Cita-Cita dan Kenyataan

3 1 0
                                    

Seiring berjalannya waktu, musim ujian tiba. Kampus menjadi lebih sibuk dari biasanya, dengan mahasiswa yang sibuk belajar di perpustakaan, mengerjakan tugas-tugas, dan mempersiapkan presentasi. Bagi Rangga, masa ini adalah ujian bukan hanya akademik, tetapi juga emosional. Namun, dengan tekad dan dukungan dari Maya dan teman-teman organisasinya, Rangga berusaha menghadapinya dengan sebaik mungkin.

Pagi itu, matahari Jakarta belum sepenuhnya muncul ketika Rangga berangkat ke kampus. Di perjalanan, ia bertemu Maya yang sudah menunggu di halte bus. "Pagi, Maya. Terima kasih sudah menungguku," kata Rangga sambil tersenyum.

"Pagi, Rangga. Semangat ya, hari ini kita ada ujian Hukum Pidana. Aku yakin kamu bisa," jawab Maya dengan penuh semangat.

Mereka berdua berjalan bersama menuju kampus, berbincang ringan untuk mengurangi ketegangan. Setibanya di kelas, suasana sudah ramai dengan mahasiswa yang sibuk membaca catatan terakhir mereka. Rangga dan Maya duduk di tempat biasa mereka, menyiapkan diri untuk ujian.

Setelah ujian selesai, rasa lega menyelimuti mereka. "Aku rasa aku bisa menjawab semua soal dengan baik," kata Rangga sambil tersenyum.

"Aku juga. Semoga hasilnya memuaskan," balas Maya.

Hari-hari berlalu, dan semester akhirnya berakhir. Rangga berhasil melewati semua ujian dengan baik, dan hasilnya memuaskan. Ia merasa bangga dengan pencapaiannya, namun masih ada satu hal yang terus mengganggu pikirannya: masa depannya. Apa yang akan ia lakukan setelah lulus?

Suatu sore, di kantin kampus, Rangga dan Maya berbincang tentang rencana mereka setelah lulus. "Maya, apa rencanamu setelah lulus nanti?" tanya Rangga sambil menyeruput kopi.

"Aku ingin bekerja di sebuah firma hukum yang fokus pada hak asasi manusia. Aku merasa itu adalah cara terbaik untuk menggunakan pengetahuanku dan membantu orang-orang yang membutuhkan," jawab Maya dengan yakin.

"Itu rencana yang bagus. Aku juga ingin bekerja di bidang hukum, tapi aku masih bingung di mana aku harus mulai," kata Rangga dengan nada ragu.

Maya tersenyum dan menatap Rangga dengan penuh keyakinan. "Kamu punya banyak potensi, Rangga. Apa pun yang kamu pilih, aku yakin kamu akan sukses. Yang penting adalah menemukan apa yang benar-benar kamu minati dan berjuang untuk itu."

Pembicaraan mereka terhenti ketika Arkan datang mendekat. "Hei, kalian berdua. Aku punya kabar baik. Ada program magang di firma hukum terkenal di Jakarta, dan mereka sedang mencari mahasiswa untuk bergabung. Bagaimana kalau kalian mencoba melamar?" kata Arkan dengan semangat.

Rangga dan Maya saling berpandangan, merasakan semangat yang sama. "Itu kesempatan yang bagus. Aku akan mencoba melamar," kata Rangga dengan penuh antusias.

"Begitu juga aku," tambah Maya.

Dengan semangat baru, mereka mempersiapkan berkas lamaran dan mengikuti proses seleksi dengan serius. Beberapa minggu kemudian, kabar baik datang: Rangga dan Maya diterima sebagai peserta magang di firma hukum terkenal tersebut. Kegembiraan dan harapan mengisi hati mereka, membawa semangat baru untuk menghadapi tantangan berikutnya.

Hari pertama magang tiba. Rangga dan Maya berangkat bersama menuju firma hukum di pusat kota Jakarta. Setibanya di sana, mereka disambut oleh mentor mereka, seorang pengacara senior bernama Pak Budi. "Selamat datang di firma kami. Saya harap kalian bisa belajar banyak di sini dan mendapatkan pengalaman berharga," kata Pak Budi dengan ramah.

Selama beberapa bulan berikutnya, Rangga dan Maya terlibat dalam berbagai kasus dan proyek yang menantang. Mereka belajar banyak tentang dunia hukum yang sesungguhnya, menghadapi situasi yang kompleks, dan berinteraksi dengan berbagai pihak. Setiap hari membawa pengalaman baru yang memperkaya pengetahuan dan keterampilan mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LUKA TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang