Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hening tercipta berkat sosok yang datang bawa sebuah nampan—lengkap dengan teko dan cangkir cangkir kecil—ke tengah cengkerama mereka.
Malaikat. Satu kata wakilkan reaksi yang terproses nalar kala lihat dengan mata kepala sosok bersurai putih sepanjang pundak—bulu mata lebat serta netra kabut yang tatap tenang—s’perti makhluk dari buku dongeng.
Segala tentang dirinya bagai keindahan mutlak—bahkan cara ia bersikap dan berkata dengan suara bak bisikan angin musim dingin.
Jika salju adalah manusia—pastilah itu dirinya.
“Thanks, bro. Dingin gini emang enaknya ngeteh, sih.” Bisa ditebak, Yoru lah yang pertama menuang teh ke gelasnya—tentu saja untuk dirinya sendiri. Tatap sinis Ashita langsung tertuju padanya atas tindakan kurang sopan itu, ditambah lagi batin Asahi mengatakan sokab. Sementara itu, si tuan rumah hanya tunjukkan senyum kecil.
“Nii-han, ayo berkenalan~!” seru Hoshi dengan semangatnya. Tanpa sadar buat second-hand embarrassment beberapa orang—terutama Ashita—semakin kuat saja, apa-apaan Yoru ini? bahkan tuan rumah belum mengenalkan dirinya.
“Fuyu です,yoroshiku,” salamnya sembari membungkukkan badan. Bahkan namanya juga indah, Fuyu—musim dingin artinya.
Anggukan serentak terlihat, walau begitu, setitik rasa penasaran pun ada—yang akhirnya terwakilkan oleh sang malam, Yoru. “Fuyu-san.. saja?”
Deheman pelan terdengar dari yang ditanya. “Kou Furuyuki. Saya pikir terlalu panjang ‘tuk disebut.” Jawaban tersebut cukup penuhi rasa penasarannya, Yoru balas dengan ‘ohh’ pelan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
「Kou Furuyuki」
“Permisi ambil teh, ya..,” izin Rei dengan sopan setelah lihat reaksi yang lain atas tindakan Yoru, ia benar-benar pengamat yang diberkati skill akting ‘tuk perbaiki image setelah tunjukkan frustasi tiba-tiba ketika baru datang kemari.