28. Nyaman Sekilas

656 74 10
                                    

Happy Reading
°
°
°
°__________~__________°

"Kenapa harus sedih ketemu Aji?" tanya Halano yang menatap kosong ke depan setelah merasa kecewa dengan jawaban Aji sebelumnya.

Anak kecil di sampingnya terlihat mengendikkan bahu, "Mungkin Aji mirip anaknya."

"Kata bunda, pak Edi kangen sama anaknya," ucap Aji menatap Halano.

Halano kini beralih menatap anak kecil itu saling berpandangan.

"Kakak anaknya 'kan? Pak Edi sering bilang kok, Aji inget," jelas anak itu karena terlalu seringnya Edward meyebut nama Halano ketika datang.

"Bilang apa?" tanya Halano begitu saja.

Aji memutus pandangan itu lebih dulu, kembali fokus pada coklatnya. "Ya banyak deh pokoknya, minta dido'ain gitu biar Kakak cepet ketemu."

"Nggak mungkin," lirih Halano menunduk.

"Emangnya Kakak kemana, Kakak di culik?"

"Aji! Ajiii." Terdengar suara wanita salah satu pengurus panti asuhan yang datang untuk mencari Aji memutus obrolan mereka.

Halano dan Aji menoleh ketika pintu di belakang mereka terbuka.

"Aji, ayo masuk. Udah ditungguin kakak-kakak dokter," ucap wanita itu setelah tersenyum pada Halano yang juga ada di sana.

Aji berdiri lalu masuk ke dalam, meninggalkan Halano yang kini sendirian merenungkan apa yang telah Aji katakan.

Jika selama ini Edward selalu mencarinya, berarti ayahnya bukanlah seperti yang ia pikirkan. Jadi apakah artinya ia sudah salah memperlakukan lelaki itu?

Tiba-tiba suasana di sekitarnya menjadi begitu panas. Halano melepaskan denim hitamnya kemudian melemparkannya begitu saja. Dirinya berdiri lalu berjalan mendekati pagar pembatas balkon, memejamkan mata membiarkan angin menerpa wajahnya di bawah teriknya sinar matahari.

Pikirannya melayang jauh, mengingat kembali moment dimana dirinya menjalani hari-hari sebelum kembali bertemu dengan Edward.

"Papa kamu di mana Al?"

"Halano mana suka olahraga, 'kan nggak pernah ada yang ngajarin main."

"Ibu, ayah kapan sih ke sini?"

"Al pengen banget ketemu sama ayah. Ayo kita cari ayah, Ibu."

"Ayah sekarang sudah menikah lagi Al. Biarin ayah bahagia sama keluarga barunya ya."

"Halano dengarkan Opa. Opa bisa kasih semuanya buat Al. Ayah mungkin saja sudah lupa, jadi Al juga tidak perlu lagi ingat-ingat ayah."

"Ayah jahat."

"Al benci ayah."

Brak

Suara pintu yang dibuka secara kasar menyadarkan Halano. Membuatnya membuka mata buru-buru mengahapus air mata yang tak ia sadari sudah turun membasahi pipinya.

"Al."

Panggilan yang berasal dari suara yang amat Halano kenal, membuatnya dengan perlahan berbalik. Di sana saat ini berdiri ayahnya.

Melihat Edward yang saat ini tersenyum padanya, seakan bisa meredakan hawa panas yang sedari tadi menyelimuti Halano. Namun aksinya terhenti ketika melihat ayahnya yang menunjukkan gelagat aneh yang kemudian diikuti dengan tubuh Edward yang jatuh begitu saja di sana.

Tatapan sendu Halano berganti raut khawatir segera berlari menghampiri ayahnya yang kini sudah rapat menutup mata.

Ini sudah yang kedua kalinya, Halano melihat ayahnya tak sadarkan diri di hadapannya. Namun kali ini lebih parah, kulit wajah ayahnya begitu pucat seakan tak ada darah yang mengalir di sana, digantikan oleh cairan merah itu yang keluar dari lubang hidung Edward.

Bear-ing ✔ [HAECHAN ANGST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang