Keesokan harinya, Rania dan Hana memutuskan untuk memakan bekal di tempat favorite mereka, di bawah pohon dekat lapangan sekolah.
Dengan ricuhnya lorong sekolah dan juga beberapa anak laki-laki yang sedang sibuk bermain basket di tengah teriknya matahari, obrolan Rania dan Hana sama sekali tidak terganggu.
"Beneran, Ran!" seru Hana sambil mengunyah nasi dan ayam gorengnya. "Nggak bohong aku."
Rania tertawa kecil mendengar cerita Hana mengenai kakak sulung temannya itu yang secara random membawa Iguana Hijau sebagai teman barunya di rumah.
Gadis berkacamata itu tentu saja berteriak ketika melihat sosok kakak laki-lakinya yang dengan santai berjalan memasuki rumah dengan seekor Iguana yang berteger di lengannya.
"Mama kamu setuju emangnya?" tanya Rania sambil meraih tumblernya.
Hana menggeleng. "Cuma mau gimana, udah di rumah. Bang Haris itu emang lebih baik minta maaf dari pada minta izin."
Rania kembali tertawa. Sebagai anak tunggal, tentu saja dirinya tidak bisa merasakan hal random seperti keluarga Hana.
"Awas, bola!"
Sebuah bola basket mendarat dan memantul di kepala Rania. Gadis berkuncir kuda itu memang duduk di daerah dekat dengan lapangan, membuat kesempatan bola basket menghampirinya cukup besar.
Sungguh sial dirinya. Kemarin, dia ditarik ke dalam toilet hanya untuk di-bully, dan sekarang kepalanya merasa nyeri karena bola basket.
Apa karma menendang bola ke wajah Noah saat kecil dulu baru datang sekarang?
"Sorry," ucap seorang lelaki yang menggulung lengan kemejanya hingga siku. "Kamu gapapa?"
Rania masih mengaduh pelan. Dia tidak tahu sejak kapan lelaki itu berdiri di dekatnya, tangannya masih sibuk mengelus kepalanya. "Sakit. Lain kali pelan-pelan mainnya."
Lelaki itu segera mengambil bola basket yang berhenti tak jauh darinya. "Ah, iya. Nggak sadar kalo ada orang di sini."
Rania hanya tersenyum tipis dan kembali menoleh ke arah Hana yang masih mengerutkan wajahnya.
"Dirga."
Sebuah tangan mengajak untuk bersalaman. Sontak, Rania kembali menoleh ke arah lelaki itu, meskipun dirinya tidak tahu mengapa Dirga tiba-tiba memperkenalkan dirinya.
"Rania," balasnya tanpa mengajak Dirga untuk bersalaman.
Dirga menarik kembali tangannya. "Sorry, cuma kayaknya nggak sopan kalau langsung pergi gitu aja."
"Kan udah minta maaf? Gapapa kalau mau langsung main lagi," ucap Rania.
Tidak ada percakapan lagi setelah itu. Rania sibuk menyuapkan nasinya yang tertunda, sedangkan Dirga masih berada di hadapannya.
"Kalau gitu, salam kenal ya, Rania," ucap lelaki itu yang langsung pergi meninggalkan Rania.
Rania tentu saja menatap kepergian Dirga. Menurutnya, lelaki itu sangat aneh. Orang macam apa yang mengajak berkenalan setelah melemparkan bola basket ke kepala orang lain?
KAMU SEDANG MEMBACA
Comfort Zone
Teen FictionMenjadi teman masa kecil primadona sekolah malah membawa petaka. Rania diharuskan untuk menjaga jarak dari Noah, teman masa kecilnya. Ketakutan Rania terhadap pembully-nya membuat gadis itu mau tak mau harus bisa menjauhi Noah. Cover by @SylicateGr...