Halo guys👋
Semoga kalian suka dengan cerita yang aku buat yaa, ini debut pertama ku, kritik & sarannya terbuka untuk kalian semua
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca
Senja mulai merambat di ufuk barat Jakarta, menyelimuti kota metropolitan itu dengan semburat jingga yang memukau. Di sudut kampus Universitas Pelita Harapan, seorang pemuda berambut hitam legam duduk di bangku taman, matanya yang cokelat tua menatap lembut ke arah kamera di tangannya. Jari-jarinya yang lentik dengan hati-hati mengusap lensa, seolah sedang membelai kekasih tercinta.Inilah Sean Ariesta, mahasiswa jurusan fotografi yang dikenal dengan senyuman hangatnya yang mampu melelehkan es di kutub. Parasnya yang rupawan bukan hanya memikat mata, tetapi juga hati setiap orang yang mengenalnya. Namun, di balik pesona itu, tersimpan jiwa yang lembut dan penuh empati.
"Setiap momen adalah cerita," gumam Sean pada dirinya sendiri, matanya masih terpaku pada kamera kesayangannya. "Dan setiap cerita layak diabadikan, tak peduli seberapa kecil atau sederhana."
Ia mengangkat kameranya, membidik ke arah sepasang kupu-kupu yang hinggap di kelopak bunga di dekatnya. Dengan satu 'klik' pelan, momen itu pun terabadikan.
"Terkadang, keindahan terbesar justru ada pada hal-hal yang sering kita lewatkan," Sean tersenyum, mengamati hasil jepretannya dengan mata berbinar.
"Sean! Ayo cepat, kita bisa terlambat ke pameran!" sebuah suara feminin namun tegas memecah keheningan.
Sean menoleh, mendapati sahabatnya, Nara Kusuma, berdiri dengan tangan berkacak pinggang. Wajahnya yang cantik dihiasi ekspresi tak sabar.
"Ah, maaf Nara. Aku terlalu asyik dengan..."
"Dengan kameramu lagi, kan?" Nara memotong, memutar bola matanya. "Ayolah, kau bisa pacaran dengan kameramu nanti. Sekarang kita harus bergegas!"
Sean tertawa kecil, bangkit dari duduknya. "Baiklah, baiklah. Ayo kita berangkat."
Mereka berjalan beriringan menuju halte bus terdekat. Sean, dengan tas kameranya yang setia tersampir di bahu, dan Nara dengan langkahnya yang tegap dan penuh percaya diri.
"Ngomong-ngomong," ujar Nara sambil melirik Sean, "kau sudah dengar tentang pameran lukisan baru di galeri pusat kota?"
Sean menggeleng. "Belum. Ada apa memangnya?"
"Katanya, lukisan-lukisan yang dipamerkan adalah karya terbaru Gara, si pelukis terkenal itu."
Nama itu membuat Sean terdiam sejenak. Gara. Sosok yang namanya sering ia dengar belakangan ini, baik di kampus maupun di kalangan seniman.
"Oh," hanya itu yang bisa Sean ucapkan.
Nara mengernyitkan dahi. "Hanya 'oh'? Ayolah, Sean. Ini Gara yang kita bicarakan. Pelukis muda berbakat yang karyanya selalu mencuri perhatian!"
Sean tersenyum tipis. "Aku tahu, Nara. Hanya saja... entahlah. Aku merasa ada sesuatu yang berbeda tentang dia."
"Berbeda bagaimana?"
"Entahlah," Sean mengangkat bahu. "Hanya firasat."
Bus mereka tiba, dan pembicaraan itu pun terhenti sejenak saat mereka naik dan mencari tempat duduk.
Sementara bus melaju membelah jalanan Jakarta yang mulai padat, pikiran Sean melayang ke sosok Gara yang belum pernah ia temui secara langsung. Ia hanya pernah melihat foto-foto pria itu di majalah seni dan artikel online. Namun ada sesuatu dari tatapan mata Gara di foto-foto itu yang selalu menarik perhatian Sean. Sebuah kedalaman yang misterius, seolah menyimpan ribuan cerita yang tak terungkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVOTION
Romance"Jika mencintainya berarti harus menahan rasa sakit ini selamanya, maka aku akan melakukannya. Karena melihatnya bahagia adalah segalanya bagiku." Sean . . . . . . . . Sean yang mencintai Gara dengan tulus, meskipun cinta tersebut menyebabkan rasa s...