Suasana kafe terasa ramai dengan pelanggan yang terus berdatangan. Cahaya kekuningan menyinari tempat itu. Kae duduk di salah satu kursi di kafe itu.
Terdengar suara langkah mendekat ke arahnya, Kae menoleh ke sumber suara itu. Tatapannya berhenti pada seorang gadis dengan aura suram dan raut wajah yang murung. Kae menunjukkan senyum khas miliknya.
Gadis itu menggerakkan kursi kosong di depan Kae sedikit ke belakang dan duduk di sana. Tatapannya yang sayu jtu menujukkan seberapa lama gadis itu memiliki gangguan waktu tidur.
Kedua tangan gadis itu saling mengerat, gadis itu tak bisa mengatakan apapun. Rasanya mulutnya tidak bisa mengeluarkan satu huruf pun karena rasa sedih yang telah mengendalikan tubuhnya.
"Jadi, seperti yang kukatakan, kamu mau kan?" tanya Kae pada gadis di depannya itu.
Gadis itu terus menunduk tak mengatakan sepatah katapun, dia mengangguk perlahan. Kae tersenyum senang, tapi perasaan sedih gadis itu seolah menular ke dirinya. Kae bisa merasakan kesedihan dan luka yang telah gadis itu lewati.
"Maaf, aku membuat dirimu mengorbankan tubuhmu, apa kamu menginginkan sesuatu?" tanya Kae sambil menatap penuh iba ke arah gadis itu.
"Tidak ada, semua harapanku sudah hilang. Tidak ada lagi yang kuinginkan," jawabnya, setelah sekian lama dia tidak mengucapkan sepatah kata pun, akhirnya dia mau mengucapkan sesuatu.
Jawaban dari gadis itu membuat Kae merasa bersalah. Dari lubuk hati yang terdalam, Kae tidak mau ada korban jiwa tambahan nantinya dalam rencana, tetapi hanya inilah satu-satunya jalan keluar dari masalah ini. Gadis itu, sudah merelakan kehidupannya, sesuai ramalan masa depan yang ada dalam bayangan Kae, dia akan merubah masa depan menjadi lebih baik. Tanpa harus merelakan jiwa-jiwa lainnya.
Hanya inilah harapan satu-satunya bagi Kae. Kae harap, masa depan akan menjadi lebih baik. Semoga dengan ini, ramalannya akan berubah dari yang dia lihat.
"Semoga di kehidupan selanjutnya kamu memiliki kehidupan yang indah, Hima," lirih Kae sambil menatap gadis di depannya dengan tatapan penuh kesedihan.
"Iya, senang bisa menjadi bagian dari kalian, walau aku hanya manusia biasa." Jawaban dari Hima menjadi penutup pembicaraan mereka.
●
Pagi hari, Linn berdiam diri di ruang tamu sambil menunggu teman-temannya datang. Bukan hanya teman-temannya saja, melainkan Kae dan Siel juga datang.
Beberapa kali, rasa sedih menghampiri dirinya, namun Linn menghiraukan perasaan itu. Matanya terpaku pada foto keluarganya yang terpajang di dinding ruang tamu. Senyum kecil tercetak di wajah Linn, mengingat kala mereka tengah menata posisi untuk berfoto sambil bertengkar. Senyum Linn yang didampingi Ayah dan Ibu di sampingnya mengembang di foto itu.
Linn rasanya sudah malas untuk menangisi suatu hal, air matanya seolah telah habis.
Tidak lama kemudian, satu persatu temannya datang, lalu Kae dan Siel sebagai orang terakhir yang datang. Mereka duduk di sofa ruang tamu, tanpa mengatakan separah apapun.
"Sesuai rencana awal, kita harus membunuh, Mara. Entah dia baik atau tidak, kenyataannya memang seperti itu," jelas Kae sebagai pembuka pembicaraan. Semua mata tertuju pada Kae.
Suasana rumah Linn terasa lebih tegang dan sedikit sunyi. Hanya ada suara burung berkicau di luar sana yang membuat suasana tidak terlalu sepi.
"Tapi, jika kita membiarkan, Mara, memutar waktunya, bukankah kita juga untung?" tanya Linn dengan nada lirih.
Pendapat Linn benar, mereka juga mendapat keuntungan dengan rencana Mara. Linn tidak akan kehilangan kedua orang tuanya, Ola tidak tersiksa sebagai keturunan Merriell, dan tidak ada korban jiwa yang terbunuh termasuk Gion.
Tidak, Kae membantah pendapat Linn. Bagaimanapun dalam dunia sihir, memutar waktu itu hal terlarang. Seperti yang dijelaskan, akan banyak takdir yang melenceng dari takdir asli. Hal itu memungkinkan adanya kekacauan dunia.
"Jadi jalan satu-satunya cuma itu? Siapa, yang akan dikorbankan?" tanya Ola setelah mendengar penjelasan Kae.
"Ah, kalian sudah pernah bertemu dengannya, lagi pula Tante yang menentukannya, dia akan merubah masa depan seseorang di antara kalian. Semoga," lirik Kae di akhir kata.
Suara ketukan pintu terdengar, seseorang, Kae menyuruh orang itu membuka pintu dan langsung masuk ke dalam rumah Linn. Seorang gadis dengan raut wajah suram terlihat di ambang pintu. Matanya menatap ke arah Linn, mereka saling bertatapan hingga satu kata keluar bersamaan dari mulut mereka.
"Maaf," ucap Linn dan gadis itu secara bersamaan.
"Eh?" Linn tidak menduga gadis itu akan meminta maaf, lagi pula kepada siapa dia meminta maaf.
"Maaf, aku tidak tahu. Maaf, aku, aku salah menduga tentang hari itu, Linn. Kukira kamu yang dorong, Emily," jelas Hima dengan nada yang perlahan terdengar lirih.
Hima mendekat ke arah Linn dan memegang erat kedua tangan Linn sambil mengulang kata maaf berkali-kali. Linn tidak bisa mengatakan sepatah kata apapun ke pada Hima.
Hingga beberapa menit setelahnya, Kae menjelaskan rencana yang akan mereka lakukan ke depannya, mulai dari awal hingga akhir. Dengan ini keputusan mereka telah bulat, mereka akan pergi ke Desa Krystallo secepatnya.
Delapan orang penuh harapan itu akan memulai perjalanan yang sebenarnya mulai besok pagi. Berharap, semoga di hari-hari berikutnya setelah pertarungan, mereka masih bisa berkumpul bersama. Walau nyatanya, mereka tidak akan berkumpul selengkap ini di hari yang akan datang, entah kapan hari itu.
●
"Linn, aku tau rencanamu," lirihnya.
"Jangan ubah rencanaku ya, Tante?" Senyum Linn terlihat lebih indah kala itu, seolah menanti keberhasilan rencananya.
●
●
●
Singkat ya? Iya, aku bingung.
VOTE( '_ゝ')Sejauh ini, apa kesan kalian terhadap cerita ini?
Ada yang bisa tebak ending?
Atau, kelanjutannya?
Cerita ini udah deket sama ending, tapi si penulis satu ini bingung gimana alurnya, jadii jangan heran kalau updatenya lama. Selain itu, aku juga gatau mau gimana. Intinya sih, pengen cepet tamat dan ganti nulis cerita lain.
Ini cerita seharusnya jadi cerita panjang, dan tersusun rapi. Mungkin bisa aja kalau aku bener-bener nge-revisi sampe ada S2-nya. Ya tapi, males, jadi aku buat cerita ini jadi sesingkat mungkin. Karena hal itu, aku ngerasa bingung gimana cara ngelanjutin cerita ini. Vote ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELSTENEN
FantasyMenggunakan sihir hitam dan melakukan perjanjian dengan iblis adalah hal yang salah. Seorang penyihir berhasil melakukan perjanjian terkutuk dan membuat masalah di masa depan. Linn dan teman-temannya bertugas menggagalkan rencara penyihir itu *** Ma...