"Berisik! kau tau berapa lama kami yang di sini terjebak?"
—朝和久斗—
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nee-san salah, ini adalah tahun 1914.
Berbagai reaksi muncul sebab pernyataan tak masuk akal tersebut. Ada yang mengerutkan dahi, masih bertanya-tanya apakah anak itu bercanda. Lalu ada juga yang tertawa karena menganggap itu hal konyol, “hahaha ya ampun, adek.. itu kan 103 tahun yang lalu.”
Hoshi menggeleng, menyangkal ucapan Yoru. “Tidak. Tidak salah lagi ini adalah tahun 1914, lebih tepatnya senin, 24 Desember 1914.”
Lho, bukannya ini hari minggu?
Perlahan, perasaan tak nyaman nan janggal tiba-tiba memenuhi atmosfer, bahkan dapat membuat bulu kuduk berdiri. Perubahan suhu terasa begitu kontras, kemudian butiran putih kecil mulai turun.
“... Ini, dimana?” lirih Asahi yang membuat semua orang refleks mengedarkan pandangan ke sekitar. Raut wajah mereka berubah seketika ketika melihat pemandangan tempat tersebut tak sama seperti yang mereka kenal, dalam sekejap hawa tak nyaman lebih terasa dari sebelumnya.
Tak ada lampu jalan yang biasanya menerangi area sekitar, justru terlihat satu pohon besar di tempat yang seharusnya ada kayu bekas pohon yang telah ditebang. Yang lebih tidak masuk akal, bentuk rumah yang berbeda drastis, bahkan ada beberapa rumah yang tak ada.
Satu satunya yang masih sama—setidaknya tidak jauh berbeda—adalah jalan dan tata letak tempat tersebut, bahkan bisa dibilang mereka masih berada di tempat yang sama. Lalu, apa yang berbeda?
“Waktu,” singkat Ashita. Netra obsidiannya bergerak mengamati sekitar sejenak, lalu melanjutkan, “terdengar tidak masuk akal, tapi kita tanpa sadar telah melakukan timeleap.”
Rei langsung terperanjat mendengarnya, orang itu memang mudah panik. “TIMELEAP? jangan bercanda, sudah tujuh hari terjebak timeloop lalu sekarang timeleap!?” teriaknya frustasi hingga Yoru mendekat dan menyuruhnya tenang dahulu.
“Ini sudah konsekuensi kita jika melangkah maju,” celetuk Ashita atas reaksi yang diberikan Rei, lalu menghela napas malas sebelum kembali berucap, “kalian bukan pengecut yang akan meratapi nasib setelah mengambil keputusan, kan?”
“Tentu saja bukan. Hey, ayo bangkit, hal seperti ini tidak akan menghentikan kita,” tekad Yoru disertai seringai dan kepalan tangan untuk meyakinkan kawan-kawannya—ah, sekarang mereka kawan, ya?
Meski bilang begitu, tak dapat dipungkiri jika Yoru merasa cemas, ia langsung melemparkan pertanyaan kepada Hoshi, “dek, kau sengaja membawa kami ke masa lalu, ya?”
Menatap bingung, yang ditanya justru memiringkan kepala, “saya tidak melakukan apa-apa. Sejak tadi memang sudah begini, lho…”