12 - Siapa pemilik hatinya?

4 2 8
                                    

Rasanya ingin mati.

Itu yang dipikirkan Noah sekarang. Sejak pagi demamnya belum kunjung turun, bahkan bergerak untuk ke kamar mandi pun dia tidak sanggup. Bunda pun harus bolak balik memarahi anak semata wayangnya karena tidak ingin beranjak dari kasur hanya untuk makan.

Noah melirik jam dinding yang menggantung di dinding kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.45, dirinya bertanya-tanya, apakah Rania sudah sampai di rumah? Siapa yang mengantar gadis itu dari tempat les? Bagaimana keadaannya di sekolah?

Dia menghela napas pelan. Andai saja gadis itu menjenguknya. Namun, setelah apa yang terjadi kemarin, mustahil Rania tiba-tiba muncul di ruang tamunya dan menanyakan kabarnya.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Noah, matanya melirik ke arah perempuan paruh baya yang memasuki kamarnya dengan wajah yang berseri-seri.

"Noah, ada Rania."

Awalnya Noah menduga telinganya salah mendengar apa yang diucapkan bundanya. Namun, ketika sosok gadis tiba-tiba muncul dari punggung bundanya membuat Noah reflek bangun dari tidurnya.

"Tuh kan, kalau ada kamu baru bisa bangun. Daritadi bangun buat makan aja susah," keluh bunda kepada Rania yang hanya tertawa kecil.

"Kok bunda ajak ke kamar?" tanya Noah yang sedikit panik dengan keadaan kamarnya yang tidak begitu rapih.

"Kamu aja nggak mau turun dari kasur daritadi. Gimana mau jalan ke ruang tamu?"

"Y-ya..."

"Tante tinggal dulu ya," ucap bunda yang mempersilahkan Rania untuk masuk ke kamar Noah secara tidak langsung. "Pintu jangan ditutup, Noah."

"Makasih, tante," ucap Rania sambil menundukkan kepalanya sedikit.

Setelah perempuan paruh baya itu pergi meninggalkan mereka, Rania tanpa berbasa-basi menaruh tasnya di lantai dan menarik kursi belajar Noah. "Mama nyuruh aku jenguk kamu."

Noah masih belum bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dirinya masih shock dengan apa yang baru saja terjadi. Jika tau Rania datang, dirinya akan memakai baju yang lebih bagus lagi, bukan dengan piyama garis-garisnya.

"Baru pulang les?" tanya lelaki itu pada akhirnya, melihat Rania yang masih dibalut seragam sekolah.

Rania menggeleng. "Tadi ngobrol sama Bu Rina."

"Oh? Kenapa?" tanya Noah.

"Gapapa."

Rania berusaha untuk tidak begitu lama menatap Noah yang duduk menyandar di kasurnya. Matanya meneliti satu persatu sudut ruangan lelaki itu. Ada banyak penghargaan musik dan sebuah gitar ditaruh pada satu sudut ruangan yang sering Noah sebut sebagai dinding kebanggaannya.

Gadis itu terus mengusap lengannya yang masih sedikit memerah, meskipun rasa sakitnya sudah menghilang, tetapi bekas yang tertanam di fisik dan juga mentalnya masih ada di sana.

Rania membayangkan jika Tanti dan Danara mengetahui dirinya duduk di kamar Noah. Entah apa perbuatan keji yang akan mereka lakukan kepadanya.

Rania berdeham pelan, berusaha menghilangkan isi pikirannya itu. "Kok tiba-tiba sakit?" tanyanya mencoba membuka topik.

"Masuk angin kayaknya. Baru mandi jam 11 malem," ucap Noah sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Malem banget?"

Noah hanya tersenyum kikuk. Alasannya tak lain karena dirinya terlalu asik galau bersama gitarnya sepanjang malam. Tentu saja dia tidak bisa mengatakan hal itu kepada Rania, gadis yang membuat pikirannya kacau beberapa hari terakhir ini.

Comfort ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang