1.

2.2K 116 7
                                    

Gadis manis bersenandung kecil dan lirih namun masih terdengar bagi orang orang yang berjalan di sekitarnya. membawa setangkai bunga matahari yang dia beli di toko bunga yang berada di sebrang sekolah nya.

dengan terus mengayuh kaki nya, dia berusaha untuk melangkah lebih cepat, dia ingin segera tiba di rumah dan memberikan bunga yang dia bawa untuk ibu tercintanya.

ya, ini adalah rutinitas Salma. dia selalu pulang membawa setangkai matahari segar kesukaan ibu nya. meskipun berakhir di dalam tong sampah nanti nya.

"lo tuh nggak ada gunannya buat hidup tau nggak? dengan nggak punya mata, hidup lo itu makin nyusahin semua orang" teriak Anggis, perempuan yang sebaya dengan kakak kandungnya.

"KAK ANGGIS" teriak Salma saat melihat Nabila sedang di jambak oleh Anggis di depan rumah "Lo bisa nggak sih? nggak usah kasarin adek lo? lo keterlaluan tau nggak?" ucap Salma setelah berada di depan Nabila dan Anggis.

"hadeeeh" lirih Anggis dengan tatapan jijik nya "lo berdua tuh sama aja, sama sama pembawa sial" ucap Anggis sembari meninggalkan Salma dan Nabila untuk masuk ke dalam rumah.

Nabila adalah tetangga Salma, dia datang saat Salma baru saja memasuki kelas 5 SD. mereka bersahabat dan saling curhat tentang bagaimana kehidupan masing masing selama berada di dalam rumah.

Salma hanya menatap Anggis sekilas, lalu berlutut dan membantu Nabila naik ke atas kursi roda nya lagi "kamu nggak papa? aku minta maaf ya, lagi lagi aku terlambat" tanya Salma sembari membenarkan jilbab Nabila yang urakan.

Nabila tersenyum, matanya terus menatap lurus kedepan dan jarang sekali berkedip. Salma juga mengusap dempulan saos merah yang di tumpahkan oleh Anggis ke wajah Nabila.

"Harus nya kamu lawan dia Nab" ucap Salma "tampar kek apa kek, kalo bisa parut aja deh muka nya" lanjut Salma yang masih fokus membersihkan wajah sahabat nya.

"aku kan buta Sal, lumpuh juga, mana bisa ngelawan dia" jawab Nabila dengan tarikan nafas yang berat "lagian dia bener kok, orang kaya aku tuh ngga ada gunanya buat hidup" kesakitan yang Nabila alami sudah terlalu dalam. kadang ada kala nya dia berharap Tuhan segera mengambil nya saat siksaan dari Anggis dan mama tiri nya dia dapatkan.

"yee ya engga dong, kamu itu cantik my catty, lucu, imut, daaan menggemaskan" sahut Salma.

"hahah" tawa Nabila lirih namun terdengar renyah "jangan panggil catty, aku bukan kucing"

"ngga maoooo, my catty hahha"

"ishh Salmaa"

"hehe piisss, kerumah ku yok, aku bantuin kamu buat mandi" Salma mendorong pelan kursi roda Nabila, dia mengajak nya untuk masuk ke dalam kamar nya yang memang terletak di samping rumah dan menghadap ke arah taman belakang.

Dengan penuh keteatenan Salma mengurus dan membantu Nabila, dia menyiapkan baju nya dan beberapa pita untuk dia kenakan di rambut sahabat nya.

~ceklek~

"sudah Nab?" Salma menoleh dan bertanya saat suara pintu kamar mandi terbuka. masih menampilkan Nabila yang duduk diatas closet namun sudah terbalut dengan sarung yang di berikan oleh Salma.

"ayo sini aku bantu" Salma mengangkat pelan tubuh Nabila dan membantunya berjalan.

"kamu tuh harus sering sering latihan jalan kaya gini Nab, biar ototnya lemes"

"iya sus iyaaa" jawab Nabila dengan cengiran khas nya.

setelah berganti pakaian dan Salma menyisir rambutnya. Nabila pun rebahan persis di sebelah Salma yang baru empat tahun dia kenal.

"gimana sekolah mu Sal?" tanya Nabila.

"ya gitulah"

"andai aku bisa lihat, bisa jalan, pasti aku udah sekolah sama kamu" ucapan Nabila terdengar menyedihkan.

Tanah DinginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang