Bagi keturunan Dierja yang belum menikah, sebenarnya tidak diwajibkan untuk menetap di mansion, kecuali Daniel. Ada alasan tertentu kenapa Daniel diharuskan tinggal bersama keluarga besar, karena hanya dia satu-satunya putra yang meleset dari karier keluarga. Ketika yang lain menjadi pejabat pemerintahan, ia memilih untuk mendirikan sekolah vokasi. Itulah permasalahannya.
Tapi Daniel tidak protes. Ia seharian juga kerja dan kalau pulang paling hanya makan kemudian tidur. Namun ada kalanya ia mengobrol sebentar dengan Eyang Putri dan Mama Arini, dua wanita yang ia cintai, seperti saat ini, meski Eyang Putri pamit karena ada jadwal untuk berjemur di taman belakang. Akhirnya hanya Mama Arini yang mengobrol dengan Daniel.
"Dibiasakan kalau pulang itu jangan pas butuh makan sama tidur aja, toh, Mas," kata Mama Arini sambil mengupas buah mangga di hadapan Daniel.
"Ya memangnya aku harus apa, Ma? Mau tinggal sendiri, dilarang. Giliran pulang cuma makan sama tidur, dimarah." Daniel menggerutu pelan.
"Pakai nanya lagi," sebal Mama Arini. "Kamu harus nikah, Mas. Nikah."
"Ngga ada hubungannya antara makan tidur sama nikah, Ma. Aku bosan tau, Ma. Kenapa setiap kali ngobrol, Mama selalu bahas nikah? Kalau sudah saatnya, aku pasti bakalan nikah kok, Ma."
Mama Arini mencibir pelan. "Hilal saat-saatnya saja belum muncul tuh." Ia pun menatap heran putra ketiganya. "Tapi beneran deh, Mas. Kamu ini nyarinya yang bagaimana? Mama itu pengin kamu ada yang ngurus, biar ngga liar seperti sekarang."
"Liar bagaimana maksudnya, Ma?"
"Ya, liar. Ngga tertata, apalagi perihal perempuan," jawab Mama Arini apa adanya. "Kamu kira Mama ngga tau kalau kamu ini player?"
"Banyak teman perempuan bukan berarti player, Ma." Daniel membela dengan tatapan jengah. "Dengan begitu aku bisa paham tentang perempuan."
"Dan ketika tidak cocok, kamu dengan santai bisa membuangnya, begitu?" Pertanyaan Mama Arini sukses membuat Daniel terdiam. "Nyatanya, kamu belum tentu bisa memahami perempuan meskipun kamu sudah menjelajahi setiap perempuan yang ada di muka bumi ini, Daniel."
Daniel menatap lamat-lamat wanita yang bersetelan dress casual itu. "Kalau perempuannya seperti Mama, aku mau menikah."
"Hanya ada satu perempuan yang seperti Mama, yaitu Mama sendiri. Tidak ada Mama pada diri perempuan lain." Mama Arini menjawab dengan tegas. "Tapi, keistimewaan yang tidak kamu lihat di Mama, akan kamu temukan pada diri perempuan lain."
"Aku kasih perumpamaan, ya, Ma. Ada seorang perempuan yang ditolak lebih dari 3 kali di PTN impian, akan tetapi dia tetap mendaftar setiap tahun. Perempuan yang seperti ini menurut Mama gimana?" tanya Daniel tanpa menyebutkan secara spesifik siapa perempuan itu karena ia berlindung pada kata perumpanaan.
"Dia pantang menyerah," jawab Mama Arini. "Aura pejuangnya itu ketara sekali. Tipe-tipe perempuan independent yang menerjang semua badai. Good girl sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuasa Di Dalam Kekuasaan
General FictionKanin terpaksa menikah dengan putra ketiga Keluarga Dierja sekaligus Direktur salah satu Sekolah Vokasi yang menolaknya. Kalau dijabarkan secara kasar, Kanin menjual diri demi masuk Sekolah Vokasi yang sudah menolaknya lebih dari 3 kali itu. Dan keb...