Setelah memakan waktu seharian penuh, akhirnya resepsi pernikahan telah terselesaikan. Tubuh Kanin terasa pegal karena sejak kemarin ia terus melaksanakan pemotretan yang katanya untuk prewedding. Oleh karena itu ia diharuskan akrab dengan Daniel, seperti mendekatkan tubuh agar lebih intens, bahkan berciuman.
Kanin tidak mempermasalahkan semua itu. Berciuman hanyalah penyatuan bibir, jadi ia harus terbiasa. Kemudian berpelukan, itu hanya hasil dari merapatkan tubuh. Dan untuk pendekatan-pendekatan lain, ia rasa tidak akan menjadi keterkejutan yang hebat. Sebab, sudah kewajibannya untuk melayani Daniel dengan baik.
Sembari membersihkan wajah yang terlapisi make up, Kanin melirik Daniel lewat cermin. Laki-laki itu sedang melihat-lihat hadiah yang tertumpuk di sofa. Ini adalah kali pertama Kanin melihat Daniel dengan setelan biasa, hanya kaos oblong serta celana pendek dan rambut yang acak-acakan menutupi dahi. Terlihat lebih muda, bahkan masih cocok jika menjadi anak kuliahan.
"Dress kamu bagus," komentar Daniel tiba-tiba yang mana membuat Kanin membeku.
Tidak mungkin Kanin tidak tegang setelah dinikahi Daniel. Apalagi sekarang malam pertama. Sungguh, segala pikiran Kanin benar-benar mengarah ke sana.
"Iya, ini dikasih Mama Arini," jawab Kanin lalu buru-buru mengelap bibirnya yang merah.
"Mulai sekarang pakai yang seperti itu saja," kata Daniel kemudian duduk di tepi ranjang. "Biar nanti saya belikan yang banyak."
Kanin mengangguk. "Oke." Merasa tak menghargai Daniel, akhirnya Kanin pun membuka pembicaraan. "Mas Daniel biasanya suka makanan yang bagaimana?"
"Apapun kecuali yang berbau laut," jawab Daniel.
"Kalau minuman?"
"Air putih." Daniel menjawab. "Sebenarnya saya suka semua minuman, asal yang bukan rasa durian."
Kanin mangut-mangut, paham sedikit demi sedikit bagaimana selera suaminya.
"Saya tidak suka pedas, lebih suka manis." Daniel menjelaskan. "Oh iya, terkait jam kerja saya, itu tidak menentu. Saya kadang lembur, kadang pulang cepat. Tapi jam makan saya selalu tepat waktu, meskipun kerjaan saya menumpuk."
"Dan kalau bisa, kamu rutin masakin saya. Yang enak, ya," ujar Daniel.
"Iya, Mas. Aku bakal masakin Mas Daniel setiap hari. Untuk makan siang, misal aku kuliah, aku bawain bekal aja gimana?" Kanin mencoba bernegosiasi. Bahkan posisinya saat ini sudah memutar untuk menatap Daniel.
"Iya," jawab Daniel. "Sebenarnya saya mau tanya."
"Gimana, Mas?"
"Kamu kenapa tidak takut nikah sama saya?"
Kanin diam sejenak. "Cuma menikah itu ngga masalah bagi aku sih, Mas."
"Kalau seks?" Daniel sengaja memancing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuasa Di Dalam Kekuasaan
Ficción GeneralKanin terpaksa menikah dengan putra ketiga Keluarga Dierja sekaligus Direktur salah satu Sekolah Vokasi yang menolaknya. Kalau dijabarkan secara kasar, Kanin menjual diri demi masuk Sekolah Vokasi yang sudah menolaknya lebih dari 3 kali itu. Dan keb...