#8 Hujan Pun Berjanjian

38 5 1
                                    

Qidi mendekatiku di halte itu, aku melihat dia mendekat dengan wajah khawatir, tampak wajah riangnya tidak kelihatan seperti biasa. Dia berlari dan mendekatiku, duduk disebelah dan kemudian

"Kamu yakin gak papa Kin?" Tanya kembali Qidi yang saat itu sambil memegang pundak kananku.

"Kamu lihat semua yang terjadi tadi?" Tanyaku kembali kepadanya dengan suara yang sedikit melemah

"Aku memperhatikan sejak awal dari Dina datang sampai dia diajak pergi, aku pun gak tahu itu siapa. Dina pun gak pernah cerita soal cowok tadi" Perjelas Qidi dengan wajah yang terusan khawatir.

"Cowok tadi bilang dia pacarnya, mungkin namanya Toni" Aku mencoba menyampaikan apa yang disampaikan oleh cowok tadi.

"Darimana kamu tahu namanya Toni?" Tanya kembali Qidi

"Dina sempat teriakin, Ton, jadi aku hanya menyimpulkan. Kan gak mungkin Tonpi" Jawabku seakaan mengubah arah suasana menjadi sedikit tenang.

"Masih aja bisa ngelucu disaat tegang begini" Sambil menepuk pundakku.

"Hehehe nanti dia sambil nyanyi, bukan megang kerah leher tapi mala megang mic" Aku masih ngelanjutkan ngeledek Qidi yang masih tampak khawatir.

"Masih aja dilanjutkan nih" Sambung Qidi yang sudah mulai menampakkan wajah yang tidak begitu khawatir lagi. "Tapi aku minta maaf ya Kin" sambungnya seketika itu

"Minta maaf soal apa?" Tanyaku kepadanya yang sedikit bingung.

"Soal mau menyantukan kalian tapi ternyata Dina ada pacar, aku juga yang salah gak ngecek dulu tentang kalian masing-masing." Perjelas Qidi dengan berbicara serius dan mata sedikit berkaca-kaca.

"Tentang itu, diluar dugaan ya. Padahal niat awal ketemu, aku hanya ingin tahu dia siapa dan seperti apa orangnya" Dengan mengubah arah duduk yang kemudian mengarah ke Qidi.

"Iya diluar dugaan, aku kira selama ini dia salam denganmu, dia ingin sesuatu yang lebih dari kenalan. Duh gimana ni aku jadi gak enakan" Qidi tampak gelisah dan muka khawatirnya mulai kuat.

"Sudah, jangan terlalu khawatir denganku. Hal begini pun tidak mengubah cara pandangku terhadap Dina dan juga terhadapmu Qidi" Aku berbicara tepat didepan wajahnya yang saat itu suasana halte sudah mulai sepi.

"Tapi tetap saja aku gak enakan Kin, bagaimana kalo tadi kamunya dihajar, kan bisa lebih parah, untung dia masih bisa tahan dan kontrol emosi" Perjelas Qidi tentang kegundahan suasana pikirannya.

"Kamu kira aku bakalan kalah sama si Tonpi itu?" Dengan menaikan alis kiri menunjukan muka percaya diri.

"Udah pasti kalah itu, gak lihat badan kekar, agak preman dan mungkin sekali tinju tumbang kamu Kin" Menjelaskan dengan muka yang serius.

"Tenang, selama orang itu benar, maka selemah apa pun dia akan menjadi orang yang kuat" Jawabku dengan semangat.

"Kamu ini ya, dikasi untung ga dihajar aja uda harus bersyukur harusnya" Jawab Qidi dengan sedikit sebel.

"Kalo aku dihajar dan kalah, yah setidaknya kamu yang bantu aku" Aku menjelaskannya dengan gurauan.

"Aku bantu doa deh biar gak bonyok hahaha" Sambil ketawa ngeledek.

"Pulang yok, sudah mulai sore dan cuaca agak gelap nih" Sambung Qidi yang mulai memandang langit bahwa suasana mulai gelap karena akan turun hujan.

"Boleh, ayo pulang" Aku pun mengambil tas yang terletak di kursi halte bus, kemudian berdiri dan mulai mendekati motor yang terpakir didepan halte.

Aku kemudian melihat Qidi juga berjalan ke arah motornya, lalu mengenakan helm yang membuatku masih teringat hingga sekarang. Helmnya berwarna hijau muda dengan gambar keropi, yang sebelah matanya berkedip, kaca depan hanya bisa menutupi setengah wajahnya saja. Dengan dia menggunakannya, mukanya yang sederhana itu semakin kelihatan lucu.

"Qidi, lucu sekali helmmu" Yang saat itu aku juga menggunakan helm yang ada diatas motor.

"Hehehe iya kah baru kamulah yang bilang helm ini lucu" Jawab Qidi dengan mulai mengunci helmnya.

Kami pun pulang, aku masih ingat saat itu aku mengikuti dibelakangnya karena arah jalan pulang kami sama.

Setengah perjalan sudah ditempuh, tapi langit hitam tidak bisa berhenti untuk menurunkan hujannya yang sudah merindu untuk bertemu gersangnya tanah dibumi, kami yang masih berada dijalanan ikut merasakan kerinduan itu, kami pun kehujanan, aku sempat mengejar Qidi didepan, kemudian mengatakan disampingnya

"Qidi, ini hujan lebat, yakin kamu gak mau berteduh dulu?" Tanyaku yang saat itu sudah berada sebelah motornya dengan kecepatan yang sama.

"Aku suka hujan Kin, aku sudah terbiasa pulang hujan-hujan" Jawab Qidi dengan teriak saat hujan berjatuhan diwajahnya yang buat dia tampak semakin riang.

Aku pun sedikit heran, tapi saat itu aku sudah terlanjur basah dan aku pikir kenapa tidak aku teruskan saja.

Qidi cukup lincah menggunakan motornya, apa lagi suasana hujan begini akan sangat rawan dan jalanan begitu licin, tapi dia dengan mudahnya tetap tidak melambatkan gas motornya.

"Kin, balap yok sampai ke Jalan Danau" Teriak Qidi dari depan yang masih bisa aku dengar

"Wei, jangan ngebut benar!" Teriak ku yang masih dibelakangnya, dengan kecepatan yang tidak kalah samanya.

Qidi pun terus melaju, aku masih berada dibelakangnya dan tidak berusaha untuk menyalipnya.

Hujan saat itu semakin deras, suasana dijalanan juga mulai sepi karena kendaraan pada menepi kecuali mobil yang sudah semestinya terus berjalan.

Kemudian tiba-tiba Qidi melambatkan motornya, dan mulai berbicara kepadaku dengan sedikit teriak.

"Kin, kita singgah sebentar" Jawab Qidi saat itu dengan mulai menepi dipinggir jalan.

"Kenapa berhenti disini?" Tanyaku kepada Qidi karena pakaianku sudah begitu basah dan aku pikir kenapa tidak dilanjutkan saja langsung pulang ke rumah.

"Karena ada pepatah yang mengatakan tetap berteduh walau basah kuyup" Jawab Qidi dengan pribahasa yang tiba-tiba.

"Maksudnya? Tiba-tiba sekali disaat hujan disuruh berpikir, otak sedang basah-basahnya." Tanyaku yang saat itu sedang bingung dengan ucapannya.

"Hahahah gak ada, lupakan aja. Aku dah dekat sampai ni. Tuh didepan sudah komplek ku, next kita balap hujan-hujan lagi ya hehehe" Jawab Qidi dengan menunjukan kompleknya.

"Oke berpisah ya, sampai jumpa besok" Aku pun mulai melanjutkan gas motorku dan kami berpisah disana, tepat dibawah pohon yang didepannya ada Komplek, yang bertuliskan Sejahtera.

...

Hujan pun reda, aku pun sampai, dan pakaianku pun basah semua kecuali tas yang sudah aku pasangkan mantel penutup agar tetap terlindungi.

Mandi pun usai, rapi pun terjadi, wangi pun pasti dan kini aku berada di kamarku, tidak lama berselang dering pesan ponsel berbunyi. Lalu aku membukanya dan disana ada dua pesan yang masuk, pesan pertama

[Kin, ini Qidi. Sudah sampai?]

Lalu aku membuka pesan kedua,

[Kin maaf soal kejadian dihalte. Besok aku mau ceritakan yang sebenarnya, sekali lagi mohon maaf ya atas ketidaknyaman tadi. Dina]

Aku pun duduk dikursimeja kamarku, lalu berpikir tentang dua hal yang bersaman dan dua hal yang berbeda perasaan.

Qidi StoryWhere stories live. Discover now