9 - Sesuatu yang baru

1 2 6
                                    

"Makan dulu, Ran," ucap gadis berkacamata kepada temannya itu.

Rania menggeleng pelan. Entah sudah berapa banyak minyak kayu putih yang dia gunakan untuk menghapus coretan di mejanya.

Selain menyediakan plester, UKS sekolah jugaenyediakan minyak kayu putih. Namun, sepertinya Rania harus mengganti rugi kayu putih UKS yang dia gunakan tidak sesuai dengan kegunaannya.

"Kamu bawa tisu, Han?" tanya Rania yang akhirnya merasa lega karena coretan di mejanya yang sudah memudar.

Hana meraih ranselnya dan mengeluarkan sebungkus tisu kecil. "Kamu bener nggak mau makan?"

"Nggak mood."

"Tapi bekalmu udah ketemu, kan?"

Rania mengangguk sambil meraih tisu yang diberikan Hana. Bekalnya ternyata berada di salah satu loker milik siswa kelas 10 IPA 4. Gadis itu menghela nafas lega ketika sang pemilik loker menemukan bekalnya yang masih tersimpan rapih.

Warna utama meja pun akhirnya kembali mendominasi dan Rania sudah menggunakan hampir setengah botol untuk menghapus jejak coretan.

"Aku mau balikin minyak dulu."

"Aku temenin, ya?"

Rania mengangguk. Setelah keluar dari ruang BK, gadis berkuncir kuda itu menyempatkan diri untuk pergi ke UKS untuk mengambil botol minyak kayu putih sebelum akhirnya masuk ke dalam kelas hanya untuk melihat Bu Sena yang masih menatapnya sebagai pelaku kejahatan.

Lorong sekolah sudah mulai ramai. Banyak siswa yang sedang asyik memakan bekalnya atau menghabiskan waktunya untuk bercanda gurau bersama teman-temannya. Namun, kali ini ada sesuatu yang berbeda, suara petikan gitar dan juga nyanyian yang mengisi lorong di dekat kelas 10 IPS.

Rania tau suara itu. Tak lain adalah temannya, Noah.

"Cuek aja Ran," ucap Hana.

Gadis berkuncir kuda itu mengangguk. Karena jalan menuju UKS harus melewati Noah dan teman-temannya yang sedang bercanda gurau, Rania harus bisa menunjukkan ketidak peduliannya.

Rania tidak boleh terlihat seperti seseorang yang baru saja tertimpa masalah.

Beberapa langkah lagi sebelum melewati Noah. Yang ada di benak Rania hanya satu, jangan melirik ataupun menatap lelaki itu.

"All my demons run wild
All my demons have your smile
In the city of angels, in the city of angels
Hope New York holds you
Hope it holds you like I do
While my demons stay faithful
In the city of angels..."

Itulah lirik yang didengar Rania saat melewati Noah. Lelaki berambut koma itu terkadang membiarkan suara emasnya menjadi tontonan ketika istirahat. Tidak ada yang menyuruhnya untuk diam, melainkan memintanya untuk menyanyikan lagu request.

"Suaranya adem banget ya," puji Hana ketika mereka berhasil melewati Noah.

Rania setuju dengan temannya itu. "Dia nggak sadar ada aku, kan?"

"Kayaknya sih nggak, soalnya lagi menghayati banget nyanyinya."

Rania terkekeh. Setelah berhasil melewati Noah, mereka pun berhenti di depan pintu UKS. Tanpa banyak berbasa-basi, Rania segera masuk untuk mengembalikan minyak kayu putih ke dalam kotak P3K.

"Yuk," ajak Rania setelah menutup pintu ruangan. "Tapi jangan lewat situ lagi, ya?"

"Mau lewat mana? Muter, dong?"

Rania hanya mengangkat bahunya. Karena struktur bangunan sekolahnya yang berbentuk kotak dan di tengah-tengahnya terdapat lapangan basket, mau tidak mau kedua gadis itu memilih jalur memutar.

Comfort ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang