Aslan itu tampan. Semua orang mengakui itu. Sejak pertama kali masuk sekolah, Aslan bahkan langsung menyita seluruh perhatian kaum hawa karena parasnya yang menawan.
Banyak dari mereka yang secara terang-terangan menyatakan ketertarikan padanya.
Aslan masih ingat, dulu kakak kelasnya yang terkenal paling cantik di angkatannya pernah menembaknya di hadapan seluruh siswa Adyaksa.
Bukannya senang, Aslan justru merasa aneh. Kenapa cewek ini rela merendahkan harga dirinya hanya untuk menembaknya. Lagipula apa yang akan dia dapat dengan berpacaran dengannya?
Aslan menolak. Dengan tegas dia mengatakannya di hadapan semua orang. Membuat kakak kelas yang bernama Rere itu malu luar biasa. Banyak yang tidak menyangka akan hal itu. Citra Rere sebagai most wanted girl paling disanjung di sekolahnya langsung hilang seketika.
Ya, Aslan tahu dia ganteng, populer, pintar, dan berprestasi. Tapi, bukan berarti Aslan menyukai semua perhatian yang tertuju padanya. Bukan sombong, Aslan hanya tidak menyukai kebisingan. Dan perhatian mereka termasuk kebisingan baginya.
Dan sejak kejadian itu, para perempuan tidak berani menunjukkan ketertarikan secara terang-terangan. Mereka sadar diri tidak sebanding dengan Rere. Sekelas Rere saja ditolak, apalagi yang hanya remahan rengginang seperti mereka. Bahkan Aslan tahu mereka hidup saja tidak.
Tapi, diantara orang-orang itu, hanya satu yang masih mendekati Aslan secara brutal dan ugal-ugalan. Siapa lagi kalau bukan Leona.
Ya, singa betina berwujud manusia itu benar-benar mengejarnya seperti orang gila. Mau menolak sebanyak apapun, Leona tetap tidak menyerah.
Seperti sekarang, cewek berambut rambut panjang itu terus menempelinya kemanapun Aslan pergi.
Aslan mendengus jengah. Sekarang dia sedang berada di perpustakaan. Ulangan harian kimia yang akan berlangsung tepat setelah bel istirahat berbunyi nanti adalah alasan keberadaannya disini. Dan tahu apa yang menyebalkan? Tentu saja Leona yang duduk di sampingnya dengan tubuh yang sepenuhnya menghadap ke arahnya, bertopang dagu pada lengan yang menumpu pada meja. Memperhatikannya yang fokus membaca buku kimia dengan serius.
"Lo gak ada kerjaan lain selain lihatin gue belajar?" tanya Aslan yang merasa risih dengan keberadaan cewek itu.
"Ada. Ini gue lagi menghayal gimana kehidupan rumah tangga gue sama lo di masa depan. Pasti bahagia banget. Kita nanti tinggal di rumah sederhana, punya dua anak lucu, terus kita...hempp!" Aslan langsung membungkam mulut Leona yang melantur itu.
Demi apapun, bahkan dalam mimpi terburuknya saja, Aslan sangat tidak mengharapkan itu semua.
Berumah tangga? Haha, pikiran macam apa itu? Mereka bahkan masih anak sekolahan. Bisa-bisanya cewek gila itu berpikir seperti itu.
"Mulut lo mending diem aja. Makin lama makin gak bener aja." kata Aslan melepaskan bekapan tangannya dari mulut Leona.
Bukannya marah, Leona malah tersenyum menggoda. "Lo malu-malu deh. Tahu gak? Lo tambah kiyut kalo malu-malu gitu tahu." cewek itu dengan sengaja menoel-noel lengan Aslan.
Aslan tentu langsung menjauhkan dirinya. "Ck. Pergi aja deh lo! Ganggu banget gue belajar."
Leona mendecak sebal. Namun sedetik kemudian cewek itu tersenyum lagi. "Yaudah, deh gue diem aja. Lo lanjutin aja belajarnya. Biar makin pinter dan jadi orang sukses di masa depan. Biar bisa cepet lamar gue jadi istri...akhh!"
Aslan menjitak kening Leona dengan keras. Mengabaikan ringisan Leona yang kesakitan sambil mengusap-usap dahinya, Aslan kembali fokus pada buku bacaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
She's Leona
Novela JuvenilDia Leona. Sesuai namanya, cewek dengan paras cantik itu dikenal sebagai singa betina yang suka marah-marah. Jangankan membuat masalah dengan Leona, menyapa saja rasanya enggan. Ketus, bar-bar, blak-blakan, langganan BK dan urakan. Itulah citranya...