ch. 1

22 19 1
                                    

Semua yang ada di sini adalah fiksi. Mohon maaf jika ada suatu kesamaan karena itu tidak disengaja. Tw sudah tertulis di deskripsi. Jika ada sesuatu yang tidak diinginkan maka bukan kesalahan author

Happy reading

***

"Bang Jean beli es cekek sendiri pliss." Sena menatap sinis Jean, sedangkan si pelaku hanya terkikik.

Es cekeknya kini habis tak tersisa. Menyisakan beberapa tetes saja yang masih ada di dalam plastik. Sena semakin ingin menabok rasanya.

"Kalian ngerasa nggak si hari ini kek beda gitu?" Tanya Jendral secara tiba-tiba.

"Beda gemana?" Tanya Ricki tak paham.

"Yaa beda aja. Nggak tau rasanya kaya nggak nyaman banget."

Kening Satria mengernyit. "Belum ngerjain tugas kali."

Mata Jendral terbuka lebar. "Lahh iyaa anjirr, lupa belum ngerjain mtk."

"Hmm mampus." Ucap Ricki tanpa dosa.

Tangan Jendral mendarat di pundak si bungsu. "Emang sialan lo."

Ia menatap Satria penuh harap. "Lo udah kan?" Karena Satria satu-satunya yang satu kelas dengannya.

Satria yang ditatap seperti itu merasa risih. "Iyaa iyaa udah."

"Bantuin bro, nanti gue beliin es cekek banyak." Ia mengalungkan tangannya ke sosok yang lebih tinggi.

Satria berdecak. "Iya iyaa, tumben-tumbenan lo kagak ngerjain tugas?"

Tangan Jendral turun. "Iyaa, semalem ada sesuatu lahh."

"Sesuatu apaan? Tumbenan." Tanya Johan merasa hal ini tidak wajar.

Jean bergumam. "Kemarin itu hari bunda lo meninggal kan yaa?"

Jendral mengangguk, lalu tersenyum tipis. "Iyaaps, makanya gue ke makam bunda habis ekstra, terus nyampe rumah langsung tidur."

Satria mengangguk paham. "Aman bro, lo liat aja, gue lagi males."

Jendral tersenyum lebar. "Adohh makasih bro." Ucapnya lalu memeluk sang sahabat.

Satria tersenyum tipis. Membalas pelukan erat Jendral. Tak lama kemudian pelukan itu terlepas.

"Ke kelas yok, bentar lagi bel. Gue belum piket, bisa-bisa lima ribu gue lenyap cuma buat bayar denda. Lumayan itu buat beli gorengan sama ketupat masih ada sisanya." Ucap Johan sambil membereskan sampah.

"Yoklah, habis ini mtk, gue mau nulis." Jendral merangkul Satria untuk menuju ke kelas bersama.

Jean mengikuti mereka dari belakang menuju ke gedung kelas 11. Sena, Johan dan Ricki pergi ke gedung kelas 10, tak ada yang mau diam hingga Hesa selalu mengatakan jika mereka lebih mirip seperti monyet lepas. Sedangkan si sulung pergi menuju ke gedung kelas 12.

Hesa membalikkan badannya, entah mengapa merasa tidak nyaman dengan gedung di hadapannya, gedung laboratorium. Ia menggelengkan kepalanya. Mungkin ini hanya feelingnya saja.

Namun sesaat sebelum kembali melanjutkan perjalanan, ia merasa seperti sesuatu yang janggal. Ia lalu menatap ke atas, ke atap tempat dimana banyak kursi yang sudah tak digunakan.

Matanya membulat sempurna saat ada sesuatu yang terjun ke bawah. Nafasnya berubah sesak saat tubuh itu menghantam lapangan dengan hebat.

Darah terus mengucur keluar. Hesa berusaha mengeluarkan suaranya, namun ia tidak bisa. Ia juga berusaha untuk mengambil hpnya meminta pertolongan, namun tangannya tak berhenti bergetar.

Revenge {enhypen}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang