5. Monster

49 5 53
                                    

Link pembelian : https://s.shopee.co.id/5KuZ0suaCr

Alwin bisa merasakan jarum yang menusuk kulitnya, cairan dingin mulai menyebar dalam aliran darahnya.

Tubuhnya yang penuh adrenalin perlahan-lahan mulai melemah. Kesadarannya mulai kabur, namun ia masih berusaha untuk tetap terjaga, menggenggam sisa-sisa kekuatan yang dimilikinya.

"Damn it," gumam Alwin dengan suara serak, mata setengah terpejam, merasakan efek obat yang mulai bekerja.

Para perawat memperketat ikatannya lagi, memastikan Alwin tidak punya peluang untuk melawan. Kulitnya terasa perih akibat gesekan tali nilon yang menggigit kulitnya, meninggalkan bekas merah di pergelangan tangan dan kakinya.

Suara tangis yang memekakkan telinga terus-menerus terdengar, membuatnya semakin frustrasi. Tangisan itu seperti jarum yang menusuk-nusuk gendang telinganya.

"Ah, berisik!" Pikirnya.

Alwin menoleh dan melihat ibunya, yang menangis histeris di ambang pintu kamar mandi. Matanya merah dan bengkak, wajahnya penuh dengan kepanikan dan ketakutan.

Tangisan itu membuat Alwin muak.

Ia selalu membenci tangisan.

Brankar dorong tempat ia diikat mulai bergerak, rodanya menggelinding di lantai yang keras, menciptakan suara gemeretak. Dua perawat di depan mendorong dengan cepat, sementara seorang lainnya menstabilkan bagian belakang.

Di luar, malam sudah larut, dan udara dingin menyambutnya dengan tajam saat mereka melintasi ambang pintu. Ambulans itu menunggu di sana, lampu sirine berkedip-kedip dengan ritme yang monoton. Para perawat mengangkat brankar dengan hati-hati, memasukkannya ke dalam ambulans dengan gerakan cepat.

Pintu ambulans ditutup dengan keras, suara dentumannya menggema di telinga Alwin. Dia tahu bahwa tidak ada jalan keluar dari sini, setidaknya untuk saat ini.

"Dasar wanita sundal!" Umpat Alwin dalam hati sebelum kesadarannya benar benar hilang.

*

Di luar dugaan, perempuan yang mengaku sebagai ibu Alwin menantinya di lobi rumah sakit. Arya memperkenalkan diri dan disambut dengan senyum letih dan sedih dari Ranti.

"Kejadian di rooftop. Tante mau bilang terima kasih ke kamu."

"Terima kasih buat apa, Tante?"

"Kamu jangan bohong. Tante tahu Alwin seperti apa. Kamu pasti berusaha menggagalkan usahanya, kan?"

Arya terdiam, tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

"Dia akan melakukan apa saja yang dia mau tanpa peduli dengan perasaan orang. Dia selalu seperti itu," lanjut Ranti sambil memeluk lengannya sendiri. Kardigan rajut warna krem yang dikenakannya membuat wajah pucatnya tampak cantik meski tanpa riasan.

 Kardigan rajut warna krem yang dikenakannya membuat wajah pucatnya tampak cantik meski tanpa riasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Dating ClubTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang