Kerja teroos!!

9 2 0
                                    

Mitos bahwa Senin merupakan kebencian oleh beberapa manusia ternyata memang betul. Betul adanya. Setelah libur panjang yang dihabiskan dengan makan-tidur selebihnya untuk jalan bila perlu telah usai. Tumpukkan kertas-kertas putih nampak menggunung di meja dengan catatan kecil di atasnya.

Maksimal jam 2 siang berkas ini sudah sampai ke Pak Ramlan. Besok kamu ikut aku buat rapat sama Manajer Keuangan. See you!

Wajah tanpa ekspresi. Tak ada rasa sumringah sedikit pun yang Alisha perlihatkan setelah membaca tulisan perintah. Kalau bukan karena keranjang orange yang dipenuhi dengan barang-barang lucu, mungkin saja Alisha tidak akan bekerja dengan giat. Alih-alih self reward, ia terjerembab dalam sekte pemuja uang. Alisha butuh uang untuk kelangsungan hidup ya guys.

Dengan telaten, jari lincahnya mulai membuka tiap lembar putih yang penuh dengan tulisan, angka, dan bubuhan tanda tangan yang menandakan bahwa dokumen yang sedang ia kerjakan sangatlah penting. Apalagi ditambah tenggat waktu yang mempet. Sesekali Alisha menghembuskan napas panjang. Menandakan bahwa selain penting ternyata membuatnya pening.

"Sha, udah jam makan siang nih. Mau nitip ngga? kebetulan aku mau makan di luar"

Menurunkan kacamata lalu mencari sumber suara. "Ngga deh Mba, aku mau kejar tayang dulu" Ucapnya dengan menunjukkan tumpukkan berkas.

Fadila, rekan bilik sebelah Alisha meringis melihat lapisan kertas putih yang menjulang kurang lebih 20cm.

"Yauda, aku keluar dulu ya.. Kalau jadi nitip langsung telfon aja, oke" interupsinya.

Alisha hanya mengangguk patuh dengan memberi tanda oke dengan jarinya.

Mendekati tengah bulan sudah menjadi tugas wajib Alisha bertempur dengan waktu. Hal ini sudah menjadi ketetapan atasan yang menginginkan laporan setiap divisi supaya tersusun dan teratur diakhir bulan. Meskipun kadang harus mengenyahkan rayuan makan siang atau hanya sekedar memejamkan mata yang lelah.

Bilik-bilik kosong selama satu jam akhirnya terisi kembali. Tidak ada umpatan Senin menjengkelkan seperti tadi pagi tapi helaan napas seakan bersautan saling berbagi kepenatan. Alisha masih mencoba fokus. Bagaimanapun caranya, pekerjaannya harus selesai.

Ia merenggangkan tangannya. Akhirnya, tumpukan lembar itu selesai tepat jam setengah dua. Alisha memundurkan kursinya, merapikan baju yang sedikit berantakan. Membopong tumpukan kertas itu untuk diserahkan ke Pak Ramlan.

"Udah selesai Sha?" Tanya Fadila yang sedang melihat Alisha.

"Huh, udah ini Mba"

Fadila mengangguk. "Mau langsung ke ruangan Pak Ramlan?"

Alisha mengangguk sebagai jawaban.

"Aku tadi denger dari divisi sebelah, katanya Pak Ramlan lagi ada rapat mendadak sama Pak Edwar. Tapi aku ngga tau udah selesai apa belum si Sha"

"Thanks infonya Mba, semoga aja rapatnya udah selesai. Udah sepet banget nih mata, pengen nyeduh kopi di pantry"

Alisha melenggang meninggalkan Fadila. Merapalkan segala mantra agar tugasnya rampung dengan cepat. 

Dari kejauhan nampak sekretaris Pak Ramlan sudah duduk dengan anggun. Gelungan rambut yang rapi dengan sedikit sentuhan warna coklat diujung rambutnya.

"Permisi Mbak, saya Alisha dari Marketing mau nyerahin dokumen ke Pak Ramlan"

Sekertaris itu menoleh, melihat barang yang dibopong oleh Alisha. "Oh, Iya. Di taruh aja di sini ya, nanti saya berikan ke Pak Ramlan. Soalnya beliau sedang ada rapat"

Alisha menaruh kertasnya sesuai dengan instruksi. Mengamati sekeliling. Sepi sekali. Sangat bertolak belakang dengan divisinya. Hanya ada beberapa orang di ruangan ini. Semuanya tampak anteng dengan layar monitor masing-masing. Meskipun sepi, Alisha akui ruangan ini terasa tenang, tidak membuat otak mendidih dengan riuhnya mulut-mulut pengumpat pekerjaan tapi butuh uang.

Seperempat AbadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang