"Kehilangan yang benar-benar tak diinginkan ternyata menghampirinya"
.・✫・゜・。.
"Saya tunggu ya, pak."
Bu eni meletakkan benda pipih itu di atas meja, ia baru saja menelpon ayah dari anak yang sekarang hanya diam sambil menundukkan kepala.
Jemarinya bergerak gelisah, arum pasti tau apa yang akan terjadi padanya saat ayahnya sampai kesini. Pikirannya bertambah kacau, ia hanya ingin rama ada disini, hanya rama yang bisa menenangkan dirinya disaat seperti ini.
"Sekarang alasan apa yang kamu punya, arum? Ibu nggak pernah ngajarin kamu untuk berlaku kasar ke teman sebaya kamu."
Bu eni mengeluarkan suaranya saat beberapa menit lalu hanya diam sambil memandang arum yang nampak menunjukkan mimik wajah gelisah, bisa ia lihat betapa ketakutannya anak dihadapannya. Ia harus bisa, disaat seperti ini tak ada lagi belas kasih untuk anak yang sudah melukai temannya.
"Kamu masih kecil, arum. Dan sekarang kamu membuat 2 masalah dalam satu hari ini, apa kamu benar-benar ingin di beri hukuman?"
Arum masih tetap diam, ia tak boleh mengeluarkan suara apapun. Karena hatinya mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja jika dirinya tak membantah perkataan orang dewasa dihadapannya, kakaknya pernah berkata bahwa dilarang keras membantah ucapan orang yang lebih tua darinya.
Jika dari sudut pandang orang lain ini salahnya, tak ada pembelaan yang bisa ia ajukan. Ia akan kalah telak dengan semua ucapan orang-orang bahkan murid-murid disini yang mengetahui dalang dari semua ini menunjuk ke dirinya.
Tapi, apa salahnya jika dirinya mencoba untuk membela kebenarannya? Dari awal dirinya tak akan memukul luna kalau anak itu tak memulai peperangan.
Ia bingung, antara berkata jujur dan tau kalau akhirnya akan sama aja, atau diam saja seperti ini membiarkan semua berlalu dan di cap tak sopan sebab tak menjawab pertanyaan guru didepannya.
Rasanya ia ingin hilang saat ini juga, ia benar-benar bingung dengan keadaannya sekarang.
Sampai atensi keduanya teralihkan dengan suara ketukan yang berasal dari pintu ruang itu, bu eni segera kembali ke kursi miliknya dan memperbolehkan orang yang mengetuk pintu untuk masuk, ternyata ayahnya.
Arum kembali merasakan hawa tak mengenakkan dari tubuhnya, sekarang dirinya sangat ketakutan akan hal apa yang terjadi setelahnya. Ketakutan itu tak berlangsung lama dan bergantian dengan pandangan bingung saat mengetahui sang kakak ikut handil bersama sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUM | On going
Genel Kurgu𝕿𝖚𝖑𝖎𝖕: Arum yang masih terlalu kecil harus dipaksa dewasa oleh keadaan, kehidupan yang berubah saat perginya sang ibu membuat dirinya menjadi pribadi yang sering merasa ketakutan dengan yang namanya kehilangan. Arum awalnya masih punya alasan...