17. Ingin Kembali

802 87 1
                                    

Happy Reading
°
°
°
°__________~__________°

"Udah?" tanya Rey yang langsung berdiri begitu melihat Halano keluar dari sana.

Halano mengangkat wajahnya begitu mendengar suara sahabatnya. Ia terlihat bingung dengan kehadiran Rey yang ada di sini.

Rey menyadarkan Halano dengan memberikan sebotol minuman. "Udah nggak dingin sih."

Kini mereka duduk di atas ayunan taman bermain yang tak jauh dari sekolah. Rey menatap ke samping, terlihat Halano yang membuka minuman itu kemudian sedikit meminumnya.

Rey menghela napasnya, "Mereka pasti lagi nyariin lo sekarang."

"Ayo gue anter lo pulang," ajak Rey yang kemudian berdiri hendak menarik tangan Halano.

Halano tak beranjak dari ayunan itu. Ia menatap sahabatnya menggeleng keras.

"Gue malu Rey," ucap Halano memelas pada Rey sambil memanyunkan bibirnya.

Rey mengerlingkan bola matanya malas, sepertinya ia akan mulai emosi. Dari tadi ia menunggu Halano untuk keluar dari terowongan perosotan di taman itu.

Semua orang termasuk Rey sangat terkejut dan bertanya-tanya dengan apa yang mereka lihat tadi. Semuanya memang menghayati lagu yang dinyanyikan oleh Halano, namun kenapa kakak kelas itu sampai memeluk Halano? Satu yang dapat Rey simpulkan, mungkinkah dia adalah kakak Halano?

Halano merasakan pelukan tadi begitu nyaman dan juga tulus kata maaf yang diucapkan oleh Jevano rasanya menghilangkan separuh beban di hidupnya. Namun begitu Halano tersadar, ia langsung melepaskan pelukan kakaknya kemudian berlari turun dari panggung.

Rey yang melihatnya, juga langsung berdiri hendak mengejar. Ia juga dapat melihat kakak kelas itu turun dari panggung berlari menyusul Halano.

Cukup lama Rey mencari Halano yang sudah menghilang dengan cepat setelah ia mengejarnya. Saat matahari sudah mulai tenggelam, akhirnya ia duduk beristirahat di salah satu halte. Matanya melihat taman bermain di seberang jalan, lalu menghampirinya. Dan benar saja yang ia pikirkan, Halano ada di sana. Padahal sudah lama sejak terakhir kali mereka yang kebiasaan berdiam diri di terowongan perosotan seperti itu saat sedang dalam suasana hati yang buruk.

Ia melihat Halano menundukkan wajahnya pada lipatan tangan yang bertumpu pada lututnya, disusul mendengar isak tangis dari anak itu. Jadi dia berakhir menunggu Halano di salah satu bangku yang ada di sana.

Rey ingin memberi waktu pada sahabatnya itu, yang terpenting ia dapat mengetahui keberadaannya dan memastikan jika Halano baik-baik saja. Namun ternyata waktu yang dibutuhkan Halano cukup lama.

"Gue nginep di rumah lo aja ya Rey," pinta Halano kembali merengek pada Rey.

"Kabarin dulu bokap lo!" Rey berucap tegas dengan menatap dingin Halano. Sedari tadi ia ingin mengabari keluarga Halano, namun ia tidak memiliki kontak mereka. Damian dan Julie juga sulit untuk dihubungi.

"Hp gue mati. Tadi banyak yang nelfon terus lowbat." Halano menjawab dengan polos tanpa dosa.

"Huhh." Rey sudah tidak tahan. Ia menarik paksa tangan Halano untuk keluar dari taman itu.

~~~

"Gimana Kak?" Edward kembali menelfon putera sulungnya yang kini sedang mencari keberadaan Halano bersama Justin.

Saat Jevano tidak menemukan keberadaan adiknya setelah mencari sekian lama, akhirnya ia menghubungi orang rumah untuk menanyakan. Jevano menceritakan semuanya, setelah mengetahui jika adiknya itu belum pulang ke rumah.

Bear-ing ✔ [HAECHAN ANGST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang