yang masih menunggu jemputan. Dan dua adik Taufan juga salah dua dari mereka.

"Bang Taufan!!" Duri berteriak girang. Dia menyambar tasnya di tempat dia duduk lalu berlarian ke arah Taufan yang masih di atas motornya. Solar hanya berjalan santai di belakang Duri.

"Weiii, yok pulang!"

"Ayooo!!!" Duri naik di depan. Sementara Solar tanpa banyak kata naik ke belakang Taufan. Memegang tas Taufan yang berisi laptop butut miliknya.

"Bang! Bang! Beli ayam yok?" Duri menyerukan usulan. Belum sempat Taufan menjawab, tangan Solar sudah maju dan mencubit Duri dari belakang. Taufan tidak bisa melihat raut mukanya, tapi dari suaranya, Solar terdengar kesal.

"Kau itu!" Oh benar kesal.

"Ih!! Kenapa sih, Solarr! Kan udah lama gak ditraktir Abang," keluh Duri sama kesalnya.

"Gak usah didengerin, Bang. Kita pulang aja. Aku capek," rengek Solar seperti tidak biasa.

Taufan hanya menghela napas.

"Ayamnya gimana, Bang??"

"A-"

"AGGHH AYO PULANGGG!!!"

"Iya, iya, pulang. Duri ngalah dulu ya? Nanti Solar tantrum kita yang susah," kata Taufan masih dengan keusilannya.

"HEH, AKU DENGER YA!"

Duri tertawa, "ehehhehe, oke deh Bang. Kapan-kapan ya kalau gitu."

"Iya, kapan-kapan."

.

"Jadi, kapan-kapannya itu kapan?"

Taufan menatap Halilintar yang sedang menatap ponsel di genggaman seperti menggenggam kehidupannya. Halilintar bergeming di tempat. Taufan mendelik kesal.

"Heh! Kalau ditanya tuh, jawab!" Kaki Taufan maju untuk berusaha menendang kaki Halilintar di seberang meja.

Halilintar mendelik ke Taufan dengan tatapan tak suka.

"Diem, deh. Ini juga lagi usaha!" Katanya sengit.

"Iya, ngerti usaha. Terus gimana?" Tanya Taufan tak sabar.

[Kumpulan] Trio OriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang