7. Dengan Kepergiannya

953 93 7
                                    

Happy Reading
°
°
°
°__________~__________°

Suara isak tangis menggema di dalam ruangan yang berpusat pada seseorang yang kini telah jauh pergi. Dia telah pergi, melepaskan semua rasa sesak yang selama ini seolah berjalan mendampinginya.

Anak laki-laki itu menatap kosong pusara berhias taburan bunga yang diiringi alunan suara kesedihan sore ini.

Pulang dengan rasa kehilangan, mengenang setiap sudut ruangan. Sayup-sayup mendengarkan suara wanita yang melahirkannya.

"Kak, ini Ibu."

"Maaf Ibu baru berani hubungin Kakak."

Akhirnya Julie memutuskan untuk menghubungi nomor dari surat yang ia dapat tempo hari.

"Ibu?"  Julie mengangguk patah menjawab pertanyaan retoris putera sulungnya.

Dengan menahan isak tangis, Jevano bertanya. "Ibu? Ibu dimana? Kenapa baru sekarang Ibu hubungin Jeje?"

"Maaf." Julie tidak sanggup menjawab pertanyaan puteranya. Kata itu harus diucapkannya berkali-kali, namun baru sekali ia meminta rasanya sudah tidak mampu.

"Ibu? Tolong. Tolong kemari, bawa adek Jeje pulang Ibu." Jevano benar-benar harus memohon. Sudah selama ini, kali ini ia harus mendapatkannya.

"Ayah sakit Ibu... hiks ayah, ayah di rumah sakit sekarang. Tolong hiks... bawa adek ketemu ayah... hiks Jeje mohon." Jevano sudah tidak bisa lagi menahan isakannya.

Julie mendengarkan suara putus asa itu dengan jelas, ia pun pernah merasakannya. Putus asa dan akan melakukan apapun  untuk orang yang disayangnya, walau harus berlaku jahat sekalipun.

"Ibu kangen banget sama Kakak."

"Emm, Kakak juga."

Saling mengutarakan kerinduan menjadi penutup obrolan pertama mereka setelah sekian purnama.

Usai melakukan panggilan itu, Julie merasa lebih lega. Setelah ini ia akan satu per satu menyelesaikannya, mencoba untuk menebus dosa-dosa yang sudah dilakukannya.

Saat ia hendak akan berdiri, Halano masuk ke dalam ruangan. Halano berdiri cukup lama di luar pintu ruangan tadi, ia mendengar semua pembicaraan ibunya.

Halano mendudukkan dirinya di hadapan Julie. Ia kembali menangis memeluk ibunya dengan suara yang lebih keras daripada di rumah sakit dan pemakaman tadi.

Kenapa puteranya tiba-tiba masuk lalu menangis. Julie bingung? Tentu saja. Apakah puteranya itu masih berduka atas kepergian opanya? Tapi saat pulang dari pemakaman sepertinya sudah tidak menangis lagi. Maka yang Julie lakukan hanya membalas pelukan itu. Menunggu Halano selesai menangis.

"Al takut Mi."

~~~

"Ayah, ibu baru aja hubungin Jeje."

"Ibu janji akan bawa adek pulang Yah."

"Kita hanya harus bersabar sedikit lagi."

"Adek masih berduka sekarang. Opa baru aja nggak ada."

"Ayah... cepat bangun Yah."

Jevano bercerita di samping ranjang sembari memegang tangan ayahnya.

Sekali lagi Edward dapat selamat dari ambang kematian. Namun karena adanya masalah yang terjadi saat operasinya berlangsung, membuat Edward sedikit lebih lama untuk kembali membuka mata.

"Ayah kamu orang yang kuat. Setelah ini dia akan akan bahagia, mana mungkin dia menyerah," ucap Selena berdiri di belakang Jevano mengusap punggungnya.

Jevano membalas dengan anggukan, benar apa yang dikatakan Selena. Ayahnya harus bahagia setelah ini.

Tak lama kemudian kedua mata Jevano membola.

"Ayah!"

•⛄

Tbc

Bear-ing ✔ [HAECHAN ANGST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang