Chapter 14.

3.8K 470 31
                                    

Seperti rencana awal, Saina akhirnya berangkat bersama Saka menuju rumah sang ayah dari pihak Saina. Untuk urusan warung itu sudah lebih dari lima puluh persen dikerjakan, dan sekarang fokus Saina adalah menyelamatkan ayahnya dari insiden keracunan makanan yang menjadi penyebab dari awal penyakit-penyakit sang ayah muncul.

Tidak perlu dadanan heboh untuk datang ke sana karena tidak akan ada yang peduli. Bahkan Saina yakin ayahnya hanya akan memamerkan kakak tirinya yang tak lain adalah Cecilia.

Saina menyandarkan kepalanya di pundak sang suami seraya memejamkan matanya. Ia tidak tertidur, hanya menikmati deru mobil dan angin malam yang berhembus meski kaca mobil ditutup. Dari balik jendela, terlihat gedung, kedai serta bangunan-bangunan sudah menghidupkan lampu-lampu mereka, mengingat langit sudah berwarna biru gelap.

Saka menoleh, menatap pucuk kepala sang istri. Jantungnya berdetak kencang sebagai pertanda sebuah rasa untuk istrinya. Cinta, ya itu dia. Dua kehidupan yang telah ia lalui tidak sama sekali mengurangi rasa cinta tersebut. Justru, semakin lama rasa itu semakin menggebu.

Tangan Saka terangkat, mengelus surai tersebut dengan lembut, memberikan rasa nyaman kepada sang penerima. Saka tidak tahu apa yang salah dengan putaran waktu kali ini. Tetapi yang pasti Saka bersyukur ia bisa mengecap rasanya dicintai dan diterima balik oleh Saina.

Saka beralih menatap sang sopir taksi yang saat ini mereka sewa. Ya, mereka menyewa taksi online karena kali ini Saina menggunakan dres yang cukup terbuka dan tak mampu untuk sekadar menerima angin malam. Dalam hati, Saka bertekat akan mengembangkan bisnis kecil-kecilannya agar Saina mengecap kenyamanan yang tak terkira dan tidak akan berpaling darinya.

Beberapa saat kemudian, taksi tersebut memasuki pelataran rumah mewah milik mertua Saka. Di halaman rumah tersebut, terlihat sudah ada sebuah mobil mewah yang sangat familier di mata Saina.

Mobil milik Jerry, mantan pacarnya yang sekarang menjadi pacar kakak tirinya.

Mata Saina bergulir malas, hal yang ia lihat ini sama persis dengan kehidupan sebelumnya. Ia tidak mengingat detailnya, tetapi yang pasti mobil tersebut memang terparkir di sana. "Katanya acara makan malam keluarga, tapi ini ngundang orang asing," batinnya mencibir.

Kali ini respon Saina berbeda, tidak seperti kehidupan sebelumnya. Dulu, ia akan merasa sangat senang melihat mobil pacarnya, dan sepanjang acara yang ia lakukan hanyalah mengikuti Jerry selayaknya seorang lintah membuat pandangan orang terhadapnya semakin buruk.

Memaki Saka juga salah satu kelakuannya di kehidupan yang dulu. Banyak hal buruk yang ia lakukan kepada Saka antara lain mengeluh karena mereka menyewa taksi, mengabaikan pria tersebut bahkan mencari muka di depan keluarga dengan menjelek-jelekkan Saka.

Saina melirik sang suami yang sedang bercengkrama hangat dengan seorang satpam yang menyambut mereka. "Kali ini tidak!" batinnya.

Tampaknya Saka sudah cukup bercengkrama terbukti dari kepala pria itu yang menoleh ke arah Saina seraya tersenyum. Dengan inisiatif sendiri, Saina balas tersenyum kemudian meraih tangan sang suami.

Tentu saja Saka sedikit tersentak, namun kembali tersenyum bahkan kali ini semakin lebar. Ia menggandeng tangan sang istri memasuki rumah mewah tersebut.

"Wah, siapa ini yang datang? Orang miskin ya?"

Pasangan suami istri itu langsung tersentak ketika mendengar celetukan seseorang. Saina menatap tak suka kepada orang kurang ajar tersebut, yang tak lain adalah Cecilia--kakak tirinya. Tak menghiraukan gadis yang sedang berdiri seperti badut tersebut, Saina dan Saka berjalan pelan, semakin memasuki rumah mewah tersebut.

Sikap abai Saka dan Saina itu tampaknya mampu membuat Cecilia merasa kesal. "Dasar orang miskin," gerutunya pelan, seraya melangkah mendahului pasangan suami istri tersebut. Ia mengangkat wajahnya sombong bersikap selayaknya nyonya rumah di depan para pelayannya.

Meski kesal, Saina masih bersikap abai sampai akhirnya mereka memasuki sebuah ruangan yang sudah dengan sebuah meja berisi makanan-makanan menggugah selera serta di kelilingi lilin-lilin redup.

Melihat hal tersebut, Saina kembali mencibir. "Makan malam atau kencan, sih?"

Sudah pasti ini semua idenya Cecilia dan ayahnya pasti dengan mudahnya menuruti keinginan wanita ular tersebut.

Di meja makan itu sudah ada Hendra--ayah Saina--dengan ibu tirinya--Meilani, serta Jerry. Mereka tampak menatap tak berminat melihat kedatangan Saina dan Saka yang mana hal tersebut membuat Saina semakin geram.

Tak ingin mengacau, Saina dan Saka duduk di kursi yang sudah di sediakan. Saka terlihat tersenyum hangat seraya berkata, "Selamat malam, Ayah."

"Ya," jawab Hendra singkat. "Karena semuanya sudah datang, langsung saja nikmati makanan yang sudah disediakan," lanjutnya.

TBC.

Kangen Gak?

EnervateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang