#4 Lorong Belakang

70 6 1
                                    

Setelah dari pertemuan pagi tadi, aku mulai tidak terlalu fokus mengikuti pelajaran jam pertama Bahasa Indonesia, sampai kepikirannya aku dengan pertemuan nanti, pikiranku melayang dengan bulpen yang menari-nari diantara jari-jemari yang sedang tak beraturan. Pikiranku seakan melayang dan membentuk beberapa pertanyaan,

"Apa mungkin pertemuan nanti terjadi?"

"Bagaimana cara aku menyapanya terlebih dahulu?"

"Apakah pertemuan ini membuatku semakin dekat atau semakin jauh?"

"Bagaimana aku memberikan kesan yang baik dari pertemuan yang mungkin sudah direncanakan olehnya?"

"Apa tidak sebaiknya aku tidak perlu datang diperjanjian hari ini?"

"tapi jika aku tidak datang, apa alasanku nantinya? Kan tadi aku juga sudah janji untuk bertemu"

"Sebaiknya aku pikirkan kembali apakah pertemuan ini penting atau hanya sekadar saling sapa yang sekiranya menjadi tidak penting."

Seketika lamunanku terhenti karena ada buku yang berada tepat didepan wajahku, ternyata guru Bahasa Indonesia sedang berada disampingku dengan menunjukan buku untuk aku bacakan didepan kelas.

"Kin, coba baca kata yang paling bawah, halaman 19." Sahut bu guru Ina.

Aku pun berdiri dan membuka halaman buku yang diperintahkannya, sebelum aku membacanya dengan lantang, aku membacanya dalam hati, aku memperhatikannya dengan dalam dan kata-katanya sungguh membuatku bertanya kembali,

"Apa yang aku pikirkan ini sebenarnya bukan khawatir, tapi rindu. Bagaimana mungkin aku rindu terhadap sosok yang belum pernah aku temui. Apa mungkin ini rindu terhadapnya? Atau rindu karena ..."

"Kin ... Kin! Jangan banyak melamun, ayo bacakan!" Panggil Bu Ina dengan sedikit keras tapi nadanya masih lembut karena dia adalah guru yang baik hati dan disukai oleh siswa lainnya.

"Tuhan tidak akan menciptakan rindu, jika Ia tidak akan pernah menghadirkan pertemuan - Boy Candra."

Aku membacakan itu dengan jelas dan sedikit berintonasi bahwa apa yang aku ucapkan saat ini adalah apa yang sedang aku alami dan ini sepertinya kata yang menarik dan semakin membuat pikiranku bertambah banyak pertanyaan yang sedang menyelimuti pikiranku.

***

Matahari sedang bermain dengan paginya, saat dedaunan masih aktif bergerak karena hembusan angin yang cukup menarik simpati para pepohonan. Saat itu jam pelajaran pertama sudah selesai dan diberikan waktu istirahat selama 15 menit, biasanya jam istirahat pertama aku memakan setengah bekalku yang aku bawa karena masih fresh baru beberapa jam dibuat, sedangkan jika sudah siang maka rasanya sedikit berubah begitu berubah, begitulah menurut pengalamanku yang sering membawa bekal hehehe.

Aku beranjak dari kursiku kemudian saat ingin keluar aku disemangati sama temanku, Tata.

"Kin, good luck ya hahaha" Dia sambil ketawa tapi dengan nada yang tulus semangati diriku.

"Ikut?" ajak ku kepadanya yang sudah berada dipintu.

"Aku nunggu hasil pertemuannya saja ya" balasnya dengan tetap duduk dikursinya.

Aku pun tanpa berkata, hanya tersenyum dan mencoba beranjak dengan tenang , jantung ku saat itu seperti langkah kaki yang sedang berlari, cukup jelas kedengarannya.

Aku melewati jalan lain dan menuruni tangga yang dekat dengan lab komputer, lorong itu sebenarnya tidak begitu jauh dari kelasku, karena letak lorong itu dibawah kelasku, tapi karena jaraknya menuju kesana harus melewati jalanan yang cukup jauh jadi seperti berputar akhirnya terasa jauh.

Lorong itu cukup gelap untuk jam 09.17 WIB, sepertinya cahaya matahari tidak dapat menusuk kedalam untuk memberikan penerangan kepada jalanku. Lorong itu tertutup dengan dunia luar, karena terhimpit dengan kelas XA, XB, dan XC dari belakang, sedangkan disebelahnya lagi ruangan lab biologi yang cukup usang karena hanya digunakan sesekali saat pratikum siswa.

Lorong itu cukup panjang dan siapa pun yang berjalan dari ujung ke ujung akan kelihatan karena tidak ada penghalang. Aku masuk dari ujung dari lab komputer, kemungkinan perkiraanku dia masuk dari ujung depan karena dekat dengan kelasnya, XA.

Aku menunggu dan menunggu, beberapa kali aku lihat dari arah depan ada beberapa orang yang berjalan ke arah lorong tapi hanya masuk ke ruangan yang tepat disana ada UKS, tempat favorit anak-anak yang suka pura-pura sakit, menurutku.

Aku melihat jam tanganku ternyata sudah jam menunjukan pukul 09.24 WIB, sudah 7 menit aku berada di lorong ini.

Aku masih menunggu dan menunggu ..

Tidak ada yang mengarah berjalan ke arah lorong belakang, aku masih berdiri dengan bersandar ke dinding yang sedang lagi baik-baiknya.

Aku masih menunggu dengan banyak berpikir, karena yang aku pikirkan saat ini adalah

"Apa benar adanya pertemuan?"
"Jika pun iya, kenapa dia belum datang?"
"Jika pun datang kenapa harus ketemu?"
"Jika tidak bertemu, apa mungkin malu?"
"Apa mungkin ragu?"
"Apa mungkin tidak mau?"

09.29 WIB, satu menit sebelum jam pelajaran kedua dimulai.

Aku masih menunggu, tapi tidak ada yang datang menghampiri.

Aku pun melepaskan dinding yang tadi aku sandarkan, aku pun beranjak pergi dari lorong itu dengan melewati jalanan yang tadi aku langkahi.

Sepertinya berharap pada pertemuan, adalah kekecewaan yang tidak mestinya dipikirkan.

Begitulah pikiranku memaknai sesuatu hal dengan sederhana, tapi setiap langkah membentuk pertanyaan yang berulang-ulang dan tidak terasa sudah hampir didepan kelas.

Ketika aku sampai didepan pintu masuk kelas. Aku dikejutkan dengan suara yang tidak asing oleh pendengaranku yang keluar dari kelas.

"Kin, nomor telepon kamu berapa? Tanyanya langsung dengan menunjukan handphonenya yang berukuran besar, handphonenya saat itu selebar genggaman tanggannya dengan gantungan kura-kura hijau.

Qidi mengejutkanku saat itu. Apakah dia rindu yang tadinya aku nantikan?

Qidi StoryWhere stories live. Discover now